ASEAN Kian Terjerat Kapitalis
Selama tiga hari berturut-turut, negara-negara G7 (Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, AS) berkumpul bersama negara undangan yakni Australia, India, Republik Korea, Afrika Selatan dan Ketua ASEAN untuk membahas masalah yang mengancam demokrasi, kebebasan dan hak asasi manusia. Pertemuan tersebut diadakan di pusat Kota London, dan Inggris menjadi tuan rumah KTT. KTT itu adalah pertemuan tatap muka pertama setelah lebih dari dua tahun.
Pertemuan G7 ini dianggap bersejarah karena dianggap menjadi simbol aliansi dan kemitraan dengan kawasan Indo-Pasifik. Yakni dalam rangka mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, Covid-19, pelanggaran hak asasi manusia, masyarakat terbuka, ketidaksetaraan gender dan kerawanan pangan (viva.co.id, 5/5/2021). Dihadiri oleh para Menteri Luar Negeri dan Pembangunan G7, pertemuan tersebut membahas hal yang dianggap sebagai permasalahan global paling kritis yaitu hal-hal yang mengancam dan merusak demokrasi, kebebasan dan hak asasi manusia (HAM). Karena itu, menurut mereka, perlu adanya tindakan tegas terhadap hal ini.
Permasalahan lain yang turut dibahas adalah hubungan dengan Rusia, China, dan Iran, serta krisis di Myanmar, kekerasan di Ethiopia, dan perang yang masih terus berlangsung di Suriah. Sementara untuk ASEAN sendiri, pertemuan G7 kali ini adalah untuk yang pertama kalinya menghadirkan ASEAN. Oleh karena itu, ini adalah indikasi baru bagi menguatnya hegemoni kapitalisme secara khusus di kawasan ASEAN, setelah Barat juga ‘melokalisasi’ Asia-Pasifik di bawah hegemoni kapitalisme. Kerja sama hanyalah balutan agenda penjajahan untuk membantu bangsa-bangsa yang tertinggal.
Negara-negara besar pelaku neoimperialisasi adalah mereka yang telah mengalami revolusi industri. Mereka mencoba meningkatkan keuntungan dan mencari daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam bahan mentah, tenaga kerja yang murah, dan kompetisi yang lemah. Di samping itu, sejak dulu telah diketahui bahwa Indonesia adalah negeri dengan kekayaan alam yang melimpah. Indonesia juga negara terbesar di kawasan ASEAN, bahkan Indo-Pasifik. Tak heran jika potensi ini begitu menggiurkan negara-negara kapitalis besar. Akan tetapi, Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di kawasan ASEAN dan Indo-Pasifik, semestinya menganalisis konfigurasi politik di kawasan ini berdasarkan sudut pandang umat Islam. Jebakan kapitalisme akan terus membayangi dengan dalih kerja sama dan investasi. Semua itu hanya untuk mengokohkan hegemoni kapitalisme ke negara-negara berkembang. Tak terkecuali negeri-negeri Islam.
Maka satu-satunya sistem yang mampu mengatasi permasalah ini adalah sistem aturan yang berasal dari Allah dengan menerapkan Islam secara kaffah, di bawah naungan Khilafah Islamiah. Melalui Khilafah selaku negara berideologi Islam, penguasa akan mampu menjadi perisai bagi kemaslahatan dunia Islam sehingga dapat terlindungi seutuhnya dari segala hegemoni ideologi kufur.
Reni Handayani, S.Pd
[Faz/LM]