Siaran Bernilai Agama dan Kesopanan Tak Cukup Hanya di Bulan Ramadhan

Oleh : Fitri Al Hasyim
(Aktivis Muslimah Tebing Tinggi)

 

Lensa Media News – KPI melarang televisi menyiarkan adegan berpelukan hingga yang mengandung unsur lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Aturan itu tercantum dalam surat Edaran KPI 2/2021 berdasarkan keputusan pleno 16/3/2021 (tirto.id, 20/3/2021).

Terdapat 14 poin aturan di dalam protokol penyiaran selama Ramadan. Beberapa di antaranya: tidak melakukan adegan berpelukan atau bermesraan dengan lawan jenis pada seluruh program acara, baik disiarkan langsung maupun rekaman; dilarang menampilkan gerakan tubuh yang berasosiasi erotis, sensual, dan/atau cabul.

Ada juga larangan menyampaikan ungkapan kasar dan makian yang bermakna cabul dan menghina agama lain; larangan mengekploitasi konflik atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma dan kesopanan serta kesusilaan; juga tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan mudarat bagi masyarakat.

Sejujurnya, poin aturan yang diterbitkan KPI sangat dibutuhkan publik dalam menjaga dan menghindarkan diri dari segala kemaksiatan. Sayangnya, semua aturan ini hanya berlaku selama Ramadan saja. Seolah penjagaan terhadap masyarakat hanya terjadi setahun sekali. Namun setelahnya, masyarakat kembali dalam suasana hedonis akibat penerapan sistem kapitalisme liberal.

Di sistem kapitalisme, semua aspek tertuju untuk manfaat dan keuntungan. Sangat jarang program acara televisi yang berisi muatan positif. Lagi-lagi hal ini demi rating tinggi yang dicari. Selama ini, program acara yang ditayangkan tidak memperhatikan dampak negatif bagi yang menonton. Lebih mementingkan selera pasar sekalipun mengandung unsur seks atau elgebete.

Media memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Pengaruhnya tidak cukup hanya terkait pilihan gaya hidup, namun juga pembentukan opini publik serta cara pandang penonton terhadap realitas. Televisi masih banyak diminati dan menempati posisi yang cukup strategis.

 

Bagaimana Islam Memandang Ini?

Media massa memiliki peran strategis dalam melayani ideologi Islam (khidmat al-mabda al-islami), baik di dalam maupun di luar negeri (Sya’rawi, 1992). Media massa juga berperan dalam edukasi publik tentang pelaksanaan kebijakan dan hukum Islam. Negara akan mengeluarkan undang-undang yang memuat pengaturan informasi, siaran berbagai program acara demi mendukung pengokohan masyarakat dalam memegang syariat, sehingga melahirkan banyak kebaikan di tengah masyarakat.

Hal ini jauh berbeda dalam sistem kapitalisme sekuler, yang justru menjadi alat untuk menghancurkan nilai-nilai Islam dan merusak moral manusia.

 

Etika Penyiaran dalam Islam

Ada beberapa poin etika penyiaran dalam Islam. Pertama, isi siaran dituntut mengandung nilai pendidikan yang baik, mendorong manusia untuk maju, dan hidup sesuai ajaran Islam.

Kedua, menyampaikan berita/informasi yang benar, bersih dari penipuan dan kebohongan.

Ketiga, berisi peringatan agar pemirsa tidak melakukan perbuatan tercela atau melanggar hukum syariat.

Keempat, tidak melakukan fitnah, baik secara lisan, tulisan, atau gambar yang merugikan kehormatan orang lain.

Kelima, dilarang membuka dan menyiarkan aib orang lain, kecuali untuk mengungkap kezaliman.

Keenam, dilarang mengadu domba antara seseorang atau sekelompok orang dengan orang atau kelompok lain yang dapat menimbulkan perpecahan di tengah umat.

Terakhir, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar.

Hal ini hanya akan terwujud jika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam institusi Khilafah. Sebab, mustahil bagi sistem kapitalis menerapkan panduan etika penyiaran yang bernapaskan Islam. Sesungguhnya adalah kewajiban bagi kita sebagai umat Islam untuk memperjuangkan Islam supaya tegak di muka bumi. Perjuangan ini akan lebih mudah dilakukan jika seluruh komponen umat menyadari dan bergerak bersama untuk mengembalikan kehidupan Islam.

Wallahu a’lam bish shawabshawab. 

 

[ry/LM)]

Please follow and like us:

Tentang Penulis