Mudik Dilarang, Pariwisata Dibuka
Oleh : NS Rahayu
(Pengamat Masalah Sosial)
Lensa Media News – Kebijakan larangan mudik hari raya di tengah pandemi sebenarnya sebuah upaya yang bijak. Hal ini dapat membantu untuk mencegah kluster baru Covid-19 yang belum menunjukkan usai. Penyebaran Covid-19 diantisipasi sedemikian rupa oleh pemerintah untuk menjaga keselamatan masyarakat pada umumnya dan keluarga khususnya.
Disaat yang sama pemerintah juga memberikan kebijakan pariwisata dibuka, meski dengan dalih untuk wisatawan lokal, mengingat hari libur panjang. Sehingga kebijakan ini ditanggapi antusias oleh wilayah-wilayah yang potensial pariwisata dengan segala bentuk persiapannya.
Larangan mudik lebaran 2021 membuat pergerakan antar kota/kabupaten/pulau akan sulit dilakukan. Meski begitu tempat wisata di Ngawi tetap buka untuk wisatawan lokal. Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Ngawi Totok Sugiharto mengatakan akan melakukan persiapan untuk menyambut wisatawan dengan memantau terus arahan dari pusat (Kompas.com, 17/04/2021).
Kebijakan yang aneh dan bertolak belakang. Padahal sudah diketahui khalayak umum bahwa kerumunan orang juga menjadi salah satu penyebab penyebaran wabah ini. Bahkan lebih cepat. Dan siapa yang bisa menjamin pengunjung hanya wilayah lokal saja? Banyak tempat-tempat pariwisata di Indonesia yang menjadi ikon pangsa pasar luar negeri. Sementara tidak ada kebijakan melarang masuknya para wisatawan asing ke Indonesia.
Kebijakan larangan mudik sementara pariwisata dibuka, sama saja seperti menutup masalah namun melahirkan masalah baru. Sebuah kebijakan yang aneh dan patut dipertanyakan arah kepentingannya.
Jika menelisik lebih dalam, maka akan ditemukan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidak lain hasil dari kebingungan penguasa. Pemerintah khawatir virus menyebar, di sisi lain khawatir ekonomi ikut mandek sehingga melahirkan kebijakan yang membingungkan dan tidak tepat.
Memang saat ini semua negara di dunia sedang getol untuk memperbaiki ekonomi yang porak poranda akibat Covid-19 termasuk Indonesia. Indonesia mengambil moment lebaran sebagai pendongkrak ekonomi sehingga jelas bahwa penguasa lebih mementingkan ekonomi ketimbang nyawa rakyat.
Ciri khas diterapkannya sistem kapitalis-sekular yang menjadikan materi sebagai asas tegaknya. Bahkan dalam momen kesempitan masyarakat yang dilanda pandemi, masih menggerakkan pariwisata sebagai pendongkrak ekonomi. Tanpa mempertimbangkan keselamatan masyarakat.
Jika menilik hasil, pariwisata hanya sebagian kecil penggerak roda ekonomi. Kekayaan alam dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia sangat banyak, ketika dikelola dengan benar akan memberikan hasil yang melimpah.
Namun harapan kosong yang didapat, karena sumber daya alam dan sumber kekayaan lainnya justru jatuh di tangan asing dan aseng dalam bentuk investasi. Siapa yang menikmati? Jelas para kapitalis lagi.
Sistem Islam Solusi Pandemi dan Ekonomi
Berbeda dengan sistem Islam dalam kepemimpinan yang disebut khilafah. Kebijakan khilafah mencegah penyebaran virus sangat efektif, selain menghentikan penyebaran virus sekaligus mampu membuat ekonomi tetap bisa berjalan.
Bagaimana caranya? Tentu harus dicari terlebih dulu akar permasalahannya. Ternyata permasalahan ada pada tidak diterapkannya hukum Islam dalam mengatur tata kehidupan manusia. Padahal Islam adalah agama rahmatan lil’alamin yang memiliki aturan sempurna sebagai solusi permasalahan yang ada. Termasuk cara-cara menghadapi pandemi maupun krisis ekonomi.
Islam telah mencontohkan ketika terjadi tha’un (wabah), saat Khilafah Umar bin Khatab menghadapi wabah, maka beliau segera melakukan metode karantina (lockdown). Berdasarkan sabda Rasullah, SAW, “Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, jangan kalian tinggalkan tempat itu” (HR. Bukhari).
Penguncian total wilayah yang terkena wabah dengan segera, akan meminimalisir penularan ke wilayah lain. Sehingga masyarakat yang berada di luar wilayah wabah tetap bisa menjalankan aktifitasnya secara normal. Transaksi perekonomian berjalan seperti biasa dan ini akan mengurangi terjadinya krisis ekonomi, pangan, dsb.
Khilafah juga memiliki konsep APBN yang tangguh dimana pemasukan dan pengeluaran diatur berdasarkan syariah. Di antara sumber pemasukan adalah dari harta milik umum yang berlimpah seperti tambang, kekayaan laut, hutan, dan lainnya yang dikelola secara mandiri dan hasilnya untuk kesejahteraan warga negaranya. Juga ada harta-harta lain dari pungutan jizyah, kharaj, ghanimah, fa’i, dan seterusnya.
Dengan kekayaan yang besar sangat memungkinkan khilafah mengurusi hajat rakyatnya termasuk dalam kondisi pandemi secara menyeluruh. Adapun pariwisata dalam Islam tidak menjadi tempat komersil, justru sebagai tempat untuk mempertebal keimanan dan wahana edukasi. Pariwisata sebagai refreshing ruhiyah dari segala kepenatan setelah lelah bekerja atau beraktivitas.
Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]