Papua dalam Cengkeraman Asing dan Aseng

Oleh: Siti Mustaqfiroh
(Aktivis Muslimah Papua Barat)

 

 

Lensamedia.com– Berbicara masalah Papua tidak akan ada habisnya. Papua surga dunia di bagian timur wilayah Indonesia dengan kekayaan alam sangat melimpah. Baik yang ada di darat, laut dan di dalam perut bumi memikat semua pihak, tak terkecuali asing dan aseng.

 

Terbukanya tangan dari pemerintah Indonesia kepada perusahaan luar dalam mengelola sumber daya alam (SDA) yang ada di bumi cenderawasih, memberi ruang lebih pada pihak asing maupun aseng untuk menancapkan kepentingan mereka di bumi tercinta. Terbukti dengan banyaknya perusahaan asing maupun aseng yang beroperasi di tanah Papua dan Papua Barat dengan dalih investasi.

 

Sayangnya, banyaknya perusahaan asing maupun asing yang berkembang pesat, tidak diikuti dengan berkembangnya ekonomi masyarakat dan sumber daya manusia (SDM) di wilayah tersebut. Masyarakat pedalaman masih dalam keterbelakangan, mutu pendidikan jauh di bawah standar dan tingkat kemiskinan yang tinggi.

 

Dilansir dari CNN Indonesia (15/01/2020), data Badan Pusat Statistik (BPS) bulan September 2019, angka kemiskinan penduduk Provinsi Papua 26.55 persen dan Papua Barat 21,51 persen. Tertinggi dari seluruh provinsi di Indonesia dan disusul oleh NTT dan Maluku. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya covid 19 yang mengakibatkan peningkatan 0.09 persen menjadi 26,64 persen pada bulan Maret 2020. (SuaraPapua.com 17/07/2020)

 

Pengelolaan SDA yang tidak di barengi dengan penjagaan lingkungan, jelas akan membawa kepada kerusakan lingkungan dan kesengsaraan manusia. Sebagaimana terjadi terhadap hutan Papua.

 

Pembukaan lahan dengan mengobarkan api hanya bisa dilakukan oleh human error tanpa berfikir dampak jangka panjang. Jelas saja, pemerintah akan sangat sulit menghadapi korporasi besar dari para mafia yang bisa melakukan apa saja demi meloloskan keinginan mereka, dalam hal ini Korindo Grup, yakni perusahaan besar Korea Selatan.

 

Kapitalisme telah meniscayakan para korporat untuk mengeruk keuntungan sebesar mungkin. Mereka tidak akan peduli dengan dampak yang timbul bagi warga pribumi dan lingkungan sekitar.

 

Rakyat Papua akan selalu menelan pil pahit ketika tempat untuk melestarikan hidup justru diambil alih oleh para korporat atas legalisasi dari negara. Kondisi ini sudah lumrah terjadi, selama Indonesia masih dalam mengadopsi sistem Demokrasi-Kapitalis dan Neoliberalisme.

 

Kekuatan pemerintah mandul di atas asas sekuler-liberal yang meniscayakan asas manfaat dan materialisme yang cenderung memunculkan sifat rakus, pragmatis dan menafikan nilai-nilai adab terhadap lingkungan dan kelestarian hidup rakyat Papua.

 

Kesengajaan Perusahaan Korindo dalam membakar hutan untuk membuka lahan sawit, mestinya tidak hanya dilihat dari sisi kerugian ekonomi dan lingkungan hidup, tetapi juga simbolisasi kepentingan asing yang semakin mencengkram situasi politik dan ekonomi Papua.

 

Situasi politik Papua dan menguatnya penolakan Otsus (Otonomi Khusus) serta adanya tuntutan referendum, tidak terlepas dari leluasanya asing dan aseng memainkan kepentingan ekonomi dan politiknya di wilayah ini.

 

Selain ketidakadilan dan kesenjangan yang dirasakan oleh masyarakat Papua, hal ini semakin menguatkan bahwa sistem demokrasi lemah dalam menjaga kedaulatan atas wilayahnya dari intervensi asing maupun aseng. Berbeda dengan sistem Islam, yakni khilafah.

 

Di dalam Islam, negara bertanggung jawab terhadap urusan umat dan menjaga umat dari berbagai kerusakan yakni dengan menerapkan seluruh aturan Allah di seluruh aspek kehidupan. Penerapan aturan ini akan mengarahkan tujuan penciptaan manusia sebagai Khalifah atau pengelola bumi yang amanah tanpa merusak bumi dan penduduknya.

 

Negara khilafah menjaga dan melindungi setiap jengkal tanah dan hak rakyat dari intervensi asing maupun aseng. Memberikan jaminan rakyat hak atas keadilan, kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan serta pemerataan pembangunan dan peningkatan SDM.

 

SDA yang melimpah akan dikelola oleh negara dan dipergunakan semata-mata untuk kesejahteraan masyarakat. Tidak dibenarkan individu maupun kelompok untuk mengelola hal tersebut, karena menyangkut kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki oleh individu maupun kelompok. Haram hukumnya SDA dikuasai oleh individu maupun swasta.

 

Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan sekali-kali Allah tidak pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin”.(QS An-Nisa ;141)

 

Sabda Rasulullah Saw:
“Kaum muslim berserikat (sama-sama membutuhkan) dalam tiga perkara: padang,airdanapi.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

 

Paradigma Islam harus diwujudkan kembali di dalam kehidupan. Sebab, semua kepemilikan yang mencakup tanah, air dan udara, tidak boleh diserahkan kepada asing maupun aseng.

 

Caranya, yakni dengan mendukung perjuangan dakwah yang memiliki cita-cita untuk mewujudkan institusi negara Islam yakni khilafah yang akan menerapkan aturan Allah secara total di seluruh aspek kehidupan. Walla a’lam bishawab. (RA/LM)

Please follow and like us:

Tentang Penulis