Korupsi Minyak Goreng, Kian Menjadi di Negeri Oligarki!
Oleh : Nurul Hariani S.Pd
(Aktivis Muslimah dan Pendidik)
Lensa Media News – Gemah Ripah Loh Jinawi, begitulah Julukan yang diberikan Negeri yang memiliki masyarakat dan wilayah yang subur dan makmur dalam bahasa Jawa. Negeri memiliki SDA yang melimpah ruah dari Sabang hingga Marauke. Semua tanaman hampir seluruh bisa hidup di dalamnya, lautan luas, lahan tambang banyak, termasuk lahan yang ditanami kelapa sawit. Bahkan salah satu negara terbesar penghasil kelapa sawit terbesar di dunia menurut data dari United State Departement of Agriculture (USDA) , yang mana bisa menghasilkan 45,5 juta Metrik Ton (MT) Pada periode 2022/2023. (Indonesiabaik.id)
Namun, sangat disayangkan , para SDM nya tidak dapat mengelolanya dengan baik. Sebagaimana mestinya, dengan kondisi seperti ini seharusnya dapat membawa kesejahteraan bagi negara dan masyarakat itu sendiri, namun hasilnya tidak sesuai, yang ada semakin berbanding terbalik dan di luar nalar yang diharapkan masyarakat. Semakin banyaknya kejahatan dan menyalahgunakan kesempatan ini, yaitu banyaknya kejahatan tindakan korupsi yang dilakukan di negeri ini. Permasalahan ini tidak terjadi sekali saja, namun sudah sering terjadi dari tahun ketahun.
Mari kita cermati. Pada April 2022, Jaksa Agung RI saat itu mengumumkan empat orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO/minyak sawit mentah) dan turunannya. Dari pengembangan penyidikan, pengadilan memutuskan lima terdakwa terbukti bersalah. Kejagung RI juga menetapkan tiga perusahaan besar sebagai tersangka kasus yang sama. Pengadilan menilai ketiganya, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, sebagai perusahaan yang menikmati hasil korupsi yang dilakukan oleh para pemimpinnya. (Tempo, 17-6-2023).
Praktik korupsi minyak goreng sesungguhnya bukanlah hal baru. Sebelum ada indikasi mafia minyak goreng setahun lalu, aktivitas kongkalikong (kerjasama) antara pejabat terkait dan perusahaan besar memang sudah terjadi. Hanya saja, kasus ini baru terungkap ketika masalah mulai menumpuk dan menyebabkan kelangkaan parah di tengah masyarakat. Saat terjadi kelangkaan pada 2022, banyak pihak memprediksi ada mafia yang bermain di sini. Setelah pengusutan yang cukup lama, terbukti beberapa perusahaan besar memainkan perannya demi keuntungan pribadi. Dari kasus ini, kita belajar bahwa korporasi ternyata dapat memengaruhi kebijakan. Mereka adalah para oligarki yang dengan uangnya dapat membeli apa saja. Bagi mereka, semua tidak ada artinya kecuali, keuntungan untuk perusahaan semata. Berbagai peristiwa ini nyatanya semakin meyakinkan kita dan memperlihatkan betapa bobroknya para pejabat yang mendapat amanah. Mereka mudah tergiur dengan iming-iming uang atau fasilitas lainnya, lupa dengan tanggung jawab yang diamanahkan di pundaknya.
Munculnya kasus korupsi minyak goreng ini merupakan akibat dari penerapan aturan yang bersandar pada kapitalisme. Ide sekularisme menjadi acuan dalam berbagai kebijakan. Sekularisme yang diterapkan dalam sistem ekonomi, sistem pemerintahan, hingga pendidikan, membuat masyarakat terbiasa memandang sesuatu tanpa arahan agama. ide materialisme yang menjadi acuan kapitalisme dalam mencapai kepuasan. Semua hal dinilai baik manakala menghasilkan materi dan kesenangan. Ide ini masuk ke seluruh kancah kehidupan. Hasilnya, tidak peduli caranya benar atau salah, masyarakat lebih mementingkan keuntungan. Dalam Islam sangat tegas terkait pengelolaan SDA.
Minyak goreng—dalam hal ini berasal dari CPO—termasuk kekayaan alam yang dibutuhkan masyarakat sehingga pengelolaannya tidak boleh diprivatisasi. Negaralah yang berhak mengelola dan memberikan hasilnya kepada rakyat secara sebaik-baiknya. Dengan demikian, jika negara ingin mengembalikan kepercayaan rakyat dan membersihkan seluruh bidang dari korupsi, hanya sistem Islam jawabannya. Dan pelaku kejahatan korupsi mendapatkan hukuman yang sebanding dan memberi efek jera agar tidak melakukan kejahatan lebih banyak lagi. Maka tak ada solusi yang hakiki selain Islam.
Wallahua’lam bishawab.
[LM/nr]