Abai Pada Nasib Generasi, UU Liberal Diketok Lagi

Oleh: Aulia Rahmah
(Kelompok Penulis Peduli Umat)

Desakan pengesahan RUU TPKS (Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) semakin besar seiring terjadinya kasus pencabulan terhadap santriwati di Bandung. Seperti UU PPKS, RUU ini juga berparadigma liberal yang menyelesaikan tindak pidana kejahatan seksual ala feminis.

Melansir dari hidayatullah.com (10/12/2021), banyak pihak, termasuk gabungan berbagai ormas Islam MOI (Majelis Ormas Islam), mensinyalir RUU TPKS ini berpotensi menjadi landasan hukum bagi kaum feminis radikal untuk mengembangkan pendidikan ‘seks yang aman’ kepada murid sejak usia Dasar atau sering disebut sebagai Comprehensive Sexual Education (CSE) yang telah ditolak oleh banyak LSM di Barat. Di mana generasi bangsa diarahkan untuk melihat kehalalan sebuah perzinaan tidak lagi dengan sudut pandang agama, tapi sekadar dilihat dari hubungan seksual yang sehat dan aman, tanpa kekerasan dan ancaman. Anehnya, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) sebagai representasi suara umat justru koor serentak sepakat untuk pengesahannya.

Tak heran memang, ketika negara yang berdiri di atas pajak dari setiap geliat aktivitas rakyat, tetap menjamin terjadinya liberalisasi seksual. Akibat pendidikan sekuler pula, masyarakat muslim hari ini dipaksa meninggalkan prinsip hidup dari agama. Memproduksi, mengkonsumsi, dan mendistribusikan barang dan jasa haram, tetap dijaga keberadaannya oleh negara. Dari Gambar pornografi, konten-konten medsos dan tontonan di televisi yang berbau pornoaksi pun legal saja.

Padahal dari tontonan dan bacaan yang berbau porno inilah, dorongan seksual seorang laki-laki muncul. Tanpa edukasi dan arahan pemenuhan yang halal, benar, sehat, dan aman, maka kekerasan/kejahatan seksual sangat mungkin terjadi.

Inilah sesungguhnya watak asli pemerintahan yang diterapkan hari ini. Seluruh kebijakan yang diambil berparadigma Sekuler Liberal. Tak sedikit pun mempertimbangkan nilai-nilai agama (Islam) yang masih dipegang erat oleh mayoritas penduduk di negeri ini.

Sangat memprihatinkan, seolah sudah menjadi siklus, pelecehan seksual kerap terjadi. Dan yang terbaru, seorang guru di Bandung melampiaskan nafsu seksualnya kepada belasan muridnya yang sampai hamil dan melahirkan. Jika dalam hal ini korban tidak menggugat, apakah dikatakan bukan suatu kejahatan? Bagaimana nasib anak-anak yang terlahir tanpa kejelasan ayah dan nasabnya?

Dalam Islam, pelampiasan seksual di luar pernikahan adalah kejahatan, dan pelakunya berhak menerima sanksi. Dari yang ringan bahkan sampai sanksi berat jika pelakunya sudah menikah. Hukuman cambuk dan rajam bagi pelakunya sudah cukup memberi efek jera.

Semestinya disadari, yang dibutuhkan adalah implementasi sempurna Syariat Islam yang mewujudkan individu takwa, lingkungan yang peduli terhadap nasib perempuan dan generasi. Negara seharusnya mempertimbangkan suara umat Islam yang menginginkan tegaknya Syariat Islam secara kaffah. Hal ini sebagai tanggung jawab dan kepedulian negara dalam mewujudkan dan melindungi keselamatan generasi. Dengan menjaga generasi dari buruknya liberalisasi seksual akan hadir aset bangsa yang kuat imannya, jelas nasabnya, sehat fisik dan mentalnya. Dengan inilah kewibawaan negara hadir, pembangunan pun dapat berjalan sesuai harapan. Wallahu a’lam bii ash-showab.

 

[el]

Please follow and like us:

Tentang Penulis