Banjir Belanja ketika Wabah, Pantaskah ?
Oleh: Sri Retno Ningrum
(Pegiat Literasi)
Lensa Media News – Lebaran sebentar lagi tiba. Tradisi beli baju baru pun tidak bisa dipisahkan dari momentum lebaran, meski keadaan negara masih pandemi. Hal ini tersebut terlihat dari keadaan di pasar Tanah Abang yang disesaki pengunjung untuk berburu baju jelang lebaran Idul Fitri 2021. Jembatan Penyebrangan Multiguna (JPM) pasar Tanah Abang juga disesaki pengunjung yang asyik memilih pakaian bahkan, Polda Metro Jaya turun tangan untuk mengatasi kerumunan yang terjadi di pasar tersebut (Liputan6.com, 03/05/2021).
Selain itu, Mentri Keuangan, Sri Mulyani meminta rakyat tetap membeli baju lebaran meski mudik dilarang, agar dapat mendongkrak perekonomian yang lesu karena pandemi Covid-19. Untuk menyukseskan programnya, pemerintah sudah menyiapkan berbagai kebijakan seperti menyiapkan program Hari Belanja Nasional (harbernas) jelang lebaran yang ongkos kirimnya disubsidi pemerintah. Dengan program tersebut, masyrakat tetap bisa sirahturahmi dengan saling mengirimkan hadiah. (Wartaekonomi, 24/04/2021).
Apabila kita amati dengan membludaknya pengunjung Pasar Tanah Abang tentu saja akan menimbulkan kerumunan massa, padahal negara masih terkena pandemi Covid-19. Ini tentu memperlihatkan bahwa masyarakat memiliki kesadaran yang rendah dalam mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, rajin mencuci tangan dengan sabun dan menghindari kerumunan. Begitu pula dengan keinginan Bu Mentri agar masyarakat tetap belanja baju baru, menjadikan kita berpikir apakah beliau masih punya hati nurani meminta masyarakat belanja, padahal pandemi Covid-19 menjadikan rakyat makin susah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari? Perlu pertanyakan pula masih pantaskah rakyat membanjiri tempat perbelanjaan ketika wabah sehingga mereka rentan terpapar virus Covid-19?
Tak bisa dipungkiri bahwa apa yang dilakukan masyarakat untuk membanjiri tempat perbelanjaan meski wabah dan keinginan mentri keuangan, Sri Mulyani untuk masyarakat tetap belanja karena buah diterapkannya sistem kapitalisme di negara ini. Sistem tersebut telah melahirkan individu – individu yang senantiasa beriorientasi pada materi dan kepuasan jasadiyah tanpa memperhatikan keadaan negara dalam ancaman virus Covid-19. Sistem kapitalisme yang memilki asas sekuler (memisahkan agama dengan kehidupan) juga menjadikan masyarakat tidak mempergunakan syariah Islam sebagai landasan dalam berbuat.
Di sisi yang lain, imbas adanya pandemi Covid-19 memunculkan banyak permasalahan baru, padahal sebelumnya rakyat sudah banyak tertimpa berbagai kesulitan hidup disebabkan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat. Sehingga pandemi Covid-19 menjadikan masyarakat semakin terpuruk, baik dalam kehidupan ekonomi maupun sosial.
Permasalahan tersebut antara lain terhambatnya proses pendidikan tatap muka, sekolah online yang memiliki banyak kendala, para suami yang terkena PHK disebabkan pabrik atau perusahaan tempat bekerja tidak mampu lagi bertahan karena pandemi covid-19, meningkatnya angkat perceraian , KDRT dan sebagainya.
Sejatinya, berbagai permasalahan yang muncul dari adanya pandemi Covid-19 tidak terjadi seperti ini jika pemerintah sejak awal bersedia menerapkan karantina wilayah atau lockdown yakni menutup batas–batas wilayah negara agar tidak ada WNA masuk dalam negeri ini.
Sebagaimana Rasullulah Saw. bersabda, “Apabila mendengar ada penyakit menular di suatu daerah, janganlah kalian memasukinya, apabila penyakit ini ada disuatu daerah dan kalian berada dalam tempat itu, janganlah kalian keluar dari daerah itu karena melarikan diri dari penyakit itu” (HR. Al Bukhori ).
Sudah seharusnya pandemi Covid-19 yang menimpa negara ini menyadarkan kita untuk kembali kepada aturan Allah SWT secara totalitas, yakni dalam bingkai sistem Islam atau khilafah. Sistem tersebutlah yang mampu membimbing manusia untuk senatiasa hidup berdasarkan aturan Allah SWT sehingga manusia dalam menjalani hidup ini berada dalam jalan yang benar. Sehingga ketika hal tersebut dilakukan maka kita akan terhindar dari perbuatan yang tidak baik sehingga akan menjerumuskan diri kita ke dalam neraka.
Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]