Islam Tak Mengajarkan Kekerasan pada Perempuan

Oleh: Atik Hermawati
(Aktivis Muslimah)

 

Lensa Media News – Kasus bom bunuh diri di Makassar hingga pengeboman Mabes Polri menyisakan berjuta opini. Kini perempuan yang disoroti, terutama keterkaitannya dengan terorisme di negeri ini. Apakah itu akibat perempuan terlalu Islami?

Menurut Pendiri Kalyanamitra, Myra Diarsi, mengatakan bahwa radikalisme dan fundamentalis telah menekan perempuan dari hal yang sederhana seperti cara berpakaian yang berakhir pada kewajiban. Hingga mengarahkan pada perilaku ekstrem seperti terorisme (Voaindonesia.com, 01/04/2021).

Selanjutnya Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengajak para da’i untuk menggunakan manhaj wasathy (moderat) dengan narasi rahmatan lil’alamin yang disesuaikan dengan kultur kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal itu ia sampaikan pada Webinar BNPT yang bertajuk ‘Peran Dai dalam Deradikalisasi Paham Keagamaan di Indonesia’. Menurutnya lagi, Islam yang moderat lebih cocok menjaga toleransi di negeri ini (Liputan6.com, 04/04/2021).

 

Terorisme Lahir dari Pemahaman Keliru

Suatu fitnah keji, apabila dikatakan bahwa terorisme lahir dari pemahaman yang mengakar dan ketaatan pada aturan Islam. Apalagi kini yang dikaitkan perempuan Muslimah. Ikon kelembutan dan kasih sayang seolah-olah hilang karena keyakinannya terhadap jihad membela agama.

Tindakan teror jelas terlarang dalam Islam. Menzalimi diri sendiri pun tidak boleh, apalagi menzalimi orang lain. Terorisme lahir dari pemahaman yang keliru. Apalagi diidentikkan dengan jihad dalam Islam, jelas sangat bertentangan.

Jihad dalam Islam ada aturan dan adabnya. Di bawah komando negara yang berkuasa, bukan sekelompok orang apalagi individu biasa. Rasulullah Saw. bersabda, “ Berperanglah dengan menyebut nama Allah dan di jalan Allah. Perangilah mereka yang kufur kepada Allah. Berperanglah, jangan kalian berlebihan (dalam membunuh). Jangan kalian lari dari medan perang, jangan kalian memutilasi, jangan membunuh anak-anak, perempuan, orang yang sudah tua, dan rahib di tempat ibadahnya” (HR. Muslim, Abu Dawud , At-Tirmidzi , dan Al-Baihaqi).

Isu perempuan dan terorisme digaungkan demi meningkatkan fobia terhadap Syariat Islam. Hal ini sarat dengan moderasi agama, agar pemahaman Islam sebatas ritual belaka. Bukan hal baru, moderasi agama lahir di bawah komando Barat dengan agenda besarnya Global War on Terorism yang kini menjadi War on Radicalism. Dimana kata radikalisme disematkan pada orang-orang atau kelompok yang berpegang teguh pada ajaran Islam sebagai aturan seluruh aspek kehidupan (ibadah, politik, muamalah, dan sebagainya).

Moderasi agama hanya akan mengaburkan dan menyalahi ajaran Islam. Bukan solusi bagi intoleransi di negeri ini. Padahal sistem Islam telah terbukti menaungi masyarakat dengan keberagaman agama, suku dan lainnya.

Selanjutnya isu terorisme dan perempuan ini dimanfaatkan pula oleh kaum feminis liberal, agar para Muslimah meninggalkan ketaatan pada agamanya. Mereka menganggap aturan Islam yang komplit mengekang perempuan, yang kemudian lahir berbagai persoalan seperti diskriminasi, kekerasan, pelecehan, dan tindakan ekstrem seperti terorisme saat ini.

Padahal semua permasalahan perempuan saat ini akibat sistem kapitalis-sekuler yang bercokol di negeri ini. Memandang perempuan sebagai lahan bisnis yang harus dieksploitasi atas nama emansipasi. Sedangkan jaminan kebutuhan dan keamanan diabaikan sebab negara yang riilnya hanya bertindak sebagai regulator bagi korporasi bukan operator.

 

Islam Mengajarkan Kemuliaan

Islam hadir untuk memuliakan perempuan. Sejarah telah mencatat bagaimana nestapa perempuan saat masa jahiliah. Setelah Islam diterapkan kaffah, perempuan mendapatkan hak-haknya sebagai seorang manusia yang harus dijaga keamanan dan kemuliaannya.

Dengan sistem sosialnya, Islam mengatur kehidupan laki-laki dan perempuan di tempat khusus maupun umum. Sehingga tidak terjadi kekerasan maupun pelecehan. Apabila terjadipun sanksi tegas telah ditetapkan.

Sistem kepemilikan dan ekonomi negara yang mandiri tanpa liberalisasi, meniscayakan sistem Islam mampu memenuhi kebutuhan para perempuan. Tak ada istilah perempuan sebagai tulang punggung keluarga.

Selanjutnya pendidikan perempuan dijamin oleh negara. Ketinggian adab dan ilmu menjadikan para perempuan mampu menjadi ummu wa rabbatul bait yang mencetak generasi gemilang. Sebagaimana pada masa kejayaan Islam dahulu. Dimana para perempuan muslimah pun berkontribusi dalam dakwah, ilmu pengetahuan, dan lainnya. Bahkan dalam pengawalan pelaksanaan syariat oleh negara.

Tentunya semua itu hanya bisa diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah, bukan yang lainnya. Perempuan muslimah harus menyadari peran strategis yang dimilikinya. Baik sebagai istri, ibu, maupun anggota masyarakat.
Tidak terbawa arus moderasi agama, apalagi feminisme yang merupakan racun dan hanya akan mengeluarkan perempuan dari fitrahnya.

Wallahu a’lam bishshawab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis