Mental Health Merebak, Sekulerisme Kian Menjebak

Mental Health Merebak, Sekulerisme Kian Menjebak

Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

LenSaMediaNews.com- Kasus mental health makin menjadi perhatian. Belum lama, dikabarkan mahasiswa Universitas Indonesia yang loncat dari lantai 18 apartemennya di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (kompas.com, 12/3/2023). Korban diduga bunuh diri pada Rabu, 8/3/2023 lalu, sekitar pkl. 23.45 WIB. Sebelum melakukan aksi nekatnya, korban pun meninggalkan pesan yang berisi permintaan maaf kepada orang tua, keluarga dan para sahabat.

Kejadian serupa terjadi juga di Bantul, Yograkarta, 10/3/2023. Warga Bantul tewas gantung diri di dapur setelah pulang dari rantau. Diduga korban mengalami gangguan psikis setelah pulang bekerja sebagai tukang bangunan di Bogor. Untuk mengantisipasi tingginya angka bunuh diri di Bantul, Yogyakarta, Baznas wilayah setempat mengadakan acara Moderasi Beragama di rumah dinas Bupati Bantul (gunungkidul.kemenag.go.id, 15/3/2023). Tujuannya untuk mengedukasi masyarakat tentang bahayanya bunuh diri dan menekan angka perceraian di tengah masyarakat.

Begitu banyak kejadian nahas serupa. Karena beragam masalah dan faktor yang mendorong terganggunya kesehatan mental masyarakat. Sementara faktanya, kasus bunuh diri di Indonesia masih belum diberi perhatian khusus. Negara masih membisu dalam masalah tersebut. Berdasarkan studi tahun 2022, insiden bunuh diri di Indonesia kemungkinan bisa mencapai empat kali lipat dari data resmi yang dilaporkan (BBCIndonesia.com, 25/1/2023). WHO pun mengungkapkan bahwa bunuh diri adalah pemyebab kematian terbesar keempat diantara individu berusia 15-29 tahun di seluruh dunia pada tahun 2019. Memprihatinkan.

Di beberapa negara lain, bunuh diri dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Karena semua keputusan tergantung pada setiap individu. Pihak lain tak berhak mengganggu gugat hak hidup ataupun hak kematian seseorang. Sementara, di Indonesia, bunuh diri dianggap sebagai aib, perbuatan memalukan yang tak bertanggung jawab. Sehingga kematian karena bunuh diri, masih banyak yang ditutupi. Wajar saja, jika data yang terlapor pun menjadi bias.

Mental health makin tergadaikan saat pemahaman agama ditanggalkan. Inilah akibat sistemik dari hilangnya peran agama (baca: Islam) dalam kehidupan. Paham yang memisahan agama dari kehidupan, yaitu sekulerisme, semakin menjebak setiap pemikiran individu dengan solusi yang dianggap praktis. Kurikulum pendidikan yang pincang menjadi salah satu “otak” yang mengguncang pemikiran masyarakat. Kurikulum hanya berbasis nilai materi saja. Tanpa mengindahkan kualitas iman individu kepada Sang Pencipta. Alhasil, individu yang terwujud adalah individu rapuh yang mudah tergilas kerasnya kehidupan. Buntu dalam menghadapi masalah. Tak mengetahui essensi kehidupan. Dan tak memahami segala konsekuensi perbuatan yang dilakukan. Segala masalah yang timbul mengerucut pada satu titik, yaitu buruknya sistem yang kini diterapkan. Negara pun abai terhadap nasib rakyatnya. Tak ada perhatian, edukasi atau bahkan regulasi yang dapat menghadang badai mental health yang kini terjadi.

Sungguh, syariat Islam sangat dibutuhkan untuk membina pemahaman masyarakat. Pemahaman yang menyeluruh tentang akidah Islam, seharusnya menjadi poros utama kehidupan. Setiap perbuatan pasti ada pertanggungjawabannya. Artinya, perbuatan bunuh diri, bukanlah solusi. Justru perbuatan hina ini semakin membuat hidup dan mati seseorang makin tak bermakna. Islam mengedukasi tentang makna kehidupan. Tiga point yang harus benar-benar menjadi dasar, yaitu darimana kita berasal, akan berbuat apa kita di dunia dan akan kemana setelah kita mati, menjadi simpul utama bagi setiap muslim, agar senantiasa waspada akan segala keputusan hidupnya. Tidak terjebak pada keputusan rusak yang menjebak.

Pemahaman Islam yang sempurna hanya dapat terwujud dalam institusi yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Yaitu Khilafah manhaj An Nubuwwah. Setiap regulasi dan program yang ditetapkan Daulah Khilafah, fokus pada penjagaan akidah umat. Dan senantiasa memahamkan pada umat bahwa setiap proses kehidupan adalah anugerah dari Dzat Yang Maha Kuasa. Senantiasa optimis dalam menjalani kehidupan. Karena yakin bahwa setiap satu kesulitan pasti diapit dua kemudahan (QS. Al Insyirah: 4-5). Alhasil, setiap individu pun terjaga sempurna; ilmu, iman serta amalnya.

Wallahu a’lam bisshowwab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis