Korupsi di Mata Islam dan Solusinya

Oleh: Leora Andovita

 

Lensa Media News – Korupsi telah terjadi dari masa ke masa, sebelum Masehi sampai Milenium bagaikan kisah yang abadi. Praktik korupsi sudah terjadi sejak zaman peradaban kuno di Mesir, China dan Yunani. Di Indonesia sendiri korupsi terjadi sejak zaman Hindia Belanda dan berlanjut sampai sekarang. Kini tingkat korupsi di Indonesia pun memprihatinkan. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2022 mencatat Indonesia berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei dan menempatkan Indonesia negara terkorup kelima di Asia Tenggara. Berbagai kasus korupsi besar terjadi di Indonesia, dan yang paling miris adalah korupsi ini terjadi di lembaga pemberantas korupsi.

Menkopolhukam, Mahfud MD, mengemukakan tentang temuan pungli sebesar Rp. 4 miliar di rutan KPK. Dugaan pungli tersebut berupa penyuapan, gratifikasi dan pemerasan kepada tahanan KPK untuk mendapatkan keringanan serta akses penggunaan alat komunikasi. Meruaknya kasus ini ke permukaan membuat KPK lebih sigap dalam membenahi lembaganya. Baik dalam skala kecil maupun besar, buruknya dampak yang diakibatkan oleh korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Bukan tanpa alasan, korupsi dapat menyebabkan kerusakan yang besar dan meluas karena korupsi dilakukan secara sistemik, kompleks, dan terencana. Akibat yang ditimbulkan diantaranya kerugian keuangan negara yang mengancam kestabilan ekonomi, pelanggaran hak sosial dan ekonomi masyarakat. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindak korupsi yakni lemahnya iman, kurangnya akhlak dan moral, lemahnya penegakan hukum, serta lingkungan yang mendukung. Pelakunya berasal dari berbagai kalangan dengan motif finansial. Bahkan tidak jarang pelakunya adalah profesional dan aparatur negara sehingga tindakan korupsi disebut juga white collar crime atau kejahatan kerah putih.

Islam memandang tindakan korupsi sebagai perbuatan haram karena bertentangan dengan prinsip maqasid al-shari’ah atas empat alasan. Pertama, perbuatan korupsi adalah perbuatan curang dan menipu yang merugikan negara atas nama rakyat. Kedua, praktik korupsi merupakan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu. Ketiga, perbuatan korupsi adalah perbuatan zalim karena kekayaan negara ialah harta publik. Keempat, korupsi termasuk kategori dengan perbuatan sekongkol memberikan fasilitas negara kepada yang tidak berhak melalui ‘deal-deal’ atau praktik pelobian politik seperti penyuapan.

Dalam sejarah politik Islam, praktik korupsi telah ada sejak zaman Rasulullah. Pada periode ini muncul istilah ghulul (penggelapan), suht atau risywah (penyuapan) dan pemberian yang tidak sah kepada para pejabat (hadaya al’ummal). Berbagai upaya dilakukan untuk memberantas korupsi selama masa kepemimpinan Islam. Umar bin Khattab (634-644 M) menerapkan kebijakan reversal burden of proof atau sistem pembuktian terbalik. Ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz (661-750 M) memimpin, para pejabat dan penguasa yang melakukan praktik korupsi tidak segan-segan dipecat kemudian semua harta masyarakat yang diakui dan digunakan oleh para penguasa zalim dikembalikan kepada yang berhak. Lain halnya di masa Daulah Abbasiyah (750-1258 M), Jafar Al-Mansur mendirikan badan yang bertugas menangani persoalan korupsi dan suap yang melibatkan pejabat pemerintah.

Demikian itu sederet contoh tindakan pemberantasan korupsi di masa Daulah Islamiyah. Pemberantasan korupsi bukanlah hal yang dapat dilakukan secara individu, dibutuhkan juga kontrol masyarakat dan peran negara. Dalam Islam hal ini menjadi lebih mudah dan tegas dilakukan karena negara dan masyarakatnya dibangun diatas dasar ketakwaan, hukum yang digunakan adalah hukum syariah. Dengan diberlakukannya hukum Islam seutuhnya maka umat akan terlindungi dari segala bentuk pelanggaran dan kemaksiatan.

Wallahu a’lam bish-shawab. 

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis