Mural: Coretan Kritis Dianggap Sadis, Bukti Sistem yang Sinis
Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Lensamedianews.com-Mural tengah viral di media sosial. Mural dikenal sebagai lukisan yang terdapat di dinding, langit-langit atau permukaan datar lainnya dengan skala yang besar. Kini, mural tengah naik pamor. Apa hal? Karena tema-tema yang diusung adalah tema kritikan kepada sistem dan kebijakan pemerintah serta para penguasa negeri. Apalagi di masa pandemi saat ini dengan kebijakan PPKM-nya yang tak kunjung menjadi solusi. Pandemi yang rasanya tak memiliki ujung, membuat kebanyakan rakyat tak tahu lagi menentukan nasib hidup. Dan tak tahu harus mengadukan nasib kepada siapa. Jadilah dinding sebagai pelipur lara.
Belum lama, Mural “Tuhan Aku Lapar” di Tangerang sempat viral pada 24 Juli 2021 (tempo.com, 15/8/2021). Mural yang terpampang jumbo, berukuran 12 meter yang dicat putih di sebuah tembok beton, menyedot perhatian para pengguna jalan. Lokasinya di Jalan Arya Santika, Jagakarsa, Tangerang. Deka, salah satu pembuat mural tersebut menuturkan bahwa inilah salah satu cara para seniman mengekspresikan perasaan, tak ada kaitannya dengan pelanggaran hukum. Akan tetapi, mural tersebut ditanggapi dengan kacamata yang berbeda oleh pihak kepolisian setempat (tempo.com, 15/8/2021). Kepolisian pun menghapus mural tersebut, dengan men-cat ulang menggunakan cat hitam dan mendatangi para “seniman”. Jelas hal ini membuat tertekan. Deka merasa kebebasannya dalam berkarya menjadi terhambat.
Meskipun ditanggapi dengan sikap humanis dari kepolisian, yaitu dengan membagikan sembako kepada para “pemural”. Namun, bukan makna denotatif yang disasar oleh para seniman tersebut. Mural kritikan ini ditujukan untuk buruknya pengaturan sistem terhadap kebutuhan hidup rakyat, terlebih di masa sulit saat ini, pandemi. Sehingga menambah jumlah angka kemiskinan dan kelaparan yang kian tak terkendali. Sementara para penguasa “kekenyangan” dengan bertumpuknya materi yang direbut dari rakyat. Didapat dari aset sumberdaya alam negeri yang dijual pada pihak asing yang tak bertanggung jawab. Padahal sumberdaya yang berlimpah ini seharusnya dikelola dengan amanah untuk seluruh kebutuhan rakyat.
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun pun angkat bicara. Menurutnya, memang agak cukup heran dengan fenomena dihapusnya mural viral “Tuhan Aku Lapar” dan tulisan sejenis di berbagai wilayah (harianhaluan.com, 14/8/2021). Refly menyatakan setiap orang harus melihat secara paradigma antara kritikan dan pujian memiliki nilai yang sama. Jangan sampai mau dipuji tapi tapi tak mau dikritik. Ini namanya tidak adil. Inti masalahnya adalah substansinya, kebebasan menyatakan pendapat secara lisan maupun tulisan. Demikian pungkasnya (suara.com, 14/8/2021).
Negara demokrasi digadang-gadang sebagai negara yang menghargai kebebasan menyampaikan pendapat. Apalagi yang disampaikan adalah suara rakyat. Karena sesuai dengan istilahnya, demokrasi berasal dari kata demos ( baca:rakyat ) dan kratos (baca: suara), yang berarti menjunjung tinggi suara hati rakyat. Namun faktanya, berkebalikan 360⁰.
Sistem ini cacat adanya. Nyawa rakyat bukan prioritas utama. Tentu kebijakan yang ditetapkan pun tak mengarah pada kebutuhan umat. Para penguasa sistem ini tak pernah mau mendengar kritikan umat. Padahal sebetulnya kritikan umat adalah senjata suatu institusi untuk bertumbuh lebih baik dalam menangani setiap problematika umat dan negara.
Dalam sistem institusi yang berdasarkan sistem syariah Islam, mengutamakan suara rakyat untuk memuhasabah para penguasa dalam bingkai syariah Islam yang kompleks mengatur setiap aspek kehidupan. Tujuannya satu, yaitu untuk mengetahui dengan detil segala sesuatu yang dibutuhkan umat. Sehingga kebijakan yang ditetapkan pun tepat sasaran. Tak heran, kesejahteraan pun mudah diraih, karena rakyat dan penguasa seiring seirama.
Rasulullah Saw. secara khusus memuji aktivitas mengoreksi penguasa yang zalim untuk mengingatkan kepada sesuatu yang hak, yaitu syariat Islam. Dan diabadikan dalam hadis sahih yang artinya, “Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar kepada pemimpin yang zalim.” (HR. Ahmad, Ibn Majah, Abu Dawud, al-Nasa’i, al-Hakim dan lainnya).
Demikianlah syariat Islam yang begitu sempurna mengatur kehidupan. Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan yang seimbang karena langsung diciptakan oleh Sang Khalik Pencipta Alam.
Lantas, apalagi yang kita tunggu? Selain memperjuangkan sistem Islam berpondasikan syariat untuk aturan kehidupan? Karena inilah satu-satunya jalan terbaik untuk menggapai rahmat di langit dan bumi. Wallahu a’lam bisshowwab. [LM/Mi]