Sistem Sekularisme Menggerus Nilai Keluarga
Oleh : Ayu Ramadhani
(Aktivis The Great Muslimah Community Medan)
Lensa Media News – Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Kemenkes, 2016). Di kalimat akhir definisi tersebut mengatakan bahwa anggota keluarga saling ketergantungan.
Namun, lain hal yang terjadi pada kasus yang dilansir dari newsdetik.com, 9 Januari 2021, seorang anak melaporkan ibu kandungnya ke polisi di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Saat ini, ibu tersebut telah mendekam dalam sel tahanan. Kasus pelaporan ibu kandung ini diawali dengan cekcok tentang baju-baju pelapor dan berujung pada tuduhan KDRT yang menjadi alasan penangkapan ibu tersebut.
Hal serupa juga pernah terjadi di NTB. Kali ini anak sebagai pelapor tersebut melaporkan ibu kandungnya karena motor yang dibeli ibunya dari hasil menjual tanah warisan, dititipkan ke salah satu pihak saudara dan dianggap sebagai penggelapan (tribun.news.com, 29/7/20).
Kedua kasus tersebut adalah dua diantara banyaknya kasus yang bertajuk anak melaporkan ibu kandungnya. Kasus tersebut tentu mengundang prihatin. Bagaimana tidak, bukannya berupaya membalas kasih sayang sang ibu, anak yang dilahirkan dan dibesarkan penuh cinta malah tega melaporkan ibu kandungnya hingga harus mendekam di sel tahanan.
Kasus seperti ini sudah sekian kalinya terulang. Ini membuktikan tidak adanya upaya pencegahan keretakan keluarga sejak dini dan negara tidak menganggap serius masalah amoral terhadap ibu kandung ini. Tidak ada solusi tuntas, seolah-olah negara memperbolehkan hadirnya generasi durhaka yang tidak menghormati orang tua, terkhususnya seorang ibu yang Allah muliakan dengan meletakkan surga di bawah kakinya.
Jangankan untuk menemani dalam menikmati masa tuanya, para ibu ini justru harus pulang pergi pengadilan dan merasakan dinginnya lantai tahanan berkepung jeruji besi karena sikap durhaka anak yang berpandang untung rugi.
Beginilah potret keluarga dalam sistem kapitalis sekular dimana kebebasan dijaminan bagi individunya. Kebebasan yang tak terbatas ini akhirnya ikut menebas unit terkecil pertahanan negara yakni keluarga. Sistem yang mengusung liberalisme sebagai sesuatu yang seolah-olah adalah solusi bagi permasalahan manusia ini, nyatanya telah gagal menghadirkan ketenangan dan kedamaian para penerapnya.
Alih-alih menjadi unit ketahanan negara yang berinteraksi dengan kasih sayang dan melahirkan generasi pewaris bangsa, keluarga dalam sistem ini justru memiliki nilai ketergantungan karena hubungan untung rugi dan asas manfaat semata.
Berbanding terbalik dengan sistem Islam, hal seperti ini tidak akan dibiarkan terjadi. Bahkan sebelumnya telah ada pencegahan atas tanda-tanda keretakan keluarga. Dalam Islam, terbentuknya keluarga merupakan wujud keimanan. Bukan dengan dasar materi atau untung rugi. Dengan dasar keimanan tersebut pulalah interaksi antar anggota keluarga adalah interaksi yang bersifat persahabatan. Keluarga dalam Islam memiliki peran dan fungsi yang luar biasa, bahkan kualitas keluarga akan menjadi penentu berlangsungnya kehidupan negara.
Keluarga juga tidak akan dibiarkan sendiri tanpa sokongan dan perhatian negara. Negara akan memastikan keluarga terus mendapatkan dukungan yang diperlukannya bahkan sampai kepada penjagaan generasi dan individu dari siksa api neraka. Hal ini adalah bukti kerja sama keluarga dan negara dalam mencegah lahirnya generasi durhaka dan merupakan wujud ketaatan kepada Sang Pencipta, Allah swt. Negara dalam sistem Islam benar-benar menjalankan fungsi penjagaannya, menjaga rakyatnya dari perbuatan yang mengundang azab Allah swt.
Dengan sistem Islam yang paripurna inilah, masalah-masalah dalam keluarga akan dapat teratasi dengan benar tanpa pengulangan. Sebaliknya membawa ketenangan dan kedamaian bagi manusia yang tidak didapati pada sistem sekular hari ini. Sungguh aturan yang datang dari-Nya tidak akan melanggar fitrah dan tidak akan menzalimi manusia.
Waalhu’alam bishshawab.
[LM]