Kok Bisa Ada Kasus Antraks?

Oleh : Safira Luthfia

 

Lensa Media News- Antraks Terjadi di Gunung Kidul, Apa itu?

Kabar pilu nan miris hadir dari Dusun Jati, Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta. Ditemukan 3 orang meninggal akibat menyembelih daging hewan yang terinfeksi bakteri Bacillus anthracis. Sebelumnya ditemukan 3 sapi yang terinfeksi virus Antraks, 1 diantaranya sudah dikubur. Akan tetapi, warga menggali kubur sapi tersebut dan menyembelihnya serta membagikannya untuk dikonsumsi.

Antraks sendiri adalah penyakit bakterial bersifat menular akut pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Penyakit ini bersifat zoonosis, yang artinya dapat ditularkan melalui hewan kepada manusia, tidak bisa menular antara sesama manusia (pertanian.kulonprogo).

Menurut riset, virus Antraks ini mampu bertahan selama puluhan tahun jika berada di dalam tanah, dan akan membentuk spora jika berada di udara. Virus ini bisa menginfeksi ternak jika makanan yang mereka konsumsi terkontaminasi spora tersebut. Sehingga akan menyebar dengan cepat di dalam tubuh.

Oleh karena itu, hewan yang terinfeksi virus Antraks ini tidak boleh dibedah, apalagi dikonsumsi. Karena akan menginfeksi tubuh orang yang membedah atau memakannya.

 

Mengenal Tradisi ‘Brandu’ atau ‘Purak’

Tradisi Brandu atau Purak yang diduga sebagai penyebab penyebaran virus Antraks adalah sebuah tradisi menyembelih daging hewan yang mati atau sakit yang nantinya akan dibagikan ke warga. Tradisi ini diketahui telah lama berlangsung di Gunung Kidul, alasan bentuk kepedulian terhadap peternak yang kehilangan hewannya mengesampingkan bahaya yang besar akibat penyembelihan ini.

Selain itu dilihat dari faktor lain berupa kondisi ekonomi para warga yang berada di kawasan tersebut. Seperti yang kita ketahui harga daging di pasar tidak bisa dibilang terjangkau bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Sehingga menyembelih ataupun mengkonsumi daging hewan yang sudah mati atau sakit menjadi salah satu alternatif terbaik karena harganya terjangkau.

Tradisi inilah yang membuat kasus Antraks terus bermunculan di Gunung Kidul, Yogyakarta. Dan tak hanya di Yogyakarta tradisi ini berjalan. Di tempat lain, juga terdapat hal serupa. Walaupun memang tak semua hewan ternak yang sakit terkena virus Antraks, namun tradisi ini jelaslah bukan suatu hal yang baik.

 

Benarkah Ini adalah Tradisi yang Salah?

Sudah jelas dalam Islam bahwa tradisi ini adalah tradisi yang salah dan tidak baik menurut hukum syara. Dalam Islam, dijelaskan bahwa makanan yang kita konsumsi haruslah halal dan thayyib. Halal yang artinya bukan sesuatu yang haram, atau didapat dengan cara haram. Thayyib artinya baik, artinya tidak mengandung madharat bagi pengonsumsi.

Hewan yang sakit, sudah jelas bukanlah hewan yang thayyib untuk dikonsumsi meskipun dia adalah hewan yang halal. Apalagi hewan yang sudah mati, maka hewan tersebut sudah berstatus haram untuk dimakan. Karena Allah melarang manusia untuk memakan bangkai. Dan hewan yang mati bukan karena penyembelihan yang sesuai syara disebut bangkai.

 

Solusi Islam Terhadap Permasalahan Ini

Islam memandang bahwa makanan yang merupakan hal pokok adalah sesuatu yang sudah ditanggung oleh negara. Sehingga negara Islam wajib memastikan seluruh lapisan masyarakatnya mendapat makanan yang diperlukan. Sehingga jika dikembalikan kepada masalah tidak adanya uang untuk membeli daging, maka negara Islam sudah pasti akan mengatasinya dengan baik. Dengan menyediakan daging dan bahan pangan lainnya untuk setiap penduduknya.

Hal ini menjadi bukti jelas kegagalan negara dalam meriayah rakyatnya. Sampai sesuatu yang remeh tentang kebutuhan pokok rakyatnya saja terlewat. Karena manjadi sebuah keharusan bagi negara untuk meriayah rakyatnya berdasarkan HR. Bukhori yang berbunyi “Setiap imam adalah ra’in (periayah), dan setiap pemimpin akan ditanya tentang peri’ayahannya.”

Dari sini dapat ditarik kesimpulan, yaitu satu-satunya jalan agar menghentikan kasus serupa terjadi di negara ini adalah dengan mengubah sistem yang dijadikan patokan di negeri tersebut. Karena dengan adanya sistem yang benar, maka akan lahir peraturan dan sanksi yang benar juga. Dari situ akan timbullah kesejahteraan dan hilanglah kesengsaraan serta kerusakan.

Maka dari itu mendakwahkan kebenaran sistem Islam merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap umat muslim. Dari dakwah tersebut akan menyadarkan masyarakat akan wajibnya dan pentingnya menjalankan syariat Islam. Sehingga akan lenyap segala kerusakan yang bersumber dari hawa nafsu manusia.

Wallahu a’lam.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis