Dana Salah Sasaran, Rakyat Kembali Jadi Korban

Oleh : Asyrani (Pemerhati Umat)

 

Lensamedianews.com-Lagi-lagi dana negara mengalami kebocoran. Kali ini terjadi bukan karena korupsi tapi penyaluran dana yang dinilai tidak tepat sasaran. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat, dana bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) sebesar Rp 2,86 triliun yang diberikan kepada sebanyak 5.364.986 siswa tidak tepat sasaran, karena diberikan kepada siswa yang tidak layak atau tidak diusulkan menerima. Sementara, ada sebanyak 2.455.174 siswa pemilik KIP dan/atau yang berasal dari keluarga peserta PKH atau KKS kehilangan kesempatan karena tidak diusulkan dalam SK penerimaan bantuan PIP (CNBC Indonesia, 22/06/2021).

Selain itu, penyaluran dana tidak tepat sasaran juga terjadi pada penyaluran Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang dilaksanakan Kementerian Koperasi dan UKM dalam rangka penanganan dampak Covid-19. Dalam pelaporannya, tercatat sebesar Rp 1,18 triliun terdistribusi untuk 414.590 penerima bermasalah. Menurut Sekretaris Kemenkop UKM, hal ini disebabkan oleh dua faktor yakni tidak adanya database tunggal terkait UMKM dan pandemi Covid-19 (tirto.id, 25/06/2021).

Hal ini sungguh fatal, sebab rakyat yang harusnya menerima akhirnya menjadi korban. Negara pun juga sangat dirugikan. Dana yang diperoleh negara dengan cara yang tidak mudah, baik itu dari pajak yang dipungut dari rakyat maupun utang ke luar negeri. Namun ternyata, dana itu merembes ke mana–mana.

Tentu ini mengindikasikan kurang kompetennya pihak pemerintah dalam mengurusi dan memenuhi kebutuhan rakyat. Terbukti dari kesemrawutan data yang sering berulang dibiarkan. Bahkan tak segera dilakukan kemutakhiran data, sehingga hal itu yang selalu dijadikan alasan. Seperti kasus data PNS ‘siluman’ yang sebelumnya juga sempat dijadikan bahan perbincangan.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi tindakan korupsi. Apalagi terdapat data penerima fiktif. Padahal, setiap rupiah uang negara haruslah dipertanggungjawabkan secara benar. Karena menyangkut hak rakyat dan tugas negara sebagai pengurus rakyat.

Kebocoran uang negara terjadi karena lemahnya fungsi riayah (pengurusan) dan pengawasan oleh negara. Penguasa yang meriayah (mengurusi) rakyatnya akan memastikan setiap setiap rakyat memperoleh haknya. Juga memastikan setiap sen uang negara disalurkan pada yang berhak.

Ini sangat berbeda dengan periayahan kepala negara dalam negara Islam. Sebagai kepala negara dalam Islam, wajib mencari tahu apakah masih ada orang yang berhak yang tidak terdata atau bahkan mereka tidak mau menunjukkan kekurangannya. Hal ini menjadi penting, agar setiap bantuan yang diberikan negara tepat sasaran dan merata. Apalagi membiarkan ada yang miskin dan tidak mendapat bantuan karena mereka tidak mengajukan diri adalah bagian dari kelalaian negara.

Allah Swt. mengingatkan dalam firman-Nya,
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta-minta karena ia memelihara dirinya dari perbuatan itu.”
(TQS. Adz-Zariyat:19)

Rasulullah Saw. juga telah memberi contoh tentang bagaimana seorang penguasa harus bersikap amanah terhadap harta yang menjadi hak rakyat.

Abu Sirwa’ah Uqbah bin Al-Harits ra. bertutur, “Saya shalat Asar di belakang Nabi saw. di Madinah. Setelah salam, beliau segera bangkit, lalu melangkahi barisan para sahabat guna menuju ke salah seorang istrinya. Para sahabat pun terperangah atas ketergesa-gesaan beliau itu. Kemudian, Nabi kembali keluar menemui mereka, dan ketika melihat mereka terkejut atas ketergesa-gesaan itu, Nabi pun bersabda, ‘Aku ingat sepotong emas yang ada pada kami, dan aku tidak ingin menahannya, maka aku pun menyuruh agar membagi-bagikan emas itu.”

Sebagaimana pula yang dicontohkan Umar bin Abdul Azis, cucu dari Umar bin Khaththab ra. Sejak diangkat sebagai kepala negara, setiap kebijakannya ialah maslahat bagi rakyat. Tanggung jawabnya mengharuskan untuk langsung turun ke tengah masyarakat dengan diam-diam demi memastikan segala kebutuhan mereka terpenuhi. Hal itu dilakukannya untuk mengetahui kondisi rakyat sesungguhnya, dan menjadi bahan kebijakannya. Karena keadilan harus tegak demi kehidupan rakyat.

Inilah yang terjadi jika rakyat hidup dengan peraturan Islam. Kehidupan yang adil dan sejahtera bukan menjadi barang mewah yang sulit didapatkan. Berbeda dengan sistem kapitalis, mendapatkan keduanya butuh derita dan linangan air mata. Itu pun tak kunjung pula terealisasikan. Wallahu a’lam bish-shawwab. [LM/Mi]

Please follow and like us:

Tentang Penulis