Manusia, Mengendalikan atau Dikendalikan Nafsu

Oleh: Anita Sya’ban
(Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali)

 

Lensamedianews.com– Makin peliknya kehidupan saat ini umumnya membuat keadaan seseorang menjadi lebih lemah dan mudah goyah. Himpitan terjadi diberbagai sisi terutama faktor ekonomi. Nyatanya memang membuat banyak orang melupakan bahkan tidak memperdulikan syarat-syarat syar’i dalam pemenuhan hajat hidupnya. Allah Ta’ala memang memberi manusia potensi berupa naluri atau gharizah yang mana setiap gharizah tersebut harus dipenuhi. Tidak boleh dihambat, karena akan merusak fitrah manusia itu sendiri.

Hanya saja bagaimana cara pemenuhannya itulah yang menjadi persoalan. Dalam Islam sudah sangat jelas aturannya. Dimana status hukum itu ada 5 perkara yakni, Halal, Haram, Sunah, Makruh dan Mubah. Sedangkan naluri tersebut pun ada 3 yaitu: naluri mempertahankan diri (Gharizah Baqa’), naluri bergantung atau butuh sesuatu untuk disembah (Gharizah Taddayun) dan naluri berkasih sayang atau melestarikan jenis (Gharizah Nau’).

Saat ini yang akan kita perbincangkan adalah mengenai naluri berkasih sayang atau melestarikan jenis. Tentunya hal tersebut terjadi diantara pria dan wanita. Diluar Islam hingga saat ini, faktanya posisi wanita hanya dijadikan sebagai objek dalam pemenuhan nafsu syahwat seorang pria. Faktanya sungguh kerusakan telah terjadi, seorang prima paruh baya berinisial SH (54th) tega mencabuli putri kandungnya sendiri, bahkan sejak putrinya masih duduk dibangku kelas 4 sekolah dasar hingga berusia 19 tahun. (Liputan6.com, 30 Agustus 2023)

Dengan berbagai dalih dan alasan, pelaku tetap mencari pembenaran atas perbuatan terkutuknya selama 10 tahun. Meskipun sebenarnya dia masih memiliki istri yang sah. Dimana perlindungan korban sebagai seorang anak? Juga sebagai wanita? Perbuatan laknat itu sendiri terjadi selain karena memang sudah hilangnya keimanan seseorang.

Ditambah lagi dukungan dari sistem kapitalis sekuler saat ini yang memberikan kelonggaran. Baik berupa tayangan yang mengandung unsur pornografi yang demikian mudahnya dapat diakses oleh siapa saja. Pergaulan bebas yang betul-betul bebas tanpa aturan. Sekalipun ada, hal tersebut hanya mengatasi perbuatan yang dilaporkan, karena perbuatan yang dilakukan atas dasar suka sama suka maka dianggap bukan sesuatu yang bisa dihukumi meskipun pelakunya tidak dalam ikatan pernikahan. Wajar saja kerusakan ini sangat masif. Sudah menyetuh berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari anak-anak hingga remaja bahkan dewasa dan tua.

Sejatinya merebaknya perzinahan telah disampaikan dari lisan mulia Rasulullah shalalLahu alaihi wassalam yakni “Sesungguhnya diantara tanda-tanda kiamat yaitu diangkatnya ilmu dan kebodohan tampak jelas dan banyak yang meminum khamar dan banyak orang berzina secara terang-terangan” (HR Bukhari dan Muslim).

Dari hadist diatas sungguh jelas bahwasannya perbuatan zina adalah salah satu ciri dari dekatnya kiamat. Lantas apa yang dapat kita lakukan jika kiamat sudah dekat?

Kiamat adalah gerbang kepulangan manusia pada kehidupan yang abadi di akhirat. Dimana penentuan surga dan neraka bagi tiap-tiap manusia sesuai dengan amalannya. Akhirat adalah tujuan pasti yang bekalnya harus kita kumpulkan sendiri, melalui amal perbuatan. Dalam hal perzinahan, itu sendiri adalah perbutan keji dan jalan yang buruk. Mendekti saja sudah dilarang dalam Islam, apalagi melakukannya. Larangan tersebut bertujuan untuk menjaga manusia dari berbagai macam bahayanya perzinahan, salah satunya adalah menjaga garis nasab yang baik.

Apalagi yang dapat kita lakukan untuk menjaga diri dari perbuatan tersebut, ketika negara justru mendukung gaya hidup bebas. Antara lainnya adalah kembali kepada Allah Ta’ala. Bentuklah idrak sillah billah agar jalan menuju takwa itu terbuka lebar.

Mempelajari Islam secara kaffah, akan menundukan baqa’ manusia. Meninggikan naluri bertadayyun kepada Allah jelas-jelas membawa manusia pada ketaatan. Menjauhi larangan Allah dan menjalankan perintahNya adalah kewajiban. Dan buah dari ketaatan itu adalah selamatnya manusia di kehidupan akhirat nanti. Ingatkah kita iblis terusir dari surga, semua karena kesombongannya. Iblis mengikuti nafsunya sehingga menolak sujud dihadapan Adam sebagaimana Allah perintahkan pada Iblis dan Malaikat.

Sebagai makhluk mulia yang Allah Ta’ala ciptakan dengan akal dan nafsu, sudah seharusnya manusia dapat mengendalikan nafsunya. Bukankah Allah telah sediakan seperangkat aturan yang menjadi petunjuk dalam kehidupan dunia bagi manusia yang hanya sesaat saja. Sehingga hanya orang-orang yang mau berpikir sajalah yang bisa kembali kepada Allah Ta’ala dengan selamat.

Lalu apakah kita mau mengendalikan atau dikendalikan nafsu? Wallahua’lam bishowab. [LM/UD]

Please follow and like us:

Tentang Penulis