Hanya Islam yang Mampu Tuntaskan Korupsi

Oleh : Asha Tridayana
(Pengemban Dakwah dari Pekalongan) 

 

Lensa Media News – Kasus korupsi di negeri ini semakin hari semakin merajalela. Hal ini membuktikan lemahnya lembaga yang bertanggungjawab menangani, tidak sungguh-sungguh bahkan terkesan membiarkan begitu saja tindak korupsi. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak serius menangani korupsi. Terutama kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang menjerat Juliari Batubara.

Menurut Kurnia dalam akun Twitternya, korupsi bansos merupakan tindak paling keji yang seharusnya menggerakkan KPK untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Kurnia curiga kemungkinan ada oknum di internal KPK yang berupaya melokalisir sehingga berhenti di Juliari. Karena ditemukan banyak korporasi yang baru berdiri empat sampai lima hari, namun mendapatkan proyek bansos (tasikmalaya.pikiran-rakyat.com 12/02/21).

Tidak sampai disitu, kinerja lembaga KPK juga dipertanyakan oleh Mantan Juru Bicara (Jubir) KPK Febri Diansyah yang melihat Indeks Persepsi Korupsi menurun dari tahun sebelumnya. Diketahui Transparency International (TI) Indonesia telah merilis Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2020 pada 28 Januari 2021. Hasil menunjukan bahwa CPI Indonesia menurun 3 poin dari tahun 2019 dan menempatkan Indonesia di peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei. Selain soal korupsi, Febri Diansyah juga mempertanyakan soal Indeks Demokrasi Indonesia yang sama menurun (tasikmalaya.pikiran-rakyat.com 07/02/21).

Ketidakseriusan lembaga penegak korupsi seperti KPK telah membuktikan bahwa hukum di negeri ini tidak punya kuasa. Bahkan cenderung lepas tanggung jawab apalagi pada mereka yang berkedudukan sekalipun telah melakukan korupsi yang merugikan banyak pihak. Keberadaan lembaga tersebut tak lebih dari formalitas belaka karena tak berfungsi semestinya.

Kasus korupsi bansos merupakan bukti bobroknya hukum di negeri ini. Bansos yang menjadi hak rakyat terdampak pandemi tega dirampas dan dinikmati oleh pejabat negeri. Sungguh memprihatinkan, masyarakat sudah kesulitan masih ditambah beban kehilangan hak-haknya. Kasus korupsi di tengah pandemi menegaskan kronisnya masalah korupsi di negeri ini.

Hal ini terjadi karena minimnya peran negara dalam menangani kasus korupsi dan melindungi rakyatnya. Kondisi semacam ini menjadi bukti kegagalan sistem sekular kapitalis yang tengah diemban. Tidak akan pernah tuntas masalah tersebut sekalipun dilakukan penguatan lembaga KPK.

Penyelesaian seperti ini hanya akan sia-sia karena akar masalah bukan terletak pada lemahnya kinerja KPK. Namun, penerapan sistem yang tak layak karena telah rusak sejak lahir. Sehingga hanya kerusakan yang akan dihasilkan dan persoalan demi persoalan akan terus muncul tanpa adanya solusi yang mampu menyelesaikan.

Satu-satunya jalan hanya dengan mencampakkan sistem sekular kapitalis dan menggantinya dengan sistem Islam. Sistem yang lahir dari wahyu Allah swt, kompleks mencakup seluruh aspek kehidupan. Tidak terkecuali mengatur sistem pemerintahan dan berbagai aturan yang jelas maupun sanksi yang dapat memberikan efek jera. Melalui sistem Islam, kasus korupsi dapat diberantas hingga tuntas tanpa memandang status dan kedudukan.

Aturan dalam Islam akan membentuk kepribadian dan mental setiap individu sesuai syariat Islam. Hal ini akan tercermin pada pola pikir dan pola sikapnya yang berlandaskan akidah Islam. Sehingga segala aktivitas yang dilakukan senantiasa terikat dengan aturan-aturan Allah swt.

Disamping itu, sistem Islam juga menciptakan lingkungan yang kondusif dalam rangka mendukung para pejabat negeri untuk selalu terikat dengan hukum syara’ dan bertanggung jawab atas amanah yang diembannya. Rasulullah saw bersabda : ” Siapa saja yang kami angkat sebagai pegawai atas suatu pekerjaan, kemudian kami beri dia upahnya, maka yang dia ambil selain itu adalah kecurangan” (HR Abu Dawud).

Terlebih lagi, sistem Islam akan mewujudkan lembaga pemerintahan dengan sistem kerja yang tidak rentan terjadi korupsi. Benar-benar menggunakan hukum dan kekuasaan demi kemaslahatan rakyat, tidak terbatas pada oknum tertentu dan tidak memandang status apalagi kedudukan.

Ditambah, mekanisme sistem sanksi dalam Islam juga tegas dan tentunya akan memberikan efek jera. Jenis dan kadar sanksi atau ta’zir ditentukan oleh hakim yang disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan. Dari yang paling ringan berupa nasehat, denda, ataupun penjara hingga hukuman cambuk dan hukuman mati. Mekanisme tersebut dapat mencegah dan menanggulangi berbagai kasus korupsi.

Keadaan tersebut hanya dapat terwujud saat sistem Islam dalam naungan khilafah diterapkan secara total tanpa pilih-pilih. Hanya khilafah yang mampu menjamin hukum-hukum Allah swt dijalankan, menggantikan sistem sekular yang selama ini meracuni pemikiran dan menimbulkan berbagai kerusakan. Solusi hakiki dari segala persoalan dan mendatangkan keberkahan bagi seluruh umat.

Wallahu’alam bishowab. 

 

[LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis