Gaji Dosen Tak Sepadan, Ilmu Tak Lagi Dimuliakan

      Oleh: Sabila Herianti

LenSa Media News _ Hasil Penelitian Serikat Pekerja Kampus atau SPK mengungkap mayoritas dosen menerima gaji bersih kurang dari Rp 3 juta pada kuartal pertama 2023, termasuk dosen yang telah mengabdi selama lebih dari enam tahun. Terlebih lagi dosen di universitas swasta yang jauh lebih rentan mendapatkan gaji yang rendah (gaji bersih kurang dari Rp 2 juta). Bahkan, terdapat sebanyak 61 persen responden yang merasa kompensasi yang diterima tidak sepadan dengan beban kerja dan kualifikasi mereka. Dampaknya, beberapa dosen merasa tidak dihargai serta mengganggu motivasi dan keterlibatan mereka dalam mengemban tugas sebagai dosen, sebagaimana yang telah dikatakan oleh salah satu anggota tim penelitian dan pengembngan SPK, Fajri Siregar melalui Zoom pada Rabu, 2 Mei 2024 (Bisnis.tempo.co; 2/5/2024).

Sebagai reaksi, sejumlah dosen membagikan slip gaji mereka pada platform media sosial X dengan tagar #JanganJadiDosen yang sudah digunakan lebih dri 7.000 kali. Dengan tujuan, supaya publik sadar akan kondisi pelik tersebut (BBV.com; 25/2/2024).

Kondisi rendahnya gaji dosen menggambarkan gagalnya negara dalam memberikan penghargaan dan jaminan kesejahteraan terhadap profesi yang mulia ini. Hal ini mengakibatkan banyak dosen yang mau tidak mau harus mencari pekerjaan sampingan. Dengan demikian mereka akan cenderung lebih memperhatikan pekerjaan sampingan yang lebih menjanjikan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya yang tidak akan terpenuhi jika hanya mengandalkan gaji sebagai dosen.

Adapun bagi para dosen yang ingin menaikkan gajinya, mereka akan diberikan berbagai tuntutan, seperti harus naik jabatan terlebih dahulu, memiliki sertifikasi, juga menghasilkan jurnal internasional berindeks Scopus, dimana rangkaian proses pembuatan jurnal tersebut membutuhkan biaya cukup mahal. Sementara, biaya pendidikan S2 dan S3 juga cukup tinggi, dan tidak semua dosen bisa mendapatkan beasiswa. Mirisnya, pengorbanan dosen yang sebesar ini hanya dihargai dengan ucapan “pengabdi masyarakat” (Msslimahnews.net 9-5-2024).

Fenomena rendah atau hilangnya penghargaan terhadap dosen memang suatu keniscayaan dalam sistem yang materialistik ini, yaitu sistem kapitalis. Dalam sistem ini, dosen tidak lagi dipandang sebagai pemilik ilmu yang patut dihormati, melainkan hanya dipandang sekadar pekerja biasa.

Sistem yang bersifat liberalisme ini juga membuat negara berlepas tangan dalam pengelolaan sumber daya alam. Akibatnya, hasil atau keuangan dari pengelolaan tersebut masuk ke kantong para kapitalis dan tidak dapat digunakan negara untuk mengurusi urusan-urusan rakyatnya. Jangankan untuk menggaji para dosen dengan gaji terbaik, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok seluruh rakyatnya-pun negara tidak mampu.

Berbeda dalam sistem Islam, pemilik ilmu (guru ataupun dosen) dipandang sebagai pencetak generasi pemimpin, sehingga wajib dimuliakan dan dihormati. Melalui konsep pengelolaan keuangan melalui baitul mal, negara mampu memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya dan mampu mengapresiasi para dosen dengan memberikan mereka gaji yang sangat besar. Sehingga, para dosen bisa fokus dalam mentransfer ilmu dan mendidik generasi, juga tidak perlu untuk mencari pekerjaan sampingan. Sebab semua kebutuhan pokok para dosen dan seluruh rakyat, pemenuhannya sudah dijamin oleh negara.

Betapa kondisi ini sangat menenangkan dan mensejahterakan dosen. Dengan begitu, sangat mungkin sistem islam mampu menghasilkan generasi-generasi yang semangat dalam menuntut dan menghargai ilmu.

Wallahua’lam.

(LM/SN)

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis