Oleh: Riri Rikeu

 

Lensa Media News – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menambah kuota masyarakat untuk membawa minuman beralkohol (minol) alias minuman keras dari luar negeri untuk dikonsumsi sendiri, dari tadinya 1 liter menjadi 2.250 mililiter atau 2,25 liter per orang (Cnnindonesia.com, 08/11/2021).

Tambahan kuota itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan Pengaturan Impor. Tentu saja hal ini menuai banyak kontra dari berbagai pihak. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah Muhammad Cholil Nafis mendesak Kemendag membatalkan aturan penambahan impor minol tersebut. Beberapa alasannya ialah karena minol merusak moral dan akal sehat anak bangsa.

Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Dalam ajaran Islam minuman beralkohol digolongkan pada khamar dan dilarang dikonsumsi. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 219 yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”

Selain itu, Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 90 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Tentu saja jika Allah swt telah tegas melarang khamar, maka proses produksi, distribusi, dan konsumsinya pun menjadi terlarang. Selain itu, efek domino dari minol seperti kanker paru, ginjal, halusinasi menjadi bukti bahwa minol berbahaya. Banyak kejahatan bisa dimulai setelah mengonsumsi minol.

Meski sudah jelas banyak madharat-nya, distribusi minol pun tetap dibuka. Hal ini karena saat ini sistem yang dipakai adalah aturan yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Sehingga apapun bisa diperdagangkan asalkan membawa keuntungan secara materi.

Apalagi minuman beralkohol dianggap simbol kemajuan budaya Barat. Seolah-olah jika mengonsumsinya akan menaikkan gaya hidup seseorang menjadi lebih kebarat-baratan. Hal ini dikhawatirkan akan ditiru oleh umat Islam karena tidak ada lagi institusi yang melindungi akal umat. Sehingga adanya impor miras layak untuk ditolak dengan tegas oleh umat Islam. Karena sudah jelas melanggar hukum syara.

Wallahu a’lam.

 

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis