Miris, Pengedar Sabu Ibu Rumah Tangga!

Oleh: Nining Sarimanah

 

LensaMediaNews__Sungguh miris, seorang ibu rumah tangga menjadi pengedar sabu di Kota Bandung. Pelaku berinisial KK itu ditangkap di rumahnya di Kecamatan Bojongloa Kaler oleh Satresnarkoba Polrestabes Bandung. Diketahui KK memiliki dua orang anak, sementara suaminya dipenjara di rumah tahanan Lampung karena kasus yang serupa. Polisi menemukan barang bukti sebanyak 14 klip sabu dengan berat masing-masing 7,99 gram. Barang haram tersebut dijual oleh pelaku kepada pelanggan tetap. Ternyata, pelaku telah menjalani bisnis haram ini sejak 2019. (TribunJabar.com, 4-8-2023)

 

 

Keterlibatan ibu rumah tangga sebagai pengedar sabu sangat disayangkan. Pasalnya, ia memiliki dua orang anak yang seharusnya menjadi teladan bagi buah hatinya. Namun, tak dimungkiri kesulitan hidup yang mendera dan lemahnya iman seringkali membuat orang gelap mata sehingga bisnis barang haram sebagai jalan pintas, akhirnya menjadi pilihannya. Terlebih, suaminya tidak berada di sisinya karena tersandung kasus yang serupa. Kasus tersebut bukanlah yang pertama, sebelumnya di daerah Jamika, Kota Bandung, telah terjadi penangkapan pasutri karena diketahui sebagai pengedar dan pemakai narkoba. Mengguritanya kejahatan sabu dan narkoba tentu menimbulkan tanda tanya kenapa bisnis barang haram ini, seakan tak pernah padam meskipun pihak pemerintah telah menyatakan perang melawan narkoba dan sejenisnya? Bagaimana Islam memandang persoalan tersebut?

 

 

Dukungan Sistem

Sistem sekularisme kapitalisme nyatanya telah menumbuhsuburkan berbagai tindak kejahatan termasuk sabu dan narkoba. Sistem ini telah melahirkan paradigma bahwa segala sesuatu dipandang dari sudut materi sehingga menjadikan segala hal yang mendatangkan keuntungan akan diperjualbelikan tanpa memedulikan lagi apakah halal ataukah haram.

 

 

Di sisi lain, kapitalisme telah menciptakan kemiskinan sistemis yang membuat banyak orang teperdaya untuk mencari pekerjaan demi mendapatan keuntungan dengan cara instan. Ditambah lagi dengan disingkirkannya aturan agama dalam aktivitas manusia telah menjadikan para pelaku kejahatan tidak lagi takut akan dosa. Sekularisme ini menjadikan masyarakat semakin hedonis. Mereka lebih takut perut yang kelaparan daripada ancaman dosa. Alhasil, selama kapitalisme ini masih diterapkan maka kejahatan sabu atau narkoba akan tetap menggurita.

 

 

Pandangan Islam

Kapitalisme dan Islam memiliki pandangan yang berbeda dalam memandang kehidupan. Jika dalam kapitalisme, setiap orang diberikan kebebasan dalam berperilaku dan berpendapat, berbeda halnya dengan Islam. Islam tidak mengenal kebebasan mutlak karena segala sesuatunya diatur dan dibatasi oleh syariat. Pun demikian dalam aktivitas melakukan perdagangan. Islam melarang tegas aktivitas jual beli sesuatu yang diharamkan meskipun akan menghasilkan keuntungan yang berlimpah, salah satunya sabu.

 

 

Sabu dalam pandangan Islam dikategorikan sebagai barang haram dan mengandung banyak keburukan. Keharaman ini disepakati para ulama meskipun terdapat sedikit perbedaan dari sisi penggalian hukumnya. Sebagian ulama mengiaskan dengan keharaman khamar yang merujuk pada firman Allah SWT. dalam surah Al-Maidah ayat 90, yang artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan…”

 

 

Sedangkan pendapat sebagian ulama lainnya mengharamkan sabu atau narkoba karena dinilai dapat melemahkan akal dan jiwa manusia. Hal ini berdasarkan pada hadis Abu Daud dan Ahmad dengan sanad sahih dari Ummu Salamah. Beliau berkata:
“Rasulullah saw. melarang dari segala yang memabukkan dan muffatir (yang membuat lemah).”

 

 

Karena itu, Islam memiliki berbagai mekanisme dalam mengatasi persoalan tersebut. Di mana negara memiliki peranan vital untuk melindungi rakyatnya dari berbagai tindak kejahatan. Oleh karena itu, ada langkah-langkah yang wajib ditempuh negara untuk menjaga dan melindungi warganya dari ancaman sabu dan narkoba yang jelas diharamkan, yaitu:

 

Pertama, terhadap pelanggaran yang akan membahayakan akal dan jiwa manusia maka negara akan menerapkan sanksi tegas. Sanksi bagi pengguna sabu adalah takzir, yaitu sanksi yang jenis kadarnya ditetapkan oleh kadi, seperti dipenjara, dicambuk, dan lainnya. Namun, sanksi ini dapat berbeda pada setiap orang tergantung dari tingkat kejahatan yang dilakukan pelaku.

 

 

Kedua, semua barang-barang yang diharamkan wajib dijauhkan oleh negara dari tengah umat. Artinya, sanksi tegas tidak hanya berlaku bagi mereka yang mengonsumsi barang haram tersebut tetapi juga terhadap semua yang terlibat dalam aktivitas tersebut mulai dari penjual atau pengedarnya, serta pabrik yang memproduksi sabu.

 

 

Ketiga, negara wajib memberikan pendidikan gratis dan berkualitas kepada seluruh masyarakat agar kepribadian Islam bisa terwujud. Rakyat akan mendapatkan pengetahuan sehingga dapat memahami mana yang baik dan buruk serta konsekuensinya jika mereka melakukan pelanggaran.

 

 

Dengan pendidikan berbasis akidah Islam yang ditanamkan negara akan menjadikan rakyat memahami bahwa tujuan hidup mereka bukanlah untuk memenuhi hawa nafsunya dan bersenang-senang. Tetapi, untuk beribadah kepada Allah SWT. Serta menggapai rida-Nya dengan cara melaksanakan seluruh perintah Allah SWT. dan menjauhi larangan-Nya.

 

 

Khatimah

Memutus jaringan sabu dan narkoba tidak mampu dilakukan oleh sistem yang rusak, yaitu kapitalisme. Meski satu jaringan berhasil terungkap, akan tetapi masih banyak jaringan lainnya yang belum terungkap bahkan bisnis barang haram ini semakin menggurita. Solusi hakiki untuk mengatasi persoalan di atas adalah dengan diterapkan Islam secara kaffah dalam bingkai negara. Karena dengan ketakwaan yang dibentuk negara baik individu dan masyarakat serta sanksi yang tegas, mampu mengurai kejahatan sabu dan masyarakat tidak akan memperjualbelikan barang haram tersebut. Wallahu a’lam bishshawab

Please follow and like us:

Tentang Penulis