Keluarga Flexing, Pejabat Dinonaktifkan, Solutifkah?

Oleh: Yulia Hastuti, SE, M.Si

(Pegiat Literasi)

 

Lensa Media News-Gaya hidup yang lahir dan tumbuh dalam sistem kapitalistik seperti sekarang ini, menjadikan tolak ukur kebahagiaan dan kesuksesan adalah meraih materi sebanyak-banyaknya. Termasuk pejabat, untuk meraih kebahagiaan dengan cara apa pun. Pamer kekayaan, gagah-gagahan mengendarai kendaraan, dan bergaya hidup konsumtif hedonistik seolah menjadi wajar.

 

Maraknya tindakan pamer kemewahan atau flexing yang dilakukan keluarga pejabat akhir-akhir ini telah melukai hati masyarakat. Kasus istri dan anak Sekda Riau SF menjadi sorotan karena sering melakukan flexing di media sosial. Hal ini sungguh amat disayangkan karena sikap hedon yang dipertontonkan keluarga pejabat dinilai sebagai tindakan yang tidak wajar.

 

Dilansir dari laman Berita satu.com (23/03/2023), Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus meminta Mendagri Tito Karnavian bekerja sama dengan KPK dan aparat penegak hukum untuk memproses pejabat yang hartanya diduga tidak wajar. Selanjutnya menyelidiki dan menelusuri sumber kekayaan dari yang bersangkutan.

 

Guspardi mengingatkan kepada seluruh pejabat dan ASN serta keluarganya agar tidak pamer harta. Menurut dia, tindakan hidup sederhana dan tidak bermewah-mewahan harus diterapkan oleh ASN sesuai dengan instruksi Presiden. Lebih lanjut , Guspardi mengatakan, para pejabat dan ASN harus menjadi pemimpin yang memberikan contoh dan teladan kepada masyarakat. Termasuk untuk hidup sederhana.

 

Aksi pamer harta pejabat yang semakin merajalela di media sosial, membuat masyarakat kompak mencari sumber kekayaan, hingga laporan kekayaan para pejabat. Hal tersebut sempat direspons Kementerian Keuangan dengan menginvestigasi 69 Pegawai Negeri sipil (PNS) Kemenkeu yang dianggap memiliki jumlah harta tidak wajar. Hasilnya, 69 PNS Kemenkeu tersebut tergolong dalam katagori menengah yang terlibat dalam transaksi janggal karena memiliki jumlah harta di atas kewajaran (katadata.co.id, 26/03/2023).

 

Tidak sedikit aksi flexing istri pejabat dari berbagai kementerian terkuak di media sosial. Bahkan pejabat-pejabat tersebut kini dinonaktifkan sementara dari jabatannya buntut ulah istrinya. Namun, melihat fakta diatas, solusi pejabat dinonaktifkan akibat keluarga pejabat flexing adalah keputusan yang aneh dan tidak solutif. Seharusnya yang diperiksa adalah sumber kekayaan yang diperoleh, baru kemudian diputuskan secara tegas dipecat atau tidak.

 

Hal ini memang tidak mengherankan. Jika sistem sekuler kapitalistik menjadi sandaran masyarakat kebanyakan pada hari ini. Masyarakat sekuler yang memisahkan agama sebagai landasan kehidupan, sebaliknya, menjadikan kebebasan sebagai asas dalam bertingkah laku, sehingga perilaku konsumtif hedonistik menjadi sebuah keniscayaan.

 

Maka wajar pula, jika kita melihat tidak sedikit pejabat dan keluarganya malah menampilkan kehidupan gemerlapnya. Bahkan melupakan realita rakyat saat ini yang terlilit dengan ketidaksejahteraan. Mereka lupa, bahwa mereka adalah pelayan rakyat. Bak kacang lupa akan kulitnya. Padahal pejabat digaji dari harta rakyat harusnya tahu diri untuk menjalankan amanah sebaik-baiknya, bukan malah memperkaya diri mereka saja.

 

Pejabat yang digaji dari pajak rakyat harusnya selalu merasa diawasi agar tidak mudah meyalahi mandat yang diberi. Ironisnya, dalam sistem sekuler kapitalisme, mereka yang berkuasa dan berharta seakan tidak biasa hidup sederhana dan tidak bisa hidup susah.

 

Begitulah wajah demokrasi sebenarnya, yang seharusnya segera ditinggalkan. Sudah semestinya kita beralih pada sistem yang adil dan bersih, yaitu sistem Islam. Karena Islam satu-satunya pilihan politis yang didasarkan akidah. Selama tidak mengambil Islam sebagai solusi , maka tidak akan pernah usai problematika negeri ini. Bahkan semakin memburuk dan menghancurkan nasib umat dengan sehancur-hancurnya.

 

Padahal sudah ada contoh nyata, sosok pemimpin teladan Rasulullah saw yang menjadi panutan. Seharusnya seorang Muslim, keluarga, masyarakat, dan para pejabat negara pun harus meneladani kehidupan Rasulullah saw. Serta menjadikan ajaran Islam dan Rasul Muhammad saw. menjadi tuntunan.

 

Begitu juga dengan Khalifah Umar bin Khaththab yang layak menjadi teladan. Beliau memiliki ketegasan dalam menindak pejabat yang memiliki harta dengan jumlah fantastis. Umar bin Khaththab pernah menyita harta Abu Sufyan karena adanya penambahan harta sebelum dan sesudah putranya menjabat. Praktik pembuktian terbalik harta pejabat telah ada di masa Umar bin Khaththab.

 

Namun sayangnya, saat ini upaya menjadikan beliau sebagai profil pemimpin teladan masih sebatas sosok, bukan sistem. Padahal, pejabat negara yang bertakwa lahir dari sistem yang menyandarkan seluruh aktivitas di bawah pengawasan Sang Khalik. Dalam mengemban amanah jabatan, para pejabat begitu menyelami perannya sebagai pelyan dan pengurus rakyat yang akan diminta pertanggung jawaban di akhirat kelak. Tentu hanya dengan Islam sebuah solusi alternatif yang akan membawa kemaslahatan umat secara menyeluruh. Wallahualam. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis