Indonesia Maju dengan Problem Generasi yang Menggunung, Bisakah?
Oleh: Anita Ummu Taqillah
(Pegiat Literasi Islam)
LenSaMediaNews.com – Generasi adalah pemimpin masa depan. Maka untuk mencapai kemajuan suatu negara, harus dipersiapkan generasi yang mumpuni. Namun dengan beragam problem yang menggunung saat ini, bisakah negeri ini maju dan memiliki calon pemimpin masa depan yang cemerlang?
Dilansir mediaindonesia.com (1/1/2023), di akun Twitter resminya @jokowi, Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengajak seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk menyongsong harapan dan peluang yang baru di 2023 untuk menuju Indonesia yang maju. Beliau juga menuliskan bahwa semua datang silih berganti, memberi pelajaran, sekaligus menguatkan dan semakin mempersatukan. Kita melewati masa pandemi dan ancaman resesi, perekonomian tumbuh positif, G20 berjalan baik, situasi politik dan keamanan kondusif, pembangunan berjalan sesuai rencana dll.
Apa yang Jokowi sampaikan, sejatinya tidak semuanya terlihat baik-baik saja. Aneka ragam permasalahan menimpa dan terjadi lebih parah dari apa yang disampaikan. Sebab nyatanya masyarakat di kalangan menengah ke bawah banyak yang terhimpit ekonomi. Untuk makan sesuap nasi pun sulit mereka dapatkan, hasil panen minim, sedangkan biaya pengolahan mahal. Mereka belum melewati ancaman resesi, atau justru malah mengalami resesi sendiri.
Apalagi untuk mewujudkan masa depan maju dan generasi yang cemerlang. Bak merindukan bulan, cita-cita itu terlalu sulit untuk diwujudkan. Sebab masyarakat kita sedang tidak baik-baik saja. Generasi juga mengalami degradasi moral yang luar biasa. Mereka sedang terjebak di tengah kungkungan beraneka permasalahan yang ada. Mulai dari narkoba, tawuran, pergaulan bebas, penyimpangan seksual, bullying, korupsi dan masih banyak kejahatan lain yang terus meningkat.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan jumlah kejahatan tindak pidana narkoba sepanjang 2022 sebanyak 39.709 perkara. Dalam pengungkapan ini, penyidik menyita barang bukti ganja 78,2 ton, pohon ganja 416.100 batang, heroin 0,26 Kg, kokain 55 Kg, ekstasi 1 juta butir, shabu 6,3 ton dan tembakau gorilla 27 Kg (republika.co.id, 1/1/2023).
Kapolri juga menyampaikan bahwa angka kejahatan atau tindak pidana selama kurun waktu 2022 mengalami kenaikan sekitar 7,3 persen dibanding pada tahun 2021 lalu. Pada tahun 2021 lalu ada 257.743 tindakan kejahatan sedangkan tahun 2022 sebanyak 276.507.
Dari angka-angka kasus aneka tindak kejahatan dan narkoba di atas, dapat kita analisa bagaimana ancaman nyata bagi masa depan bangsa. Meski telah tertangani kasusnya, nyatanya dari tahun ke tahun masih saja tinggi jumlahnya. Hal ini membuktikan jika solusi tuntas belum didapatkan.
Apalagi para pejabat dan petinggi negeri pun banyak terjerat kasus korupsi. Hal ini tentu semakin memperparah keadaan dan sulit untuk meraih cita-cita yang diimpikan. Mereka yang seharusnya menjadi panutan, malah terjerembab dalam kehinaan.
Dikutip dari republika.co.id (1/1/2023), Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeklaim penanganan perkara tindak pidana korupsi sepanjang 2022, memecahkan rekor angka kerugian negara dan kerugian perekonomian negara mencapai Rp 142 triliun. Penanganan perkara korupsi oleh tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi (Jampidsus) sepanjang tahun lalu mencapai Rp 33,09 triliun dan Rp 109,55 triliun. Sementara angka penyelamatan keuangan negara dari penyitaan beserta turunannya sepanjang 2022 mencapai lebih dari Rp 21,14 triliun.
Sungguh, negeri ini masih dan akan terus tidak baik-baik saja. Apalagi sistem yang menaungi adalah sistem rusak kapitalisme. Sistem yang berasaskan sekuler liberal ini akan menjunjung kebebasan dan memisahkan agama dari kehidupan. Yang mana agama dianggap sebatas ritual peribadatan, dan tidak ada kaitannya dengan bagaimana cara mengarungi kehidupan. Sehingga aturan-aturan dalam agama diabaikan.
Selama sistem tersebut masih bercokol di negeri ini, maka cita-cita menjadikan Indonesia maju dan memiliki generasi cemerlang akan sulit diraih. Sebab setiap aturan dan undang-undang adalah hasil dari pemikiran manusia yang sejatinya sangat lemah dan terbatas. Maka hukum dan kebijakan dalam menangani kasus demi kasus pun tidak memberi efek jera. Sehingga akan terulang kembali kasus-kasus lain di kemudian hari.
Hukuman yang diberikan tidak setimpal dengan perbuatan yang dilakukan. Seperti misalnya kasus narkoba. Para bandar dan pengedar narkoba terlalu ringan hukumannya. Atau kasus bullying hingga nyawa melayang, maka bukan hukum mati yang dijatuhkan, melainkan hanya mediasi antar kedua belah pihak, ataupun kalau penjara hanya sesaat saja. Sehingga tidak ada efek jera dan seolah menjadi candu menular bagi yang lainnya.
Maka, hal itu sangat jauh berbeda jika sistem yang menaungi kita adalah sistem Islam. Sebab dalam sistem Islam, seluruh sumber hukum dan perundang-undangan adalah berdasarkan dalil-dalil syari’at. Yaitu dari Al-Quran dan hadist Rasulullah SAW, yang jelas bersumber dari Sang Pencipta dan Pengatur alam raya dan seisinya, Allah SWT. Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu, sehingga apapun syari’at yang Allah SWT turunkan adalah terbaik bagi ciptaan-Nya.
Misalnya hukuman mati bagi kasus pembunuhan, cambuk dan rajam bagi pelaku zina, dan lain-lain. Hal itu jelas tercantum dalam Al-Quran, maka itu adalah yang terbaik bagi manusia. Sebab hukuman dalam Islam sebagai jawazir (pemberi efek jera), dan jawabir (penghapus dosa). Sehingga kelak di akhirat, sudah lepas pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Dengan penerapan Islam, maka Indonesia akan mampu menjadi negeri yang maju. Keberkahan akan Allah SWT limpahkan bagi seluruh penduduknya. Generasinya pun adalah generasi yang terjaga dari kerusakan. Sehingga mereka akan menjadi pemimpin masa depan yang cemerlang.
Allah SWT berfirman, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raf: 96).
Wallahua’lam bisshowab.