Umumkan Ciri Penceramah Radikal, Islamofobia Kian Tak Masuk Akal
Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Lensa Media News – Serangan terhadap Islam beserta atributnya kian masif. Sungguh ironis, di negeri yang penduduknya mayoritas muslim, justru serangan ini kian tak terkendali. Belum lama BNPT (Badan Nasional Penanganan Terorisme) mengumumkan kriteria penceramah yang termasuk dalam golongan radikal. Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Ahmad Nurwakhid, mengungkapkan bahwa radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini karena radikalisme adalah benih terorisme. Dia pun melanjutkan bahwa radikalisme merupakan proses menuju terorisme yang selalu memanipulasi dan mempolitisasi agama. (detiknews.com, 08/03/2022)
BNPT merinci ciri-ciri penceramah “berbau” radikalisme. Pertama, mengajarkan ajaran anti-Pancasila dan pro-ideologi Khilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri, yaitu mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham atau beda agama. Ketiga, menanamkan sikap anti pemerintahan yang sah. Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan, serta intoleransi terhadap perbedaan dan keragaman. Kelima, biasanya memiliki pandangan anti kebudayaan atau kearifan lokal.
Uraian BNPT tersebut menyeret nama beberapa penceramah ternama di tanah air. Dan mengumumkan untuk tak mendengarkan segala ceramah, dan tak mengundangnya. Tentu hal ini menuai kegaduhan publik.
Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mengkritisi kriteria-kriteria penceramah yang dikeluarkan BNPT. Menurutnya, kriteria ini tendensius dan membiarkan radikalisme yang lain atau malah menambah kegaduhan, tak menyelesaikan masalah dari akar masalah radikalisme. Dalam hal ini, yang disasar hanya penceramah dari agama Islam tanpa menyentuh radikalisme lain yang terjadi di NKRI seperti komunisme, ateisme, maupun separatisme yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan dilarang oleh hukum yang berlaku di Indonesia. (sindonews.com, 11/03/2022)
Senada dengan Hidayat Nur Wakhid. Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia), Cholil Nafis berharap bahwa penceramah yang mengkritik kinerja pemerintah dalam rangka melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar tidak dicap sebagai radikal (suarabogor.id, 08/03/2022). Karena amar ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban setiap muslim.
Potret Islamofobia terhadap Islam kian nyata tampak. Memperlihatkan segala kebencian terhadap Islam. Mem-blok gerakan dakwah Islam, yang disinyalir dapat mengganggu “kestabilan” kursi para penguasa. Rakyat pun mulai sadar, bahwa isu islamofobia yang terus digemborkan disinyalir untuk menutup segala kegagalan rezim. Isu intoleran ditambah isu pro Khilafah, disinggung sebagai aliran garis keras yang harus dijauhi.
Bahasan tentang penceramah radikal jauh dari pembahasan utama masalah umat. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah kebakaran jenggot dengan gerakan dakwah umat. Gerakan dakwah yang terus membongkar buruknya kinerja sistem. Menyajikan fakta yang memilukan bagi umat. Dan umat lah yang merasakan langsung akibatnya.
Cendekiawan muslim, Ustaz Ismail Yusanto memaparkan bahwa kita tak diperintahkan untuk menjadi radikal atau fanatik. Namun kita diperintahkan untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh (muslimahnews.net, 11/03/2022). Istilah radikal sebetulnya istilah netral, namun karena diboncengi kepentingan politik suatu golongan, jadilah radikal dianggap memiliki makna berkonotasi negatif.
Sungguh inilah buah sistem demokrasi sekuler. Sistem cacat yang seharusnya segera dicampakkan. Karena jauh dari aturan Allah SWT. Dan sudah pasti jauh dari sejahtera. Fakta ini pun sangat tampak di hadapan mata. Penista agama yang merajalela tanpa adanya penindakan tegas dari negara. Korupsi yang kian menggila. Pandemi yang hingga kini belum temukan solusi. Masalah pemenuhan kebutuhan hidup rakyat yang kian tak manusiawi. Dan beragam kasus lain yang tak dapat dihindari. Hal ini menjadi wajar terjadi. Karena dalam negara demokrasi sekuler, suara rakyat yang diwakili para wakil rakyat, merupakan sumber hukum yang dijadikan aturan dalam menjalani kehidupan. Inilah sumber kebatilan.
Sistem Islam menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya pembuat hukum. Dan harus dijalankan dengan penuh ketaatan oleh semua makhluk-Nya, termasuk manusia. Syariat Islam wajib diterapkan karena perintah Allah SWT, Yang Maha Kuasa. Syariat yang tak hanya mengatur aturan ibadah manusia. Namun juga mengatur seluruh aturan kehidupan. Syariat Islam dalam wadah Khilafah manhaj an -nubuwwah, ialah kewajiban seluruh umat muslim untuk memperjuangkannya. Agar sejahtera segera menyapa dunia.
Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]