Al-Zaytun, Duri di Tengah Pesantren Indonesia

Oleh: Muflihatul Chusnia

Lensamedianews.com, Opini- Sampai hari ini kasus Al-Zaytun masih jadi berita hangat. Berawal dari viralnya shaf sholat saat Hari Raya Idulfitri yang ikhtilat sampai statement bahwa Al-Qur’an bukan firman Allah SWT melainkan qaul Rasul, dan masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan yang disampaikan langsung oleh Panji Gumilang selaku pengasuh ponpes Al-Zaytun.

Bagi orang tua merupakan kegalauan dan kekhawatiran tersendiri, untuk memasukkan anak ke pesantren atau lembaga pendidikan. Butuh kualifikasi, keseriusan khusus, ekstra hati- hati dan ketelitian. Karena pesantren merupakan lembaga pendidikan atau tempat untuk menimba ilmu, memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam (tafaqquh fiddin).

Harus mencari banyak informasi dari pesantren termasuk basic sang pemimpin. Mulai dari bertanya pada saudara sampai mencari di Google. Juga harus mengetahui kitab apa yang dikaji, bagaimana kurikulum pendidikannya, sanksi apa yang diberikan jika ada santri yang melanggar, dan lain-lain.

Kalau kita tidak mengetahui latar belakang sebuah pesantren, tidak tahu siapa pendiri dan pengasuhnya, bisa-bisa kita menjerumuskan anak kita pada kesesatan, akan merusak akidah anak kita. Seperti halnya yang terjadi saat ini pada kasus Al-Zaytun sampai mempunyai kurang lebih 7000 santri.

Ternyata Al-Zaytun pernah tercatat sebagai pesantren terbesar, termegah, dan termodern se-Asia Tenggara.(kompas.com, 30/6/2023).

Al-Zaytun sudah berdiri puluhan tahun tapi mengapa baru diusut sekarang? Ada apa sebenarnya?

Pada tahun 2012 MUI sudah melakukan investigasi atas penyimpangan yang ada di Al-Zaytun, bahkan banyak pejabat negara yang berkunjung ke sana. Namun pemerintah seakan-akan mendiamkan. Tidak melakukan tindakan apapun. Terbukti Al-Zaytun tetap beroperasi sampai saat ini.

Dalam Islam, orang tua wajib menjaga dan melindungi anak-anaknya dari segala macam marabahaya, baik bahaya secara fisik atau pemikiran. Karena anak adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

Padahal dalam masalah pendidikan, orang tua tidak bisa mendidik sendiri. Pasti butuh lembaga, yayasan atau madrasah untuk menunjang pendidikan mereka. Di sinilah peran negara dibutuhkan untuk melindungi akidah umat, akidah santri. Termasuk salah satu kewajiban negara yang paling utama adalah menjaga keyakinan umat Islam, melindungi generasi Islam. Karena untuk mendirikan sebuah lembaga, yayasan ataupun madrasah itu harus ada izin dari pemerintah (negara).

Maka dari itu pemerintah mempunyai andil besar dalam memberi izin atau tidak pada sebuah lembaga, yayasan ataupun madrasah. Sehingga semua pesantren di negeri ini aman dan jauh dari kesesatan.

Munculnya aliran sesat di Indonesia merupakan bukti nyata bahwa negara tidak hadir dalam menjaga dan melindungi akidah umat. Yang sejatinya aliran sesat sangat berbahaya, karena ini menyangkut  perkara akidah umat Islam. Sehingga akhirnya banyak umat yang menyimpang dari akidah Islam yang lurus bahkan sampai murtad. Na’udzubillah mindzalik.

Dan bahkan sampai saat ini pun negara tidak segera mengambil tindakan tegas atas kasus Al-Zaytun yang sudah jelas-jelas menyimpang. Ini semua dikarenakan negara kita menganut demokrasi sekularisme. Yang pada hakikatnya adalah sesat, agama harus dipisahkan dari kehidupan, dari urusan negara. Jadi jika ada masyarakat yang mudah pindah agama, tidak peduli meskipun sampai murtad atau menganut aliran sesat.

Padahal adanya lembaga pendidikan atau pesantren memiliki tujuan yang sama yaitu mengajarkan santri atau generasi dengan Islam yang lurus mencetak generasi Qur’ani, generasi berani ber-amar ma’ruf nahi munkar, mencetak generasi tangguh dalam Islam kaffah (tafaqquh fiddin). Itulah harapan semua orang tua muslim.

Pemikiran demokrasi sekuler inilah yang memunculkan ide Islam moderat atau moderasi Islam yang mempunyai empat indikator moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi,  antikekerasan, dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal karena Indonesia mempunyai banyak kultur dan agama.

Maka dari itu hanya Islam agama yang benar. Sistem Islam adalah solusi seluruh problematika umat, termasuk masalah aliran sesat. Kewajiban negara untuk menjaga akidah umat agar tetap pada apa yang Rasulullah sampaikan.

“Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).

Rasulullah saw. juga menyampaikan bahwa, “Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Betapa besar tanggung jawab negara terhadap rakyatnya, tidak boleh abai. Harus segera mengambil tindakan tegas terhadap para penista agama. Namun bagaimana tanggung jawab bisa terlaksana jika negara mengadopsi
hukum sekularisme dengan ide moderasi Islam yang intinya pluralisme?

“Santri butuh Islam sebagai nafas, bukan demokrasi sekuler.”

Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]

Please follow and like us:

Tentang Penulis