Makna Hari Raya yang Salah Kaprah

Oleh: Wening Cahyani

 

Lensa Media News – Selayaknya hari raya, Idul Fitri merupakan hari yang sangat istimewa bagi kaum muslimin. Setelah sebulan lamanya berpuasa, umat Islam menanti kehadiran hari kemenangan. Namun, sangat disayangkan jika hadirnya hari kemenangan justru diwarnai dengan tindakan yang keliru dan membahayakan diri sendiri dan orang lain, sebagaimana kejadian tragis yang menimpa beberapa pemuda di Kebumen, Jawa Tengah yang sedang meracik petasan. Tiga orang meninggal dan lima orang lainnya mengalami luka bakar akibat ledakan petasan. Ledakan petasan saat diracik pun terjadi di wilayah Tulungagung dan memakan dua orang korban meninggal dunia (kompas.com, 13/5/2021).

Dilansir dari kanal iNewsJatim.id, 28/4/2021, bahwa dua orang kakak adik menjadi korban ledakan petasan yang sedang mereka racik. Ledakan diduga terjadi akibat percikan api yang mengenai bubuk mesiu. Akibat ledakan tersebut, mereka berdua menjemput maut. Bahkan rumah mereka hancur dan beberapa rumah tetangga pun rusak.

 

Akibat Kebebasan Diumbar

Bergembira menyambut kedatangan hari raya adalah perilaku yang wajar. Manusia bisa memilih dengan cara apa mereka mewujudkan kegembiraan tersebut. Aktivitas yang dipilih mestilah dilandasi pemahaman yang benar sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi diri sendiri maupun orang lain.

Namun, tampaknya masyarakat berpijak pada paham kebebasan dalam berbuat sesuatu. Kegembiraan menyambut hari kemenangan dilampiaskan dengan menghambur-hamburkan uang dengan membeli bubuk mesiu sebagai bahan petasan. Padahal resikonya besar, sebagaimana kejadian yang dialami pelaku di berbagai wilayah. Akibat ledakan tidak hanya dirasakan para pelaku tapi juga orang lain yang merasa terganggu oleh suara dentumannya dan sampah kertas yang bertebaran dimana-mana. Apalagi petasan yang meledak saat diracik di dalam rumah, berpotensi menyebabkan rumah hancur. Kalau sudah begini, kehilangan jiwa dan kerugian harta tak dapat dielakkan lagi. Maksud hati memeriahkan Idul Fitri tapi justru berujung duka nestapa.

Inilah kebebasan yang diunggul-unggulkan. Kebebasan, buah dari aturan buatan manusia yang menjauhkan manusia dari agama dan Tuhannya. Kebebasan bertingkah laku telah membuat manusia egois dan tidak peduli sekitarnya.

 

Makna Hari Raya Idul Fitri

Hari Raya Idul Fitri memiliki arti penting bagi umat Islam. Idul Fitri berasal dari dua kata, yaitu “id” yang berarti kembali dan “fitri” yang berarti fitrah/suci, sehingga Idul Fitri berarti kembali pada kesucian, bersih dari segala dosa dan kesalahan. “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan didasari iman dan semata-mata mengharap rida Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Mutafaq‘alaih).

Gema takbir yang berkumandang menunjukkan hanya Allah yang Maha Besar. Idul Fitri juga adalah ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. atas kemenangan besar karena berhasil melewati kawah candradimuka Ramadan.

Ada kaitan erat antara Idul Fitri dengan tujuan yang harus diraih dari kewajiban berpuasa, yaitu menjadi manusia bertakwa. Sikap yang harus dimiliki seorang muslim yang sudah menjalankan puasa diantaranya adalah: 1) Istikamah dalam memegang agama Islam sebagai agama paripurna yang menuntun hidup di dunia dan akhirat; 2) Berbuat dan berkata yang benar meski banyak orang menentang; dan 3) Menjadi hamba Allah yang selalu taat dan patuh kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Memahami makna Idul Fitri dengan benar menjadikan umat segera meninggalkan tuntunan yang bukan berasal dari Islam. Mencabut paham kebebasan yang selama ini bercokol di benak mereka. Keberhasilan mencabut pemahaman yang salah akan sangat sulit tanpa dukungan lingkungan dan negara. Sistem kebebasan ini langgeng karena negara menerapkannya. Negara tidak menindak orang yang melanggar hukum seperti mengganggu keamanan dan membuat kacau masyarakat. Orang dibiarkan berjual-beli barang-barang yang membahayakan masyarakat.

Kini saatnya negara harus membuang jauh-jauh aturan buatan manusia ini. Keyakinan kepada Islam mengharuskan kita untuk menerapkannya dalam pola seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. dan Khulafaur Rasyidin yaitu Khilafah Islamiyah ‘ala minhajin nubuwwah, sehingga umat Islam bisa menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan dengan khusyuk dan meraih kemenangan di bulan Syawal.

Wallahua’lambishshawwab.

[lnr/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis