Beauty 4.0 Melahirkan Generasi Insecure
Oleh: Yulweri Vovi Safitria
LensaMediaNews_Kecantikan identik dengan wanita, maka tidak heran segala pernak-pernik yang berhubungan dengan wanita menjamur di pasaran. Beragam kegiatan atau kontes kecantikan makin bertebaran dan didukung oleh industri kecantikan, seolah ajang tersebut menjadi penentuan cantik atau tidaknya seorang wanita.
Wajah cantik dan menarik merupakan sesuatu hal yang diidam-idamkan wanita. Bahkan kecantikan memiliki nilai jual tersendiri dan mampu mengalirkan pundi-pudi uang, sehingga tidak sedikit pula wanita berlomba-lomba untuk tampil cantik, demi eksistensi diri. Melakukan berbagai upaya agar terlihat cantik di mata manusia, meski harus melakukan operasi plastik. Alhasil, kecantikan diekploitasi demi cuan.
Beauty 4.0
Arus globalisasi dan keterbukaan informasi memberi dampak yang signifikan terhadap gaya hidup dan perilaku masyarakat khususnya generasi. Arus informasi pula yang mengkonstruksikan kecantikan diukur berdasarkan bentuk fisik yang menarik yakni kulit putih, hidung mancung, langsing, bermata bulat atau sipit, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, banyak generasi muda yang insecure dengan bentuk fisiknya sehingga terbuai oleh berbagai produk fast beauty yang menawarkan cantik secara instan, tetapi mengabaikan kesehatan dan keamanan.
Hal ini wajar terjadi dalam sistem hidup liberal kapitalisme yang tidak memiliki standar dalam bertingkah dan berperilaku. Setiap orang bebas untuk mengeskplor dirinya dan dilindungi oleh aturan yang ada meskipun bertentangan dengan agama. Bahkan difasilitasi dengan dalih penyaluran bakat dan menunjukkan potensi diri yang pada hakikatnya adalah agenda yang menguntungkan para pemodal dan pengusaha ataupun industri.
Padahal, standar kecantikan tersebut didesain oleh kapitalisme global serta didorong oleh teknologi dan informasi. Mereka diarahkan sesuai dengan konsep, pemikiran, budaya, dan gaya hidup kaum kapital untuk keuntungan industri yang mereka miliki. Kondisi generasi yang masih dalam pencarian jati diri serta akrab dengan gawai menjadi target untuk mengaruskan pemikiran sesat dan menyesatkan. Secara pelan-pelan mulai meninggalkan jati dirinya sebagai seorang muslim baik itu pemikiran, pakaian, dandanan, pergaulan, dan juga bertingkah laku.
Potensi pemuda pun dibajak. Mereka hanya sibuk memikirkan kecantikan dan bagaimana kecantikan tersebut mengasilkan pundi-pundi uang. Oleh karenanya, tidak sedikit dari generasi muda yang meninggalkan perannya sebagai agen perubahan, meninggalkan pendidikan bahkan meninggalkan agamanya sebagaimana fenomena hari ini. Seolah dengan cantik sudah bisa hidup enak, dengan cantik sudah bisa memiliki segalanya. Sungguh jauh dari idealisme seorang muslim sejati.
Budaya Konsumtif
Seseorang yang memandang bahwa cantik harus tampil menarik akan memiliki ambisi dan obsesi untuk terus berpikir bagaimana mempercantik diri. Melakukan perawatan dengan belanja ragam kosmetik, skincare, pemutih, pelangsing, hingga melakukan operasi plastik.
Antusiasme remaja terhadap kebutuhan kosmetik, menjadi sebuah peluang emas bagi industri kosmetik untuk memproduksi berbagai kosmetik secara cepat (fast beauty). Tayangan iklan yang begitu masif dan bintang iklan yang cantik versi industri kecantikan mempunyai daya tarik tersendiri di kalangan remaja. Oleh karenanya, kosmetik seolah menjadi gaya hidup sesuai dengan tuntutan zaman.
Tingkat konsumtif masyarakat yang tinggi ikut memberi andil dan menimbulkan berbagai perilaku yang tidak sehat yakni menumpuk harta, berburu diskon dan belanja, serta menjadikan skincare sebagai koleksi, sehingga mereka cenderung mengabaikan pemenuhan kebutuhan lain yang lebih penting. Sementara itu, masifnya iklan fast beauty berakibat pada tingginya permintaan masyarakat. Hal ini menjadi peluang bagi pengusaha nakal untuk memproduksi kosmetik ilegal yang beresiko tinggi terhadap kesehatan.
Cantik dalam Islam
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salehah.” (HR Muslim, no. 1467)
Dalam Islam, bentuk fisik manusia merupakan qada Allah SWT, dan tidak ada hisab atasnya. Namun, seseorang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT terkait bagaimana seseorang menggunakan fisiknya tersebut, apakah untuk beribadah dan taat kepada-Nya atau justru mengantarkannya pada maksiat.
Islam membolehkan seorang wanita untuk berhias dalam batas yang dibolehkan syarak, yakni tidak tabarruj dihadapan yang bukan mahramnya. Islam juga melarang mengubah ciptaan Allah Swt. untuk tampil cantik. Sebagaimana firman Allah Swt.,
“Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu dan janganlah berhias (laa tabarrajna) seperti orang-orang jahiliah dahulu. Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, serta taatilah Allah dan Rasul-Nya….” (QS Al Ahzab: 33)
Dengan demikian, cantik sesungguhnya adalah ketika seorang wanita taat kepada aturan Allah Swt. dan Rasul-Nya, menutup aurat secara sempurna, dan tidak gampang tergoda oleh budaya konsumtif yang bisa melalaikannya. Wallahu a’alam.