Tata Kelola MIGAS yang Bernas
Oleh: Ida Lum’ah
(Aktifis Muslimah dan Peradaban)
Lensa Media News – Jika menyerahkan urusan, bukan pada ahlinya maka tunggulah kerusakannya. Jika dilihat tata kelola MIGAS saat ini yang mengacu pada sistem yang berasal dari manusia yang sangat lemah, maka persoalan kenaikan BBM tak kunjung selesai. Jika tidak dikembalikan kepada nash Alquran.
Seolah-olah dalam hal ini Pemerintah berlepas tangan menyerahkannya kepada mekanisme pasar padahal dengan mekanisme pasar yang ada akhirnya selain ada kesalahan dari sisi tata kelola, yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak. Juga yang akhirnya semakin menyengsarakan dan menyulitkan rakyat.
Pengelola baik swasta dalam negeri maupun asing ini membuka apa yang dinamakan mafia di dalam perdagangan. Ini dikaitkan dengan MIGAS yang perdagangkannya tidak hanya di pasar dengan mengandalkan supply and demand.
Jika kita lihat secara keseluruhan ini akibat dari sistem ekonomi yang dipakai oleh negara ini yang mengadopsi sistem ekonomi kapitalis. Yang memang akhirnya peran negara dalam hal ini menjadi sangat minim dan negara seolah-olah hanya menjadi broker.
Yang nanti akan menetapkan harga jual – harga beli. Yang hanya berpikir berapa keuntungan yang diperoleh dan tidak lagi berpikir bagaimana memenuhi kebutuhan rakyatnya. Akhirnya ketika muncul masalah yang seperti ini,t idak ditarik kepada hal yang sistemik sehingga akan terus menjadi masalah.
Sesungguhnya permasalahannya, bukan hanya sekedar kenaikan harga BBM. Tetapi juga memang ada kesalahan dari sistem yang kemudian dijalankan dalam sistem perekonomian kita hari ini tidak berlandaskan kepada aturan-aturan nash Alquran.
Terkait dengan solusi permasalahan kenaikan harga BBM karena yang menjadi permasalahan sistem, maka pada sisi mekanisme pasar, pada hal ini yang sifatnya paling mendasar secara sistem, seharusnya peran pemerintah mengurusi permasalahan pengelolaan MIGAS bukan sebagai broker.
Bagaimana Islam mengatur tata kelola MIGAS?
Dalam sistem Islam politik ekonomi, kewajiban negara terhadap rakyat yang berkaitan dengan MIGAS. Ini sangat terkait dengan kebutuhan langsung masyarakat sehingga nanti di dalam kaitannya dengan pengelolaan kekayaan ini sebenarnya sudah ada aturannya. Jenis-jenis harta dalam Islam ada tiga, yaitu harta yang menjadi milik individu, umum dan Negara.
Sedangkan pada sistem sekarang. Seseorang menempatkan MIGAS, sebagai kepemilikan negara dimana negara di sini sebagai penjual kemudian rakyat sebagai pembeli dan kemudian rakyat dipaksa untuk membeli dengan harga yang ditetapkan oleh Negara.
Bagaimana di dalam Islam terkait dengan minyak?. Pun terkait dengan energi barang tambang yang jumlahnya besar, itu merupakan kepemilikan umum
Yang dalam hadis riwayat Ibnu Majah Rasulullah SAW bersabda: “ Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal, air, api dan padang rumput”.
Api merupakan energi yang dalam hadits Ibnu Majah, juga menegaskan bahwa ketika itu menjadi kepemilikan umum, penetapan harga terhadapnya itu sesuatu yang diharamkan artinya, sebenarnya ketika MIGAS ini yang notabene merupakan kekayaan milik umum seharusnya tidak boleh ada harga.
Misalnya jika, pada akhirnya perlu ada harga, bukan harga yang dipatok untuk mendapatkan keuntungan. Tetapi biaya yang harus dikeluarkan itu, karena harus melakukan proses eksplorasi. kemudian juga ada penyulingan dan lain sebagainya hingga kemudian akhirnya siap dikonsumsi itu membutuhkan biaya produksi.
Biaya produksi itu yang kemudian juga melihat harga yang realnya seperti apa? dan juga tidak dimainkan dengan harus mengikuti harga pasar dunia. Misalnya atau harga pasar lokal. Sehingga hanya melihat berapa biaya produksinya. Kalau misalnya Ternyata Dari hasil produksi itu tidak semuanya dikonsumsi bahkan ada yang bisa diekspor biar bisa dijual maka di sana ada keuntungan yang diperoleh dari penjualan MIGAS.
Dan harusnya masuk ke dalam keuangan dari negara dengan harga yang ada. Nanti surplusnya ini diberikan kepada rakyat. Dikelola oleh negara sehingga nanti fungsi negara sebagai pengatur segala urusan.
Ini akan terasa, jadi negara fungsinya itu sebagai pelayan bagi rakyat bukan sebagai penjual bukan sebagai properties, tapi sebagi pelayan yang kemudian siap memberikan pelayanan terhadap rakyat. Sehingga di dalam Islam terkait dengan tata kelola MIGAS, bisa menjadi sumber pendapatan negara kalaupun ada biaya itu dengan harga yang sesuai dengan biaya produksi.
Terkait dengan mafia MIGAS di dalam Daulah itu tentunya akan diminimalisir bahkan akan ditekan peran dari perusahaan asing atau pengelola asing itu boleh di dalam pengelolaan atau produksi tapi mereka akan tidak diversikan sebagai pihak yang kemudian memiliki kepemilikan terhadap aset MIGAS itu sendiri.
Mereka hanya diperbantukan dan dibiayai atau dibayarkan sesuai dengan jasanya, dan lain sebagainya. Sehingga dalam sistem ekonomi Islam pengelolaan MIGAS itu akan memberikan harga yang sangat minim bahkan bisa jadi ketika ada selisih produksi yang lebih banyak dari kebutuhan itu akan bisa memberikan surplus dan menjadi sumber pemasukan bagi negara
[LM, Ak]