Oksigen Masih Langka, Rakyat Menjerit
Oleh: Yumna Nur Fahimah
Lensa Media News – Kasus Covid-19 di Indonesia mengalami lonjakan yang luar biasa akhir-akhir ini. Imbasnya rumah sakit kewalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal, akibat kurangnya jumlah tenaga medis dan oksigen medis yang semakin menipis.
Oksignasi atau terapi oksigen diberikan bagi pasien yang mengalami kesulitan mendapatkan cukup oksigen secara alami. Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Primaya Hospital Pasar Kemis, Tangerang, dr. Natalia Budisantoso, Sp.PD, FINASIM menjelaskan, “Bila saturasi (oksigen) di bawah 95 persen, idealnya diberikan oksigenasi,” kata Natalia kepada Kompas.com, Rabu (23/06/2021).
Kelangkaan oksigen terjadi di beberapa daerah, salah satunya di Jawa Barat, menurut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ada delapan daerah di Jawa Barat yang mengalami krisis stok oksigen, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Ciamis, Garut kota, dan Kota Tasikmalaya. Terkait kelangkaan isi ulang oksigen, rencana ke depan, Pemprov Jawa Barat akan membangun sebanyak 27 gudang oksigen untuk memenuhi kebutuhan pasien Covid-19. Di samping itu Pemprov juga akan menerima bantuan berupa tabung oksigen dari PT Krakatau Steel, PT Pupuk Sriwidjaja dan juga Pertamina (Fajarsatu.com, 20/07/2021).
Kelangkaan oksigen mengakibatkan harganya menjadi mahal. Isak tangis keluarga pasien tak tertahan ketika berjuang mengantre oksigen dan mendapati keluarganya sudah meninggal, seperti yang dialami oleh Shiri. Hari itu, Shiri pergi mencari dan ikut mengantre oksigen untuk ibunya yang mengalami sesak napas di rumah. Ia berada di ujung antrean panjang di salah satu perusahaan di Jalan Veteran, Kota Pontianak, bersama puluhan orang lainnya. “Sudah terlambat, ibu saya sudah meninggal,” katanya seraya menangis dan bergegas membawa pulang tabung tanpa berisi oksigen (Kompas.com, 23/7/2021).
Kondisi ini membuat rasa simpati masyarakat bermunculan, terlihat dari dibentuknya gerakan wakaf tabung oksigen untuk membantu warga masyarakat yang membutuhkan.
Sungguh miris rasanya melihat kondisi negeri ini, tak mampu menyediakan stok oksigen yang mencukupi, sementara jumlah pasien Covid-19 terus meningkat. Stok oksigen bergantung ke PT. Samator milik swasta dan pemerintah harus membelinya jika ingin memiliki stok oksigen, sementara kas negara kini kembang kempis. Akhirnya rakyat sendiri yang tergerak menyumbangkan hartanya untuk menolong sesama.
Demikianlah bila kapitalisme demokrasi dijadikan sebagai landasan dalam mengatur urusan negara. Siapa pun bebas menguasai sektor vital bagi hajat hidup orang banyak. Sistem ini akan melahirkan pemimpin yang abai dalam mengurus kepentingan rakyatnya, juga tak sedikit pihak yang memanfaatkan kondisi wabah ini untuk meraih untung besar dengan menaikkan harga barang yang banyak dicari masyarakat.
Kondisi ini sangat berbanding terbalik ketika bencana wabah ditangani dengan sistem Islam. Pemimpin (khalifah) bertanggung jawab penuh atas keselamatan rakyatnya. Khalifah akan mengurus seluruh kebutuhan masyarakat yang sehat dan yang sedang sakit. Khalifah akan memastikan ketersediaan stok kebutuhan masyarakat seperti makanan pokok, obat-obatan, dan pelayanan kesehatan lainnya termasuk oksigen.
Dalam proses pendistribusian kebutuhan masyarakat selalu diawasi, agar apa yang dibutuhkan masyarakat bisa tertunaikan. Negara juga akan memberi sanksi kepada oknum yang melakukan penimbunan barang. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para Khalifah saat menerapkan Islam. Rasulullah SAW dan para khalifah benar-benar memastikan rakyatnya tidak kekurangan sedikit pun sandang, pangan, dan papan. Karena dalam Islam pemimpin adalah ri’aayatul su’uni al ummah (pengurus urusan umat) yang akan bertanggung jawab langsung di hadapan Allah SWT.
Walahu a’lam bi ash-shawab.
[ah/LM]