Pimpinan Baru Kemenag, Jalan Nyata Moderasi?
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSa Media News–“Cium Kening Paus Dahulu, Berlabuh di Pimpinan Kemenag Kemudian”, sebuah seloroh nakal muncul saat Imam Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar resmi menjabat sebagai Menteri Agama (Menag) Periode 2020-2024, menggantikan Yaqut Cholil Qoumas.
Tak berlebihan, pasalnya jejak digital beliau cukup kontroversional, seperti menghadirkan Dr. Ari Gordon dari American Jewish Committee (AJC) sebagai dosen tamu di acara “Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal bulan Juli lalu, AJC sendiri menegaskan sebagai organisasi yang sangat pro Yahudi Zionis.
Meski acara dibatalkan, kemudian Nasarudin mengklarifikasi bahwa beliau tidak tahu menahu soal acara tersebut namun artikel bertanggal 1 Maret 2024 di Website AJC mengungkapkan hal yang berbeda, Nazaruddin Umar ternyata pernah menerima beasiswa dari AJC dan Jewish Theological Seminary (JTS) di Amerika (Merdeka.com, 21-7-2024).
Imam Shamsi Ali, pendakwah di AS, mengatakan, Nazaruddin mengikuti pendidikan secara intensif selama enam pekan di Amerika pada Desember 2023.
Serah terima jabatan berlangsung di Kantor Pusat Kementerian Agama RI, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (21-10-2024). Baik Nasaruddin Umar maupun Yaqut Cholil Qoumas saling memuji kinerja dan kepribadian masing-masing.
Yaqut mengatakan treknya sudah benar, sebab Nasaruddin Umar pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Agama RI periode 2011-2014 dan sebagai Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag. Nasaruddin adalah anugerah bagi kemenag karena bukan menteri kaleng-kaleng. Yaqut yakin Kemenag ke depannya akan lebih baik (republika.co.id, 21-10-2024).
Nasaruddin Umar juga turut mengapresiasi kepemimpinan Gus Yaqut sebagai Menag ke-24. Selain muda, juga memiliki human relation yang sangat baik. Capaian Kemenag di bawah kepemimpinan Gus Yaqut terbukti mampu menjaga kedamaian dan kesejukan kehidupan umat beragama di Indonesia, stabil hingga tidak lagi ditemukan gejolak yang besar.
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Al-Washliyah sekaligus Ketua Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Masyhuril Khamis menyampaikan selamat untuk Menteri Agama (Menag) Prof KH Nasaruddin Umar dan Wakil Menteri Agama (Wamenag) Muhammad Syafii.
Kiai Masyhuril berharap, Imam Besar Masjid Istiqlal itu dapat lebih menyejukkan dan menenangkan umat.”Kondisi ke depan Kementerian Agama sangat strategis terutama untuk menata ulang nilai-nilai spiritual anak bangsa,” (Republika.co.id,21-10-2024).
Kiai Masyhuril selain meminta agar menag menambah jam pelajaran agama juga bisa mengayomi dan bersikap adil kepada semua ormas, semua punya peran terhadap negeri, apalagi ormas yang lahir sebelum kemerdekaan Indonesia.
Bisakah Kita Berharap Nasib Umat Islam Akan Lebih Baik?
Serah terima jabatan ini menyusul selesainya masa tugas Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan diteruskan oleh Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto.
Ada yang menarik dari perkataan menteri agama kita yang baru, bahwa kemenag lama di bawah pimpinan Yaqut, tak ada gejolak besar dan dianggap prestasi, lantas apa sebenarnya fungsi kemenag, apakah penjaga gejolak, padahal mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Apakah itu sama dengan mengatakan kaum muslim dan Islamlah trouble makernya?
Sungguh! kaum muslim yang sadar harus terus berjuang memenangkan Islam agar bisa diterapkan secara menyeluruh. Tidak hanya dari sisi ” keagamaan” tapi juga ekonomi, pendidikan, pemerintahan, kesehatan, sosial, keamanan dan lainnya. Kapitalisme demokrasi hari ini meniscayakan mendudukkan sosok yang tidak hanya tidak kapable di bidangnya, namun juga pemikirannya telah terkooptasi sekulerisme.
Yang ditata dan dirancang dalam setiap kebijakannya hanyalah Islam dalam aspek ibadah ritual, yang mayoritas tak terlalu gaduh, sedangkan yang urgen adalah aspek politik, yaitu pengaturan urusan umat dengan syariat samasekali tak masuk hitungan. Malah cenderung kontradiktif dengan syariat Islam itu sendiri.
Padahal, Kemenag semestinya menjadi garda terdepan membela Islam di dalam negeri maupun di luar. Sebab komposisi kemenag adalah para ulama, tentunya paling paham bahwa Islam tak mungkin direndahkan, dinistakan bahkan dianggap tak layak menjadi idiologi negara.
Tapi inilah yang harus kita hadapi, jelas moderasi beragama masih akan terus diarusutamakan, berganti pimpinan bisa jadi malah semakin gencar pengarusutamaannya. Terbukti perlakuan mereka lunak kepada kafir , sebaliknya kasar dan zalim kepada saudara seakidah. Kedamaian dan kesejukan beragama, hanyalah mantra sesat yang berusaha diembuskan agar kaum muslim lalai terhadap kewajiban Fardu khifayah yang ada di pundaknya.
Allah Swt. berfirman yang artinya,”Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan. Sungguh ia musuh yang nyata bagimu“(TQS al-Baqarah:208). Perintah itu belum gugur ketika kita masih mempertahankan kapitalisme demokrasi. Wallahualam bissawab. [ LM/ry ].