Negara Abai dengan Legalkan Pernikahan Beda Agama


Oleh: Nayla Shofy Arina (Pegiat Literasi)

 

LensaMediaNews__Polemik seputar pernikahan beda agama kembali menuai perhatian publik, mengingat masih adanya beberapa permohonan untuk memberi izin pernikahan beda agama. Salah satu jalan yang ditempuh para pelaku nikah agama yaitu melalui hukum agar pernikahan mereka sah dan diakui negara. Pelakunya pun beragam mulai dari masyarakat biasa hingga publik figur.

 

 

Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan permohonan perkawinan pasangan beda agama. Permohonan itu disampaikan JEA (mempelai laki-laki) beragama Kristen dan SW (mempelai perempuan) beragama Islam. Selain berdasarkan Undang-Undang Adminduk, hakim juga mendasarkan putusannya pada alasan sosiologis yaitu keberagaman masyarakat.

 

 

Perwakilan Humas PN Jakarta Pusat, Jamaludin Samosir mengatakan pasangan beda agama memang bisa mendaftarkan pernikahannya di PN Jakarta Pusat dengan mengajukan permohonan izin nikah. (CNNIndonesia.com/27/6/2023).

 

Pandangan Islam

Maraknya pernikahan beda agama semakin menunjukkan lemahnya taraf berpikir masyakarat, karena masyarakat tidak lagi menjadikan standar perbuatan sesuai aturan agama, melainkan memilih mengagungkan hak asasi manusia yang menganut kebebasan.

 

 

Propaganda sekuler-liberal berhasil membentuk manusia berlaku bebas dalam berperilaku, salah satunya praktik pernikahan beda agama. Standar kebahagiaan dinilai ketika mampu terpenuhi baik materi ataupun hawa nafsu, bahkan rela menabrak aturan agama. Lebih parahnya lagi jika pelakunya adalah muslim-muslimah.

 

 

Pernikahan beda agama adalah upaya pelegalan perzinahan. Meski disahkan negara, namun dalam Islam selama kehidupan pernikahan itu, perbuatan mereka tergolong sebagai aktivitas zina. Islam sudah sangat jelas memberi peringatan, Allah SWT berfirman:
“Janganlah kalian menikahi para wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak wanita mukmin lebih baik dari wanita musyrik walaupun dia menarik hati kalian. Jangan pula kalian menikahkan kaum musyrik (dengan para wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hati kalian. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya…” (QS Al-Baqarah [2]: 221).

 

 

Perkara yang sudah Allah SWT tetapkan hukumnya haram, tetaplah haram, sekalipun seluruh manusia melakukannya, tidak lantas menjadikan hukumnya berubah. Sebab Allah SWT yang berhak menetapkan hukum dan manusia memiliki kewajiban untuk taat.

 

 

Namun, seiring berjalannya waktu, tanda akhir zaman mulai nampak yakni pelegalan perzinahan melalui pernikahan beda agama. Awalnya tabu dan ditolak tegas, tapi perlahan dianggap normal dan wajar karena mulai mendapat dukungan orang banyak, serta dukungan kebijakan negara berupa undang-undang yang membuat siapa pun bebas melakukan. Hal ini tentunya akan menjadikan sistem sekuler-liberal tetap eksis.

 

 

Fakta ini mengingatkan kita akan sabda Rasulullah saw bahwa berpegang teguh pada agama yang benar di akhir zaman seperti menggenggam bara api. Seorang muslim harus menundukkan hawa nafsunya ketika dihadapkan dengan syariat sebagai wujud keimanan kepada Allah SWT yakni senantiasa patuh terhadap aturan yang ditetapkan. Jikalau ada yang dilanggar akan berdampak buruk pada kehidupannya.

 

 

Sebagaimana kasus pernikahan beda agama, bagaimana mungkin bisa membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah serta keturunan salih dan salihah jika dasarnya saja sudah salah. Yang pastinya jika jauh dari agama makan akan jauh dari keberkahan dan kebahagiaan.

 

 

Islam mencegah nikah beda agama, karena bertujuan menjaga akidah umat muslim. Pernikahan lelaki non-muslim dengan wanita muslimah ataupun sebaliknya tetap diharamkan. Jika negeri ini menerapkan hukum Islam, tentunya negara akan menjaga rakyatnya agar tetap dalam ketaatan kepada seluruh syariat Allah SWT, menjadikan rida Allah SWT di atas segala-galanya yang menjadi sumber kebahagiaan hakiki. Inilah konsekuensi keimanan seorang muslim yaitu senantiasa menjadikan dirinya terikat dengan hukum-hukum yang Allah SWT tetapkan.

 

 

Oleh karena itu, jika umat sudah menyadari bahwa aturan Allah SWT sangat penting, maka mereka memahami pernikahan bukan hanya sekedar cinta dan luapan nafsu semata, melainkan sebagai wujud kepatuhannya terhadap Allah SWT. Karena di balik itu semua ada keberkahan dan kebaikan di masa yang akan datang.

 

 

Demikianlah Islam mengatur seluruh problem kehidupan, namun mekanisme itu hanya bisa terwujud dalam institusi penerapan sistem Islam Kaffah (Khilafah Islamiyah). Semoga saja sistem Islam kembali tegak. Wallahu a’lam bishshowab

Please follow and like us:

Tentang Penulis