Liberalisasi Suburkan Bebas Pendapat Tanpa Arah

Oleh : Alfiana Rahardjo, S.P.

 

Lensa Media News – Bulan Ramadan bulan istimewa. Bulan dimana kaum Muslim diberi kesempatan oleh Allah untuk lebih meningkatkan ketakwaannya. Bulan yang bisa menjadi penyemangat kaum Muslim dalam melaksanakan setiap amal saleh untuk meraih banyak pahala. Namun justru di bulan suci ini, kaum Muslim dihebohkan dengan sebuah pernyataan ‘’nyeleneh’’ yang diunggah melalui media sosial.

Adalah akun Instagram mubadalah.id yang mengunggah ‘’alasan perempuan haid boleh berpuasa”. Dalam unggahan itu menyebutkan tidak ada satu pun ayat al-Qur’an yang melarang perempuan haid berpuasa. Selain itu, disebutkan juga bahwa hadis nabi yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah Ra dan riwayat lainnya menyatakan bahwa Rasulullah hanya melarang salat bagi perempuan haid dan tidak melarang puasa, (detiknews.com,3/5/2021).

Sontak unggahan akun mubadalah id itu menuai kontroversi. Ramai di media sosial soal unggahan yang membahas alasan perempuan haid masih bisa berpuasa. Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abas pun angkat bicara. Beliau tak sependapat.

Menurut Wakil Ketua MUI Anwar Abas, hadis dari Aisyah Ra memang menjadi salah satu rujukan soal perempuan yang haid dalam puasa. Hadis tersebut disampaikan oleh Imam Muslim. Dalam hadist itu, diceritakan bahwa Aisyah berkata :
“Kami pernah kedatangan hal itu (haid), maka kami diperintahkan meng-qada puasa dan tidak diperintahkan meng-qada salat.” (HR Muslim).
Dalam hadis lain pun Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Bukankah wanita itu jika sedang haid, tidak salat dan tidak berpuasa?” Mereka menjawab, Ya.” (HR Bukhari).

Sungguh ironi. Negeri yang mayoritas pemeluk agama Islam justru muncul pendapat nyeleneh itu. Yang membuat pernyataan tersebut adalah Muslim juga. Tak heran bila umat Muslim tak terima dengan pernyataan tersebut.

Alasan dikemukakan pendapat itu adalah di dalam al-Qur’an tidak menjelaskannya atau tidak ada dalil al-Qur’an. Jelas itu adalah pemikiran yang keliru. Seperti yang kita ketahui, sumber hukum Islam tak hanya al-Qur’an namun juga al-Hadis, Ijma’ sahabat , dan Qiyas. Kedudukan al-Hadis adalah menjelaskan apa yang tidak ada di dalam al-Qur’an.

Munculnya pendapat ‘’nyeleneh’’ yang menyimpang dari syariat Islam buah dari sistem kehidupan yang jauh dari Islam. Seperti sistem yang diterapkan di negeri ini. Meski penduduk Muslim mayoritas, namun bila tidak diterapkan sistem Islam dalam aspek kehidupan, maka kebebasan pendapat tanpa arah akan semakin sering dimunculkan. Sistem yang berlaku di negeri adalah sistem demokrasi. Sistem inilah yang mendorong liberalisasi syariat Islam dan menumbuhsuburkan pandangan menyimpang yang bisa menyesatkan umat.

Sedangkan negara pun abai dalam menjalankan perannya yakni untuk melindungi syariat Islam. Negara tidak menjalankan peran tersebut sebagaimana mestinya. Hal ini karena negara tunduk dengan slogan kebebasan berpendapat, buah dari sistem demokrasi ini. Negara membiarkan individu-individu bebas menyampaikan pendapat tanpa batasan syariat.

Pada akhirnya, munculnya pendapat yang jelas dilarang dalam Islam, dibiarkan begitu saja. Negara tidak mau ikut campur dalam penjagaan yang berkaitan dengan ajaran agama. Sepenuhnya di tangan kaum Muslim sendiri. Dalam sistem sanksi pun tidak ada ketegasan dan efek jera bagi pelakunya.

Apa yang terjadi sekarang ini merupakan upaya untuk menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang lurus. Oleh karena itu, umat harus terus mempelajari tsaqafah Islam agar bisa membedakan mana yang haq dan batil. Sebagai seorang Muslim harus memiliki ketaatan hanya pada Allah.

Semua ini akan jauh berbeda bila sistem Islam yang diberlakukan di negeri ini. Bila ada persoalan ini, negara akan melindungi syariat Islam dengan memberlakukan sanksi tegas dan menimbulkan efek jera sehingga bisa mencegah masayarakat mengulangi kemaksiatannya sekaligus sebagai penebus dosa di dunia.

Dengan sistem Islam inilah, segala bentuk penyimpangan terhadap ajaran Islam dapat dicegah. Tidak ada lagi pihak yang menghina aturan-aturan Allah yang sudah ditetapkan Tidak ada lagi munculnya kebebasan berpendapat yang kebablasan. Wallahu a’lam bishawab. [LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis