Aukus Ancaman Kedaulatan, di Manakah Posisi Indonesia? 

Oleh: Ummu Jemima

 

Lensa Media News – Dinamika politik dunia memang sulit ditebak, namun patut dapat dipahami bahwa munculnya kekuatan ideologi menjadi dasar utama kedua negara adidaya Amerika dan China. Menjadikan keduanya senantiasa intens terlibat dalam sebuah perang gaya baru. Perang pengaruh lebih tepatnya menggambarkan posisi keduanya yang senantiasa bermanuver mencari negara sekutu untuk menjadi mitranya. Namun fakta membuktikan kerjasama China dengan negara kawasan Asia selangkah lebih maju. Hal ini rupanya membuat Joe Biden gusar, bagaimana pun saat ini Pentagon berusaha keras memikirkan cara menghentikan ancaman China di kawasan Asia.

 

Pakta Pertahanan Aliansi Aukus 

15 September 2021 akhirnya menjadi secerca harapan Amerika untuk mencoba menghentikan kekhawatirannya terhadap China. Pakta pertahanan Aukus dimulai, Aukus yang merupakan akronim dari Australia, AS, dan Inggris meliris menyepakati kerja sama dalam bidang militer dengan kampanye “menghadapi tantangan di abad 21.” Walaupun tidak secara eksplisit menyebutnya sebagai “ancaman menghadapi China,” namun hal ini sebagai dasar mengurangi pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik. Salah satu bentuk kesepakatannya adalah mendukung Australia mendapatkan teknologi kapal selam bertenaga nuklir. Tentu ini menimbulkan reaksi keras dari berbagai dunia. Reaksi paling keras keluar dari juru bicara Kementerian China Zhao Lijan, yang menilai aliansi tersebut adalah sebuah perlombaan senjata yang merusak perdamaian wilayah.

Fakta keberadaan Aukus bukan hanya mengancam ketiga negara yang terlibat, tapi juga sangat mengancam wilayah di sekitarnya termasuk Indonesia. Karena secara teritorial sangat berdekatan dengan Australia. Kita tentu tidak dapat membayangkan apabila terjadi percobaan senjata yang keluar dari kapal selam nuklir yang mampu meluluhlantakkan nusantara.

 

Aukus dan Ancaman Kedaulatan Bangsa

Pasca berdirinya aliansi Aukus, Indonesia melalui menteri luar negeri Retno Marsudi, mengkritik keras adanya Aukus. Namun posisi Indonesia di sini lemah, karena secara posisi teritorial sangat berpotensi mengalami dampak yang besar, apabila terjadi sebuah perang kapal selam nuklir yang diklaim memiliki kekuatan luar biasa melebihi tembakan kapal selam biasa. Hal inipun diklaim Joe Biden bahwa Amerika merancang kekuatan militernya tercanggih melalui pengayaan senjata bawah laut tersebut. Di saat negara-negara besar berlomba pamer senjata, pada suatu saat nanti Indonesia akan kena dampaknya. Indonesia sendiri termasuk negara yang tidak terikat perjanjian kerjasama dengan negara itu, posisi ini merugikan.

Keberadaan Aukus pun tidak dibarengi dengan penambahan peningkatan kapasitas pertahanan terluar, menjadikan Aukus sebagai ancaman dan ujian bagi kredibilitas bangsa. Kita hanya jadi penonton, hanya mampu melihat dua kekuatan besar tengah berlomba senjata di kawasan maritim nusantara. Anggaran Menhan saja terlalu kecil, yang mana pada tahun 2020 hanya Rp 131 triliun. Angka tersebut tidak mencapai 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sungguh sangat ironi di tengah ancaman kedaulatan. Persenjataan TNI tidak hanya jauh dari kebutuhan yang memadai, tapi juga mengenaskan. Mayoritas alat senjata tempur kita berusia 25-40 tahunan.

 

Militer Kuat di Bawah Kekuasaan Islam

Tidak dipungkiri keberhasilan Islam yang mampu menguasai seperempat wilayah dunia, tak lepas dari kuatnya militer saat itu. Dimana Islam memberikan perhatian khusus di bidang militer, seperti alokasi anggaran yang sangat besar. Bahkan pemerintah pun menjadikan sentral produksi terletak pada pengayaan alat militer karena pentingnya mengemban dakwah dan jihad sebagai hubungan luar negeri.

Namun, bukan berarti negara tidak memperhatikan industri yang lainnya. Islam pun memberikan aturan penggabungan empat departemen menjadi satu departemen, yakni militer, keamanan dalam negeri, perindustrian, dan hubungan luar negeri. Karena keempatnya mempunyai peranan yang saling terkoneksi. Point keamanan dalam negeri, pemimpin akan mengutus seorang intelijen yang senantiasa berpatroli di bagian terluar negara. Bahkan ada menuver-manuver militer yang memperlihatkan kekuatan negara, sehingga membuat musuh merasa terancam dan berpikir dua kali apabila ingin menyerang. Maka wajar apabila Barat/kafir melihat bahwa pasukan kaum muslimin adalah pasukan yang tak dapat dikalahkan dalam sejarah peperangan, bahkan sampai saat ini masih menyimpan dendam pasca kekalahan pada Perang Salib.

Peran seorang pemimpin pun memiliki posisi yang sentral, karena Islam memandang seorang pemimpin harus memiliki syarat afdhaliyah yaitu dia bisa berperang mengangkat senjata dan ahli strategi. Karena seorang pemimpin akan menjadi komandan terbesar dalam militer, selain memberikan kebijakan strategisnya. Tak lupa Islam melahirkan para pejuang tangguh yang mencintai syahidnya di jalan Allah, tentu ini lahir dari kesempurnaan akidah dan pandangan hidup. Wajar apabila militer Islam saat itu berwibawa di mata dunia.

Wallahu a’lam.

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis