Izin Kampus Dicabut, Negara Jadi Kalang Kabut


Oleh: Mila Roza
(Pelajar di Pekanbaru, Riau)

 

 

LensaMediaNews__Berita mengejutkan datang dari beberapa perguruan tinggi swasta yang diketahui sudah dicabut izin penyelenggaraannya oleh pemerintah pusat. Terdapat 23 perguruan tinggi yang telah resmi dicabut izinnya oleh pemerintah pusat, dan sengaja tidak dipublish oleh pemerintah dengan dalih melindungi privasi mahasiswa dan alumni kampus tersebut.

Alasannya, dalam praktik perguruan tinggi swasta tersebut telah terjadi berbagai penyimpangan pendidikan yang berujung pada perolehan cuan bagi pihak-pihak kampus yang tidak bertanggung jawab. Salah satu penyimpangan tersebut yakni terjadi praktik jual beli ijazah, penyelenggaraan kuliah fiktif, penyalahgunaan pemberian beasiswa KIP dan sebagainya.

Dengan adanya peristiwa pencabutan izin tersebut secara tidak langsung membuktikan adanya kapitalisasi dari para pemilik modal yang menginvestasikan uangnya pada dunia pendidikan. Hingga tak jarang apabila pendidikan juga dipandang sebagai ajang bisnis. Tentu saja, orientasi dari praktik tersebut adalah materi. Hal ini merupakan buntut dari ketidakmampuan Negara dalam menyediakan pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Oleh karena itulah, pihak swasta yang menganggap ini sebagai ajang bisnis mulai berjamur menggantikan peran negara. Hingga tak jarang terjadinya praktik yang menyimpang sebagaimana yang disebut sebelumnya yang berujung pendidikan yang dikapitalisasi. Gejala ini jelas menyiratkan bahwa praktik kapitalisme itu sangatlah kental di negeri ini.

Peristiwa ini tentu saja menyalahi esensi dan mencederai tujuan dari penyelenggaraan pendidikan itu sendiri, yang seharusnya dapat mencerdaskan dan menjadikan kepribadian individunya taat dan jujur dalam menjalani kehidupan sebagai manusia. Bagaimana bisa mencerdaskan apabila kedua belah pihak sama-sama hanya ingin semaunya dan terkesan instan tanpa mengikuti prosedur pendidikan yang seharusnya berdampak pada individu tersebut.

Apabila hal ini terus dibiarkan, maka akan banyak individu-individu yang amatir yang akan memimpin. Biasanya, orang-orang yang hanya mempertuhankan materi seperti itu, mereka cenderung tidak kompeten dan tidak segan-segan untuk berbuat curang serta cenderung menghalalkan segala cara dalam mendapatkan sesuatu. Dari sana terlahirlah mental instan dan mindset ‘uang adalah segalanya’ artinya apapun urusan asal ada uang hidup bisa menang.

Praktik seperti di atas, sangat jauh sekali berbeda dengan fungsi adanya perguruan tinggi pada masa kekhilafahan Islam. Pendirian perguruan tinggi juga jauh dari penyelewengan sebagaimana yang terjadi pada hari ini. Sejarah sudah membuktikan bahwa hanya Islam sebagai agama sekaligus ideologi negara yang memiliki sistem pendidikan yang handal dan berkualitas tinggi serta murah bahkan gratis. Hal ini tentu saja karena didukung oleh sistem ekonomi dan politik Islam yang berorientasi penuh melayani rakyat dan berasaskan akidah Islam.

Alhasil, tak jarang dapat melahirkan cendikiawan yang dapat berkontribusi untuk menyebarkan syariat Islam khususnya dalam upaya penegakan amar makruf nahi mungkar. Buktinya saja melalui sistem Islam terlahirlah cendikiawan yang sangat berjasa sepanjang masa khususnya dalam kontribusi kehidupan umat manusia yakni seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Abbas Ibn Firnas, dan Hisyam Al-Hatsami, dan lainnya. Dan bukan hanya itu saja, mereka dicetak oleh sistem Islam bukan hanya jadi seorang ilmuan saja tetapi juga pribadi-pribadi yang juga unggul dalam bidang spiritual. Sebagaimana tujuan dari pendidikan Islam yang berupaya menghasilkan generasi umat terbaik, baik dalam kancah dunia maupun akhirat dengan kepribadian utuh yang dilandasi oleh ketaatan kepada Allah SWT.

Selanjutnya di antara tujuan yang hendak dicapai perguruan tinggi dalam potret pemerintahan khilafah yakni; Pertama, mencetak kepribadian Islam untuk menjadi pemimpin yang menjaga dan bermental melayani khususnya problem vital umat. Kedua, menghasilkan gugus tugas yang mampu melayani kepentingan umat dan mampu membuat gambaran strategis jangka pendek dan jangka panjang. Perguruan tinggi yang berada pada sistem Islam jelas jauh sekali dalam praktik kapitalisasi. Sebab semangat keilmuan dan tujuan yang dicapaipun jelas berbeda pula sehingga mampu menghasilkan generasi cemerlang.

Beda orientasi maka beda pula espektasi. Hari ini justru pendidikan yang dikapitalisasi hanya mampu mencetak manusia yang haus kekuasaan dan kepentingan pribadi. Maka, tak ada cara lain untuk kembali mencetak generasi yang unggul kecuali hanya dengan menerapkan sistem Islam.

Oleh karena itu, mari kita mengkaji kembali bahwa bahwa masih banyak syariat-syariat Islam yang belum kita kaji dan terapkan sehingga berujung pada resiko-resiko yang terkadang kurang memanusiawi. Perlu digaris bawahi apabila kapitalisasi masih eksis di bumi maka sudah jelas dan hakiki bahwa tidak ada tempat yang aman bagi penduduk bumi selain kembali kepada peraturan Sang Ilahi.

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis