Pertahanan Maritim Diragukan, Bantuan Luar Negeri Dianggap Aman?
Oleh: Puspita NT
Lensa Media News – Setelah pengumuman gugurnya 53 personel Kapal Selam KRI Nanggala-402 di perairan utara Bali, tim SAR kini mulai memfokuskan proses evakuasi. Dari proses evakuasi ini, Remote Operation Vehicle (ROV) milik kapal penyelamat kapal selam Singapura, MV Swift Rescue menemukan keberadaan amunisi torpedo KRI Nanggala-402.
Temuan itu berdasarkan hasil visual yang tertangkap ROV kapal rescue Angkatan Laut Singapura (RSN) tersebut. “Update terbaru, kami sudah menemukan, mengangkat ROV yaitu hidrofon dari kapal selam KRI Nanggala kemudian beberapa foto yang diambil, kemudian ditemukan torpedonya juga,” ujar Asrena KSAL, Laksamana Muda TNI Muhammad Ali dalam konferensi pers di Mabesal, Jakarta, Selasa (27/4/2021), Kompas.com.
Ia mengatakan, petugas hingga kini terus berupaya melakukan evakuasi. Hanya saja, evakuasi akan dilakukan per tahap. Sebab, kemampuan ROV sendiri hanya mampu mengangkat beban sekitar 150 kilogram.
Selain itu, pengangkatan bangkai kapal masih dalam proses persiapan. Persiapan ini sangat krusial mengingat KRI Nanggala-402 tenggelam di kedalaman ratusan meter di bawah permukaan laut. “Ini masih kami diskusikan bagaimana caranya mengangkat, karena kedalamannya ini tidak dangkal ya,” kata Ali.
Sejumlah bantuan dikerahkan, termasuk bantuan kapal dan pesawat pencarian dari sembilan negara sahabat. Mereka yang telah menawarkan bantuan pada Indonesia yaitu Amerika Serikat, Malaysia, Australia, Singapura, Jerman, Perancis, Turki, India, dan Rusia.
Banyak yang memberikan uluran bantuan untuk Indonesia mengingat peristiwa tenggelamnya KRI Nanggala 402 adalah isu strategis yang menyoal pertahanan maritim Indonesia yang selama ini dipandang mumpuni. Mumpuni dengan alam maritim yang luas dengan pertahanan yang memadai.
Apa daya sangkaan tak sesuai dengan kenyataan. KRI Nanggala 402 yang menjadi kebanggaan Indonesia, harus kandas di kedalaman lebih dari 800 di Selat Bali. Catatan pentingnya adalah selain harus adanya koreksi terhadap sistem pertahanan dalam negeri, juga harus adanya kewaspadaan kedaulatan ketahanan negara terhadap intervensi asing.
Tidak bisa dipungkiri bantuan luar negeri memang bisa menjadi pintu masuk intervensi asing. Dalam sebuah konstelasi internasional, negara yang mampu menjadi tempat bergantung negara-negara lain, dialah yang berkuasa. Sebaliknya yang dengan mudah bergantung kepada negara lain, dia akan mudah diintervensi bahkan dijajah.
Karena itulah Islam meletakkan kedaulatan di tangan hukum syara’ yang kokoh terhadap goncangan. Manusia bisa beramal dengan akal tapi pendapatnya bisa berubah terkikis oleh zaman. Sedangkan Islam murni dan terjaga dalam lindungan Allah Swt.
Penerapan Islam dengan ketahanan yang kokoh tersebut bukanlah omong kosong. Dalam sejarah penerapannya, baik pada masa Rasulullah, hingga Khulafaur Rasyidin, dan dilanjutkan masa setelahnya, Islam mampu berdaulat dan diakui oleh negara-negara lain bahkan sekelas Persia dan Romawi menyerahkan kedaulatannya kepada Islam.
Dalam melakukan kerjasama luar negeri, termasuk dalam hal saling membantu ketika ada bencana yang tiba-tiba, negara yang menggunakan prinsip Islam tidak akan menerima begitu saja bantuan dari luar negeri sebelum mempertimbangkan baik buruk untuk kaum Muslim.
Hanya negara yang tunduk dengan aturan Islam dan negara yang terikat perjanjian damai dengan negara Islam sajalah yang bantuannya akan diterima. Sedangkan negara yang memusuhi Islam atau punya potensi memusuhi Islam walaupun belum terlihat jelas permusuhannya, terhadap negara yang seperti itu, Islam benar-benar akan menjaga jarak dan tidak akan menerimana batuannya.
Inilah konsistensi hukum Islam, satu sisi menjaga kehormatan kaum Muslim dengan tidak mudahnya menerima bantuan dari luar negeri, dan sisi yang lain, Islam menjamin kehidupan para pemeluknya dengan menyerahkan urusan tersebut kepada seorang khalifah.
Keberadaan khalifah adalah perintah Allah Swt. Maka, khalifah yang akan mempertanggungjawabkan apa-apa yang dilakukannya terhadap urusan rakyat. Dengan berpegang dengan prinsip ketaqwaan yang membuat khalifah takut kepada Allah melebihi apapun. Dengan itu, rakyat akan selamat dan tidak terkhianati. [LM/Mi]