Kenaikan bahan pangan di bulan Ramadan dan menjelang lebaran senantiasa terjadi dari tahun ke tahun. Tidak terkecuali di Propinsi Sulawesi Tenggara. Langkah antisipatif akhirnya dilakukan pihak pemerintah daerah. Seperti dilansir dari Zonasultra.com (23/4/2021), pihak Bulog Kanwil Sultra telah mengimpor daging kerbau dari India. Impor ini dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan daging menjelang lebaran yang sejalan dengan program Bulog Pusat.

Langkah ini dinilai praktis dalam menstabilkan harga daging yang sudah mengalami kenaikan selama Ramadan ini. Sesuai hukum penawaran dan permintaan, maka jika ada kenaikan permintaan maka harga barang akan naik. Dalam mengantisipasinya tentu harus ada penambahan produksi. Sayangnya penambahan produksi daging ini diambil dengan cara mengimpor dari negara lain.

Mengapa hal tersebut terus-menerus dijadikan solusi? Hal ini dikarenakan negara kita terikat dengan aturan dari World Trade Organization (WTO). Dimana Indonesia harus tunduk pada ketentuan perdagangan bebas. Sebagai negara yang mengemban sistem ekonomi kapitalis liberal, impor adalah solusi yang senantiasa ditawarkan.

Padahal kalau dilihat dari potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, kita optimis mampu berswasembada pangan khususnya dalam penyediaan pasokan daging. Membangun peternakan sapi dan kerbau yang unggul di negeri sendiri. Asalkan ada kemauan (political will) dari pihak pemangku kebijakan dan tentu saja sistem ekonomi yang tepat hanya pada kepentingan dan kemaslahatan umat.

 

Ratni Kartini, S.Si,
(Kendari) 

 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis