Drama Terorisme Tidak Pernah Berhenti dalam Sistem Destruksi

Drama Terorisme Tidak Pernah Berhenti dalam Sistem Destruksi

 

Oleh : Yuke Octavianty

(Forum Literasi Muslimah Bogor)

 

LenSaMediaNews.com – Isu terorisme selalu menjadi isu hangat yang terus digoreng. Apalagi menjelang pesta demokrasi. Tentu saja, semua pemberitaan ini mengandung makna tertentu. Nada yang terus berulang, membuat publik pun semakin paham tentang fakta nyata di balik sebuah drama. 

 

Antara kontestasi, deradikalisasi dan narasi terorisme

Densus (Detasemen Khusus) 88 Anti Teror menangkap seorang pria di rumah kontrakannya, di Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Jumat (27/10/2023). Pria ini ditangkap karena diduga terlibat jaringan teroris kelompok Anshor Daulah (republika.co.id, 27/10/2023). Tanpa perlawanan, pria tersebut dibekuk di depan istri dan anaknya. Sebelumnya, Densus 88 pun dilaporkan telah menangkap 27 tersangka terduga teroris di wilayah lain. 

 

Aswin Siregar, Juru bicara Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Kombes  membenarkan terjadinya  penangkapan terhadap terduga teroris pada Jumat (27/10/2023). Aswin mengungkapkan ada 27 tersangka teroris yang ditangkap serentak di tiga wilayah yaitu, Jakarta, Jawa Barat dan Sulawesi Tengah (republika.co.id, 27/10/2023). 

 

Menjelang pemilu yang tak lama lagi akan terselenggara, Tim Densus 88 Anti Teror berusaha semaksimal mungkin melakukan persiapan pesta demokrasi dengan program sapu bersih aksi terorisme, tujuannya demi pencegahan aksi teror saat kontestasi digelar (antaranews.com, 29/2023). 

 

Penangkapan terorisme menjadi agenda rutin yang disiapkan. Alasannya demi menjaga stabilitas negara agar aman dari berbagai tindakan yang memantik kericuhan. Sebagai tindakan preventif, bentuk antisipasi. Di saat gelombang dukungan kaum muslim di negeri ini menguat membela Palestina, justru isu terorisme dan deradikalisasi dihembuskan demikian dahsyatnya. Semua fakta ini membuktikan betapa kuatnya program deradikalisasi dan moderasi beragama. Terlebih setelah peraturan tersebut disahkan dan tertuang dalam PP No. 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Moderasi beragama disinyalir sebagai pemersatu seluruh rakyat. Negara memandang bahwa usaha setiap individu yang mendalami ajaran agamanya sebagai tindakan yang fanatis dan radikalis. Padahal faktanya, beragam masalah kekerasan yang berujung pada perpecahan persatuan umat, tak semata-mata berasal dari konflik umat beragama.

 

Fakta ini sebagai refleksi kebijakan global Barat yang sangat memaksakan stigma Islam. Islam dicap negatif di tengah pemahaman umat. Sehingga agenda ini pun menjadi agenda global yang terus dihembuskan di seluruh negeri-negeri Islam di seluruh belahan dunia. Kaum muslim yang berjuang menegakkan ajaran agamanya dianggap sebagai radikalis dan teroris. Parahnya lagi, pemahaman ini diadopsi oleh negara sehingga lahirlah kebijakan-kebijakan yang menjegal perjuangan kaum muslimin. 

 

Di sisi lain, penangkapan para terduga teroris yang telah dilakukan Densus 88, tak disertai bukti yang kuat. Jelaslah, fitnah ini merugikan kaum muslimin yang selalu dalam posisi tertuduh. Fitnah ini pun berujung pada sikap Islamophobia yang menyapa pemikiran umat. Kaum muslimin makin lemah dan mudah sekali dipecah belah. Semua ini tak boleh terjadi.

Kaum muslim harus mampu cerdas mengamati setiap fenomena yang terjadi. Menanggapinya dengan ilmu dan iman yang berpadu dalam penerapan sistem sahih. 

 

Jihad dan Dakwah, Bagian Utama dari Syariat Islam

Islam menetapkan bahwa jihad adalah salah satu bentuk ketundukan atas segala syariat yang Allah SWT. pada diri seorang muslim. 

Jihad adalah syariat yang mulia. Bukan seperti yang digambarkan oleh narasi Barat seperti saat ini. Barat berusaha mengaburkan makna jihad. Jihad hanya dimaknai secara bahasa, yakni sebagai bentuk aktivitas yang dilakukan secara sungguh-sungguh. Tanpa mengupasnya secara mendalam. Padahal dalam kaidah bahasa Arab, ada ketentuan khusus dalam kaidah ushul fiqih. Dalam menentukan makna lafadz, yang utama dilakukan pertama kali adalah makna syara’. Demikian ditulis Muhammad Husain Abdullah dalam kitab Mafahim Islamiyyah. Jika ada makna syara’, yang digunakan adalah makna syara’ tersebut. Jika tidak ada, maka digunakan makna bahasa, baru makna majas. 

 

Secara syara’, makna jihad merujuk pada “qital”, yang berarti perang. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah SWT.

Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihad lah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

(QS. At-Taubah: 41)

 

Sehingga jelaslah, jihad adalah perintah Allah SWT. Namun perlu dipahami, bahwa konsep jihad dalam Islam bukanlah konsep penjajahan ala sistem liberal kapitalisme. Konsep ini justru merupakan bentuk pengurusan kepentingan umat agar senantiasa tunduk pada aturan Allah SWT. Menyejahterakan rakyat dalam naungan Islam. Melalui dakwah Islam yang kaffah sebagai roda yang utama. Otomatis, konsep inilah satu-satunya konsep yang mampu membebaskan umat dari berbagai kerusakan dan penjajahan kapitalistik, seperti yang terjadi saat ini. 

Wallahu’alam bisshowwab.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis