Mengenal Ragam Cyber Crime

Oleh: Neng Ipeh
(Aktivis BMI Community Cirebon)

 

Sobat Muslimah, belakangan ini istilah cyber crime kerap terdengar seiring semakin pesatnya perkembangan digital. Namun, tahu nggak sih apa itu cyber crime?

Istilah cyber crime sendiri menurut Organization of European Community Development (OECD) adalah semua bentuk akses ilegal terhadap suatu transmisi data. Itu artinya, semua bentuk kegiatan yang tidak sah dalam suatu sistem komputer termasuk dalam suatu tindak kejahatan.

Cyber crime atau kejahatan dunia maya ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan beragam tujuan. Umumnya jenis kejahatan ini dilakukan oleh pihak-pihak yang mengerti dan menguasai bidang teknologi informasi.

Sobat Muslimah, adanya perubahan pola hidup masyarakat Indonesia berupa pembatasan sosial di masa pandemi Covid-19 membuat orang cenderung lebih banyak mengandalkan internet. Sayangnya, hal itu ternyata turut berimbas pada kenaikan jumlah cyber crime.

Dilansir dari cnnindonesia.com dan kompas.com sepanjang Januari sampai November 2020, tercatat ada 4.250 jumlah cyber crime yang ditangani pihak kepolisian. Tterdapat hampir 190 juta upaya serangan cyber crime sepanjang tahun 2020 di Indonesia. Jumlah ini naik lebih dari empat kali lipat dibanding periode yang sama tahun lalu yang tercatat di kisaran 39 juta.

Ternyata cyber crime itu ada banyak jenisnya. Yuk kita kenali lebih jauh cyber crime yang kini tengah beredar di sekitar kita.

Pertama, Carding. Adalah istilah yang kerap digunakan untuk menyebut penyalahgunaan informasi kartu kredit milik orang lain. Biasanya, para pelaku akan menggunakan akses kartu kredit milik orang lain untuk membeli barang belanjaan secara online. Kebayang ya, padahal kita tidak merasa membeli, tapi tagihan kartu kredit terus berdatangan.

Kedua, Hacking. Sebuah aktivitas menerobos program komputer milik orang lain. Si pelaku, atau yang lebih dikenal dengan sebutan hacker biasanya memiliki keahlian membuat dan membaca program tertentu dan terobsesi mengamati keamanannya. Banyak film-film yang menceritakan bagaimana aksi seorang hacker membobol akses keamanan sebuah bank dan mencuri uang nasabah bank tersebut. Kalau itu terjadi di dunia nyata, habislah sudah uang yang susah payah kita kumpulkan dicuri olehnya.

Ketiga, Pencurian Data (Data Theft). Pencurian data atau data theft merupakan suatu tindakan ilegal dengan mencuri data dari sistem komputer untuk kepentingan pribadi atau dikomersilkan dengan menjual data curian kepada pihak lain. Biasanya, tindakan ini berujung pada kejahatan penipuan secara online.

Sobat Muslimah tentu masih ingat berita yang sempat ramai tahun lalu dimana sebanyak 91 juta data pengguna Tokopedia dibobol pada Mei 2020 dan bisa di-download secara bebas. Seandainya orang yang membeli data tersebut menemukan data kita di sana dan melakukan penipuan secara online, pak polisi akan salah mengira kalau kitalah pelakunya karena data diri kitalah yang dipakai oleh si pencuri tersebut.

Keempat, HoaxHoax adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Pada akhirnya orang yakin bahwa berita atau pesan tersebut benar, padahal tidak sama sekali.

Seperti yang dilakukan oleh para penghina Islam. Mereka gigih menghina dan menyebarkan fitnah kejam tentang Khilafah di dunia maya. Bahkan, mereka juga mengadu domba umat Islam hingga menimbulkan perpecahan. Akibatnya, orang menjadi takut untuk mengkaji Islam, menjauhi para pengemban dakwahnya, mencurigai sesama Muslim dan menghindari pembicaraan tentang Khilafah karena terlanjur percaya dengan hoax.

Tentu kita bertanya-tanya bagaimana bisa cyber crime meningkat padahal di Indonesia sudah ada UU ITE yang mencegah terjadinya pelanggaran dalam dunia teknologi informasi.

Adanya pelanggaran hukum tersebut tidak lepas dari penerapan sistem sekuler kapitalisme saat ini. Karena sistem ini mengusung adanya kebebasan untuk berekspresi dalam setiap tindakan meski itu melanggar aturan agama. Paham kebebasan tersebut pada akhirnya membuat pengguna teknologi berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan dengan cara singkat meski harus melanggar aturan yang berlaku.

Sayangnya, walaupun sudah ada UU ITE, negara terkesan lambat dalam menghukumi pelaku kejahatan dunia maya. Apalagi hukuman yang diberikan tidak dapat memberikan efek jera bagi para pelakunya karena aturan yang ada masih dianggap belum memuat secara rinci kejahatan yang terjadi.

Tentu ini merupakan hal yang wajar karena aturan yang berlaku merupakan hasil dari pemikiran manusia tanpa melalui proses berpikir yang cemerlang. Sehingga kejadian ini akan terus berulang untuk yang kesekian kali karena dianggap ada celah dalam payung hukum yang berlaku.

Celah tersebut memberikan peluang bagi para pelaku kejahatan untuk dapat lolos dari jeratan hukum. Pada akhirnya semua akan menimbulkan kerusakan yang lebih parah jika tidak segera mengganti aturannya dengan aturan yang lebih tegas. [LM/Mi]

Please follow and like us:

Tentang Penulis