Driver OJOL, Nasibmu Kini

Oleh : Zhiya Kelana, S.Kom

(Aktivis Muslimah Aceh)

 

Lensa Media News-Penghasilan driver ojek online (ojol) mengalami penurunan signifikan sejak beberapa tahun lalu. Dikabarkan, hal ini terjadi akibat potongan besar yang dilakukan oleh Gojek dan Grab. Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia,  Igun Wicaksono menjelaskan, saat tahun-tahun pertama kehadiran ojol, para pengemudi bisa mengantongi Rp5 juta hingga Rp10 juta. Namun, kondisi tersebut kini berbanding terbalik sejak beberapa tahun terakhir. Ia mengatakan, penurunan pendapatan driver ojol bisa mencapai 50 persen atau bahkan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). “Makin ke sini makin menurun lagi karena perusahaan aplikasi menerapkan potongan di luar dari permintaan kita sangat tinggi,” ungkap Igun (CNBCIndonesia.com, 1/4/2023).

 

Seperti diketahui, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022 telah menurunkan potongan komisi atau biaya sewa penggunaan aplikasi menjadi 15 persen dari sebelumnya 20%. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengatakan, aturan tersebut dirubah kembali melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1001 Tahun 2022 hanya dalam waktu 2 bulan kemudian. Karena itu, pengemudi ojol dipaksa untuk bekerja lebih dari 8 jam bahkan hingga 17 jam. Mirisnya, bagi pengemudi ojol perempuan, kondisi eksploitatif ini semakin buruk karena tidak adanya cuti haid, melahirkan, dan menyusui (Tempo.co, 8/9/2022).

 

Kapitalis Menjadikan Driver Ojol Sapi Perahnya

 

Penghasilan driver ojek online (ojol) mengalami penurunan signifikan sejak beberapa tahun lalu, akibat potongan besar yang dilakukan oleh aplikator. Negara seperti tidak iklas untuk membangun lapangan pekerjaan bagi para pengangguran di negeri ini. Buktinya, para pengangguran mencari pekerjaan begitu sulit, mereka rela bekerja apa saja meski kadang tidak sesuai antara pekerjaan dan gajinya. Hanya karena mereka berpikir dengan bekerjalah caranya mereka mampu unutk menafkahi keluarganya. Namun kenyataanya hanya diawal saja, lalu saat pandemi dan pasca pandemi semakin sulit mencari nafkah.

 

Pemerintah hanya menjanjikan saja, akan membuka lapangan pekerjaan, namun nyatanya hanya sebuah janji tanpa realisasi. Sedangkan, kebanyakan dari para pengangguran adalah sarjana. Hal ini terjadi karena hubungan kerja yang dilandaskan kepada sistem kapitalisme, sehingga Ojol menjadi sapi perah pengusaha kapitalis. Ini juga menjadi bukti lepas tangannya negara atas kesejahteraan rakyatnya.

 

Dalam regulasi Islam, sistem kontrak kerja harus jelas sejak awal, baik jumlah maupun waktu jika terkait dengan gaji. Seorang karyawan digaji karena telah memberikan manfaat dari jasa kepada si pemberi kerja (pengusaha). Apabila manfaat itu sudah tertunaikan, pengusaha wajib menggaji dan tidak boleh terjadi gharar (ketidakkejelasan), misalnya ada potongan-potongan yang tidak jelas, apalagi sampai lebih dari 40% yang mengakibatkan turunnya pendapatan para pekerja. Akad yang jelas inilah yang kemudian membuat bisnis menjadi berkah.

 

Islam memiliki aturan yang saling menguntungkan antara pengusaha dan pekerjanya dan melarang sikap saling menzalimi. Mereka bekerja sesuai kapasitasnya dan kemampuannya, tidak akan dipaksa hingga siang malam untuk membanting tulang. Karena tujuan bekerja dalam Islam adalah untuk memenuhi hajat hidup sebuah keluarga yang menjadi tanggungannya. Dan itu hanyalah kewajiban bagi para lelaki saja, Sedangkan bagi janda yang tak memiliki wali atau kerabat, dan ingin membesarkan anaknya akan ditanggung oleh negara. Negara dalam Islam memiliki peran besar dalam menjaga keharmonisan antara pengusaha dan pekerja, juga menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat.Wallahu’alam. [LM/ry].

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis