Ramadan, Setan Dibelenggu, Namun Kemaksiatan Terus Melaju
Oleh : Ummu Qutuz
(Ummahat dan Member AMK)
Lensa Media News – Ramadan sebentar lagi berlalu dari hadapan kita. Semestinya di detik-detik terakhir ini kita memanfaatkan kesempatan ini untuk beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dengan sebaik-baiknya, karena boleh jadi Ramadan tahun depan kita tak menjumpainya lagi karena tutup usia kita.
Namun, fakta yang kita lihat di akhir Ramadan ini, suasana puasa sudah tidak terasa. Warung-warung makan buka seperti biasa. Orang berseliweran keluar masuk untuk makan sudah tidak malu lagi. Di pinggir jalan, di pasar, di tempat-tempat keramaian, para perokok sudah tidak segan lagi merokok di hadapan umum.
Mengapa kemaksiatan dan kejelekan sering kita saksikan pada bulan Ramadan padahal setan telah terbelenggu? Dalam kitab Muwaththo al-Imam Malik pada “kitabal-shiyam” dalam bab “jami’al-shiyam”
“Telah menceritakan kepadaku Malik dari pamannya Abu Suhail Ibnu Malik, dari ayahnya, dari Abu Hurairaah, bahwa ia (Rasulullah) bersabda : “Apabila datang bulan Ramadan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu”
Dalam Sahih Muslim pada kitab “Al-shiyam” dalam bab “fadhl syahru ramadan”
“Telah menceritakan kepada kami Yahya Ibnu Ayyub, dan Qutaibah, dan Ibnu Hujr, mereka berkata : telah menceritakan kepada kami Ismail yaitu Ibnu Jafar, dari Abu Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiya Allahu anhu, bahwa Rasulullah bersabda : ” Apabila datang bulan Ramadan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu”
Makna dari hadits di atas menurut Imam Qurthuby, adalah kemaksiatan sangat minim dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar berpuasa dengan menjaga adab dan syarat-syarat berpuasa. Adapun maksud dibelenggunya setan adalah bahwa yang dibelenggu yaitu setan yang amat durhaka dan menimbulkan banyak kerusakan. Kemaksiatan di bulan Ramadan menjadi lebih minim jika dibandingkan dengan kemaksiatan yang terjadi di luar bulan Ramadan.
Namun, terbelenggunya setan tidak mencegah terjadinya kemaksiatan dan kejahatan, karena kemaksiatan bisa terjadi oleh sebab lain yaitu jiwa yang sudah rusak, watak yang sudah jelek dan kebiasaan yang tidak terpuji. Setan dari kalangan manusia terkadang justru lebih kuat pengaruh dan godaannya daripada setan dari kalangan jin.
Ditambah lagi dalam sistem kapitalis saat ini, para pelaku kemaksiatan tidak diberikan sangsi yang tegas. Orang-orang yang tidak berpuasa tidak diberikan sangsi atas ketidakpuasaan mereka. Hal ini membuat mereka merasa bebas makan minum di hadapan umum tanpa merasa berdosa sedikit pun.
Belum lagi seruan dari penguasa untuk menghormati orang yang tidak berpuasa. Tentu hal ini membuat orang yang tidak berpuasa merasa dilindungi. Sungguh logika yang terbalik dan keblinger. Toleransi yang tak masuk di akal. Bukankah justru yang berpuasa seharusnya yang dihormati. Yang tidak berpuasa seharusnya merasa malu kalau makan minum di hadapan orang yang berpuasa.
Dalam Islam, khalifah akan memberikan sangsi tegas terhadap orang yang tidak berpuasa. Khalifah juga akan menutup warung-warung makan yang menyediakan makan di tempat sebelum waktu berbuka. Hal ini akan membuat jera para pelaku kemaksiatan. Sehingga suasana Ramadan akan terasa khusu dari awal hingga akhir Ramadan. Dengan pemberlakuan sangsi ini, akan betul-betul terasa terbelenggunya setan. Baik setan dari kalangan jin maupun manusia.
Wallahu’alam bishshowab.
[ry/LM]