Sejarah Membuktikan! Investasi Bikin Kedaulatan Hilang

Oleh: Ranita

Lensamedianews.com, Opini – “The most effective way to destroy people is to deny and obliterate their own understanding of their history.” Begitulah salah satu ungkapan dari seorang sastrawan Inggris, George Orwell. Apa yang dia katakan, memang ada benarnya. Cara paling efektif untuk menghancurkan bangsa dan umat adalah membuat mereka lupa dengan sejarahnya.

Dalam sejarah umat Islam tentu kita ingat bahwa pada tahun 1902, Theodore Herzl, Bapak Zionis Modern, pernah memberi tawaran kepada Sultan Abdul Hamid II, Khalifah pada masa Kekhilafahan Utsmani saat itu, untuk memberi izin didirikannya pemukiman bangsa Yahudi di wilayah Palestina. Sebagai seorang politikus-negarawan, Herzl tak datang dengan tangan kosong. Dikutip dari buku 10 Isu Global di Dunia Islam, Herzl menawarkan sejumlah 150 juta poundsterling untuk pribadi Sultan, dan membayarkan seluruh utang Khilafah Utsmani sebanyak 33 juta poundsterling. Tak hanya itu, Herzl juga berjanji akan membuatkan kapal induk untuk pertahanan Khilafah Utsmani senilai 120 juta franc, dan pinjaman tanpa bunga sebesar 35 juta poundsterling, sekaligus akan membangun sebuah universitas di Palestina atas nama Khilafah Utsmani.
Sultan Abdul Hamid II menolak semua tawaran itu karena beliau sadar bahwa ‘kebaikan’ Herzl tidaklah gratis. Tawaran indah Herzl adalah pintu masuk penjajahan Yahudi di Palestina dan kehancuran negara dan umat Islam.
Berbeda dengan sejarah, umat Islam di masa kini justru menganggap hibah, utang luar negeri, ataupun investasi asing adalah anugerah. Baru-baru ini, Presiden Jokowi menawarkan 34 ribu hektare lahan di IKN Nusantara kepada sejumlah pengusaha di China pada kunjungannya di akhir Juli lalu. Dia menawarkan lahan tersebut kepada para investor untuk properti, rumah sakit, pendidikan, dan infrastruktur (cnnindonesia.com, 28/7/2023).
Masih dalam kunjungan yang sama, perusahaan asal China, Xinyi International Investment Limited, menjanjikan akan berinvestasi di pulau Rempang, Batam senilai US$ 11,6 miliar. Investasi ini untuk membangun kaca dan solar panel. Menurut Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, investasi di Batam ini akan menjadi pabrik terbesar kedua setelah China, dan 95% outputnya adalah untuk ekspor, karena pasarnya adalah luar negeri (cnbcindonesia.com, 29/7/2023).

Investasi dan Utang: Menghilangkan Kedaulatan

Ketergantungan pemerintah Indonesia pada investasi asing ini memicu kekhawatiran dari sejumlah kalangan, salah satunya peneliti China-Indonesia di Center for Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat. Dia mengatakan ada beberapa masalah serius terkait investasi China di Indonesia, di antaranya peningkatan utang luar negeri Indonesia dari China dan potensi perangkap utang seperti yang terjadi di Srilanka dan Zimbabwe. Tak hanya itu, ketergantungan Indonesia kepada China bahkan mengarah kepada diamnya Indonesia terhadap isu hak asasi manusia yang melibatkan China, di antaranya konflik China-Taiwan dan Uighur. Indonesia bahkan tak mampu memberi tindakan tegas kepada kapal China yang melintasi Laut China Selatan (bisnis.com, 27/7/2023).
Beberapa kejadian ini jelas memberikan bukti, bahwa investasi asing dan utang luar negeri membuat Indonesia tak punya gigi.

Haram Bergantung kepada Orang Kafir

Dalam QS An-Nisa’ ayat 144, Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?”. Ayat ini menegaskan dengan jelas larangan untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai wali (teman dekat/penolong) bagi orang-orang mukmin. Bahkan Imam Ibnu Mundzir juga menyatakan, “Telah sepakat para ahli ilmu yang menjadi rujukan, bahwa orang kafir tidak boleh berkuasa atas kaum Muslim dalam urusan apapun.” (Ibnu al-Qayyim, Ahkâm Ahl ad-Dzimmah, II/787).
Dalam konteks negara sekuler hari ini, banyak negara muslim justru menjadikan kafir asing untuk menjadi penolong dan teman dekat. Para penguasa kaum muslimin memilih skema utang luar negeri dan investasi asing untuk mendapatkan modal membangun negara. Padahal, utang luar negeri selalu diikuti persyaratan tertentu yang jelas menguntungkan pihak pemberi utang. Investasi asing pada pembangunan pun akan mengakibatkan kepemilikan hasil pembangunan bukan kepada negara, tetapi pada pemilik modal asing.

Membangun Negara Tanpa Utang

Membangun sebuah negara jelas membutuhkan modal besar. Pengadaan infrastruktur yang dibutuhkan rakyat, termasuk berbagai fasilitas umum, tentu membutuhkan biaya yang sangat besar. Dalam sejarah penerapan Islam yakni dalam Khilafah, kebutuhan ini dipenuhi dari sumber pemasukan Baitulmal dari pos fa’i dan kharaj, dan pos kepemilikan umum yang meliputi barang tambang migas dan nonmigas, serta air dan hutan. Khilafah yang tegak lebih dari 13 abad telah mengajarkan kepada kita, tanpa investasi asing negara justru mampu berdaulat dan memiliki harga diri dihadapan asing. Allahu a’lam. [LM/Ah]
Please follow and like us:

Tentang Penulis