Dinar Dirham dan Maslahah yang Lebih Besar

Oleh: Monicha Octaviani
(Aktivis Muslimah)

 

Lensa Media News – Belum lama ini geger di media tentang pasar muamalah yang dikabarkan transaksinya menggunakan dinar dan dirham. Pasar tersebut ada sejak tahun 2014, dibuka setiap dua pekan di hari mingggu dengan jumlah penjual sekitar 15 lapak (kompas.com, 04/02/21). Ada yang berjualan bahan sehari-hari, hingga berjualan pakaian. Pembeli di pasar tersebut bertransaksi dengan koin yang berbahan emas dan perak sebagaimana dinar dan dirham di masa Rasulullah dulu.

Adanya pasar muamalah tersebut sejatinya menunjukkan bahwa ada sebagian rakyat Indonesia yang ingin mennggunakan sistem ekonomi sesuai dengan syariat Islam yang diajarkan Rasulullah SAW. Penggunaan dinar dan dirham di masa Rasulullah dulu dijadikan satuan mata uang oleh beliau yang sandarannya langsung pada emas dan perak.

Hal tersebut berdasarkan sabda beliau SAW, “ Timbangan yang berlaku adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran yang berlaku adalah takaran penduduk Madinah” (HR Abu Dawud). Dimana timbangan dan takaran yang dimaksud adalah dinar dan dirham. Nilai satu dinar sama dengan 4,25 gram emas. Sedangkan nilai satu dirham setara dengan 2,975 gram perak.

Ada juga syariat Islam yang berkaitan dengan emas dan perak seperti: (1) larangan menimbun emas dan perak karena sifatnya sebagai alat tukar (QS at-Taubah:34); (2) penetapan syariat yang baku -seperti zakat, diyat, kadar untuk sanksi potong tangan pencuri- yang ukurannya menggunakan dinar dan dirham; (3) hukum-hukum pertukaran transaksi keuangan yang ditetapkan dalam bentuk emas dan perak. Sehingga, jelas bahwa penggunaan dinar dan dirham ini merupakan bagian dari syariat Islam. Maka sejatinya, tidak ada yang salah jika kaum muslimin ingin kembali menggunakan dinar dan dirham dalam kehidupan mereka.

Dinar dan dirham memiliki nilai intrinsik yang melekat pada emas dan perak, yang penggunaannya tidak bisa diakali sebagaimana fiat money yang bisa dicetak seenaknya. Berharganya emas dan perak menyebabkan sistem moneter akan lebih stabil karena jumlahnya tidak bisa bertambah banyak secara tiba-tiba seperti fiat money.

Sistem mata uang emas dan perak akan menciptakan keseimbangan neraca pembayaran internasional. Berapapun jumlah emas dan perak di suatu negara dalam sistem mata uang ini, akan tetap dapat memenuhi kebutuhan pertukaran mata uang di pasar (Zallum, 2004:227).

Penggunaan sistem mata uang ini akan menyebabkan stabil kurs antar negara, sebab setiap negara akan menyesuaikan posisi mata uangnya terhadap emas dan perak tersebut. Sistem ini juga akan memelihara kekayaan emas dan perak setiap negara sebab berpindahnya emas dan perak di sistem ini adalah berbentuk harga dari barang dan jasa sesuai syariat Islam.

Selain itu, penelitian Profesor Roy Jastram dalam bukunya The Golden Constant membuktikan bahwa harga emas terhadap beberapa komoditas selama 400 tahun adalah konstan dan stabil. Semua hal tersebut menguatkan fakta bahwa penggunaan dinar dan dirham akan membawa maslahat bagi masyarakat.

Tentu saja penggunaaan dinar dan dirham sebagai mata uang yang sah tidak akan bisa dilakukan tanpa fasilitas negara. Begitu pula dengan rahmat yang akan didapat dari penerapan syariat Islam yang tidak akan bisa dirasakan tanpa penerapan yang menyeluruh dari individu, masyarakat dan negara.

Karena antusias negara sudah cukup tinggi akan keuntungan dari pemanfaatan syariat Islam seperti wakaf, maka kenapa tidak totalitas saja menerapkan Islam seluruhnya. Niscaya rahmat dan berkah yang jauh lebih besar akan dapat dirasakan bukan hanya bagi kaum Muslimin.

Tapi juga untuk seluruh alam. Allah SWT berfirman “ Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS al-A’raf:96).

Wallahua’lam.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis