Islamofobia Kembali Terjadi, Tidak Ada Solusi
Oleh: Zhiya Kelana, S.Kom.
(Aktivis Muslimah Aceh)
(Aktivis Muslimah Aceh)
Lensa Media News – Lagi dan lagi pelecehan terhadap Islam kembali terjadi, kali ini terjadi di bawah pengawasan ketat polisi Stockholm, Salwan Momika, seseorang dengan usia 37 tahun yang melarikan diri ke Swedia beberapa tahun lalu, pada Rabu (28/6) dia menginjak-injak Al-Qur’an sebelum membakar beberapa halamannya di depan masjid terbesar di Stockholm. Polisi telah memberinya izin untuk melancarkan protes itu sesuai dengan perlindungan kebebasan berbicara, tetapi kemudian mengatakan telah membuka penyelidikan atas pembakaran Al-Qur’an yang memicu kemarahan di seluruh dunia muslim itu. Peristiwa itu terjadi saat umat Islam di seluruh dunia sedang memperingati Hari Raya Iduladha. (VoaIndonesia.com)
Irak pada hari Kamis meminta Swedia untuk mengekstradisi seorang pria Irak yang dilaporkan membakar Al-Qur’an di luar masjid Stockholm minggu ini.
“Ketua Dewan Peradilan Tertinggi, Faiq Zidan, memerintahkan kembalinya Salwan Momika, yang dikatakan berasal dari Irak, agar dia dapat diadili sesuai dengan hukum Irak,” kata laporan media setempat seperti dikutip dari New Arab, Sabtu (1/7/2023). (Sindonews.com)
“Ketua Dewan Peradilan Tertinggi, Faiq Zidan, memerintahkan kembalinya Salwan Momika, yang dikatakan berasal dari Irak, agar dia dapat diadili sesuai dengan hukum Irak,” kata laporan media setempat seperti dikutip dari New Arab, Sabtu (1/7/2023). (Sindonews.com)
Sungguh aneh, setelah mengizinkan kemudian akan diproses hukumnya. Bukankah ini sangat membingungkan? Kenapa tidak dicegah sedari awal? Apakah karena hak kebebasan yang dibanggakan oleh kapitalis yang menjadikan mereka begitu berani untuk melecehkan agama lain. Bukankah ini menunjukkan betapa mereka tidak bisa mengakui toleransi itu sendiri, apalagi saat itu umat muslim sedang merayakan Iduladha.
Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional (HLNKI), Sudarnoto Abdul Hakim, mengatakan pemerintah Swedia harus segera merespons kecaman dunia soal aksi pembakaran Al-Qur’an yang dilakukan oleh warga negaranya.
“Apabila Pemerintah Swedia tidak merespons kecaman dari berbagai negara, termasuk Indonesia, maka dengan sendirinya kepercayaan internasional akan merosot,” kata Sudarnoto dilansir dari situs resmi mui.or.id, (30/06/2023).
Dan lebih aneh lagi jika kemudian kita sebagai seorang muslim hanya diam saja atas pelecehan yang terjadi, seolah cukup terima saja apa yang terjadi. Seperti kata beliau, ini cukup membuktikan bahwa dengan pelecehan itu tidak akan membuat kita jatuh dan rapuh, jadi kita tidak perlu marah-marah, sekedar mengecam saja sudah cukup.
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Profesor Komaruddin Hidayat, ikut merespons aksi pembakaran Al-Qur’an tersebut.
“Al-Qur’an tidak akan hilang dan tetap hidup dalam perjalanan sejarah manusia,” katanya kepada BBC News Indonesia, Jum’at (30/6).
Pembakaran Al-Qur’an kembali terjadi tanpa ada sikap tegas kaum muslimin dan pemimpinnya. Seolah tidak ada satu pemimpin pun yang menunjukkan pembelaan yang hakiki, dan mencukupkan diri dengan mengecam tanpa tindakan nyata. Mereka tidak berani melakukan apa pun, karena para pemimpin lemah dan bertekuk lutut di bawah kekuasaan negara adidaya. Sehingga hanya kecaman tanpa aksi yang selalu terjadi, untuk perkara yang tak pernah bisa diselesaikan dan akan terus terjadi di sepanjang waktu. Dan hal ini akan memicu kericuhan dan kemarahan umat.
Dalam kelemahan sistem ini, kita menyadari bahwa tidak ada yang lebih baik daripada sistem Islam yang menjadikan negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab menjaga agama dan Al-Qur’an, dan mengajarkan kepada rakyat untuk menunjukkan pembelaannya. Mereka dididik untuk segera bangkit jika terjadi sesuatu terhadap agamanya, mereka harus menjadi yang terdepan untuk membelanya, membuktikan cinta dan ketakwaannya kepada Allah. Wallahu a’lam.
[LM/Ah]
Please follow and like us: