Oleh: Uswatun Al-Maghfiroh

 

Lensa Media News – Menteri agama Yaqut Cholil Qoumas kembali menegaskan akan diadakannya program sertifikasi terhadap penceramah di seluruh Indonesia (Merdeka.com, 02/06/2021). Program ini dicanangkan sebagai upaya untuk meningkatkan moderasi Islam dalam diri penceramah dengan menambahkan wawasan kebangsaan pada tiap penceramah. Output dari program ini diharapkan para da’i mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan baru mengenai terkait kebangsaan pada publik (WartaEkonomi.co.id, 02/06/2021).

Tujuan dari program kemenag yang telah bergulir beberapa terakhir mengacu pada moderasi Islam. Moderasi agama sendiri merupakan kaidah menghindari sikap idealis terhadap agama yang dianut. Akhir-akhir ini isu moderasi mulai digelorakan yang diharapkan menekan adanya paham yang dianggap radikal ataupun ekstremis. Selain untuk tujuan tersebut harapan output program sertifikasi dai adalah kemampuannya dalam menjelaskan berbagai masalah terkait dengan kebangsaan.

Ide menteri agama ini sejatinya menuai kecaman hingga penolakan oleh MUI dan juga pejabat MPR RI. Hal ini terkait telah dilakukannya program serupa oleh MUI sehingga pengadaan program yang sama oleh kementerian dianggap hal yang tidak penting. Hal ini terjadi bukan tanpa alasan, di tengah kondisi pandemi yang belum membaik bahkan diikuti pembatalan haji oleh pemerintah, rakyat harus disajikan ide yang tidak dapat memberi solusi pada masalah yang tengah mereka hadapi.

Adanya penceramah di tengah-tengah masyarakat sejatinya telah ada sejak zaman dahulu. Hal ini tidak pernah menuai kritik karena dalam Islam sendiri munculnya para da’i adalah hal lumrah, ketika masyarakat menyadari pentingnya kewajiban mensyiarkan agamanya. Sertifikat yang dicanangkan oleh pemerintah dikhawatirkan justru memberi dampak negatif pada syiar agama ini. Hal ini dikarenakan adanya pengelompokan serta klasifikasi orang-orang tertentu yang diperbolehkan untuk berdakwah. Yang mana hal ini tentu mempengaruhi opini masyarakat sehingga mulai melakukan filter pada pengisi kajian mereka.

Adanya aktivitas pembentukan karakter secara sepihak yang menekankan pada moderasi agama bukan dengan Islam, justru dapat diartikan sebagai upaya menjauhkan generasi da’i dari Islam menuju aturan kesesatan. Alhasil output dari program ini bukanlah melahirkan penceramah yang memiliki kemampuan dalam membimbing masyarakat ke arah yang benar. Namun, mengarah pada penceramah yang pandangannya dibentuk sama halnya dengan pemerintah. Penceramah semacam ini akan selalu mengiyakan apa-apa yang dilakukan pemerintah.

Wallahu a’lam bishshawab.

 

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis