Harta Pejabat Naik Drastis, Saat Rakyat Menangis
Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Lensa Media News – Miris. Saat perekonomian meroket turun tak terkendali. Saat nasib rakyat tak ada lagi yang peduli. Justru, kantong-kantong pejabat penuh terisi, tak ada empati pada nasib rakyat yang kini tengah jungkir balik. Kenaikan drastis harta para pejabat menjadi tanya besar bagi rakyat dan polemik di tengah umat. Mengapa hal ini terjadi di tengah kemelut pandemi?
Menyikapi fakta tersebut, Kamrussamad, anggota Komisi XI DPR RI, menyampaikan seharusnya instansi pemeriksa keuangan melakukan audit pajak terkait meningkatnya harta kekayaan para pejabat (mediaoposisi.com, 13/9/2021).
Berdasarkan penelusuran Kantor Berita Politik RMOL di website resmi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdapat empat menteri dan satu wakil menteri yang masuk kategori lima anggota kabinet yang mengalami kenaikan harta paling drastis (mediaoposisi.com, 13/9/2021). Dilansir dari laman kompas.com (10/9/2021), berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi, jumlah pejabat negara yang hartanya mengalami kenaikan mencapai 70,3%.
Sementara, potret lain kehidupan terpampang jelas sangat memilukan. Sebuah keluarga di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo terpaksa tinggal di warung angkringan dengan kondisi yang tak manusiawi karena sang kepala keluarga tak mampu membayar kos bulanan (geloranews.com, 16/9/2021).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah orang miskin di Indonesia pada Maret 2021 sudah mencapai 27,54 juta orang (tribunnews.com, 16/7/2021).
Jumlah tersebut mencerminkan tingkat kemiskinan mencapai 10,14 persen dari total populasi nasional.
Jika dibandingkan pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin meningkat 0,36 persen atau naik 1,12 juta orang (tribunnews.com, 16/7/2021).
Jurang perbedaan sangat jelas terpampang di negara ini. Dr. Ahmad Sastra, Cendekiawan Muslim, menyatakan bahwa fakta yang tersaji di lapang adalah fakta yang tak wajar dan harus dilakukan pemeriksaan (mediaumat.news, 15/9/2021).
Negara demokrasi menyandarkan segala aturan kehidupan pada sistem sekularisme. Sistem cacat yang memisahkan aturan agama dari segala aspek kehidupan. Aturan agama sama sekali tak dipandang dalam pengaturan kehidupan. Sistem demokrasi menciptakan kemudahan dalam rekayasa aturan sesuai kebutuhan orang-orang yang berkepentingan. Wajar saja jika kekacauan terjadi di setiap sudut kehidupan.
Sekularisme-lah biang kehancuran kehidupan. Padahal aturan kehidupan diwajibkan Allah SWT. untuk seluruh makhluk agar tercipta keseimbangan dan kesejahteraan dalam kehidupan. Dunia maupun akhirat. Hukum Islam berasal dari firman Allah SWT. yang termaktub dalam Al-Quran yang tak mungkin bisa diubah seenaknya oleh manusia.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 36)
Jelaslah bahwa syariat Islam adalah satu-satunya aturan yang benar yang wajib diterapkan bagi seluruh kaum mukminin. Tak ada yang lain. Jika syariat Islam ditinggalkan, maka tunggulah kehancurannya.
Wallahu a’lam bisshowwab.
[ra/LM]