Ketika Komodo dalam Cengkeraman Kapitalisme

 

Oleh: Kunthi Mandasari
(Pegiat Literasi)

 

 

Lensamedia.com– Konon semakin langka sebuah barang, maka semakin mahal nilai jualnya. Ialah komodo, hewan langka yang hanya ada di Indonesia. Menjadi satu-satunya yang ada di dunia menjadikannya memiliki nilai jual yang tinggi.

 

Pantas jika keberadaannya menjadi komoditi yang menggiurkan. Tentunya hal ini tak akan disia-siakan oleh mereka yang memiliki naluri dalam berbisnis. Alhasil lahirlah proyek ‘Jurassic Park’ yang digadang-gadang akan menjadi pariwisata kelas dunia (world class tourism) dan menarik investasi. Meskipun kas negara tengah sulit ditambah lagi kondisi pandemi yang belum usai dan memerlukan biaya yang tidak sedikit.

 

Dilansir dari CNN Indonesia (27/11), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menegaskan tetap akan mempromosikan proyek wisata Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur (NTT). Alasannya, komodo merupakan hewan yang hanya ada di Indonesia sehingga memiliki nilai jual tinggi.

 

“Karena saya pikir komodo ini cuma satu satunya di dunia, jadi kita harus jual,” katanya dalam Rakornas Percepatan Pengembangan 2 Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), Jumat (27/11).

 

Luhut pun mengakui jika proyek ini memang bersifat komersil. Namun, tujuannya adalah untuk menjaga keberlangsungan hewan langka tersebut. Benarkah demikian?

 

Beredarnya foto seekor komodo menghadang laju truk di dunia maya menjadi indikasi bahwa pembangunan tersebut mengganggu habitat komodo. Bagaimanapun komodo merupakan hewan liar yang terbiasa hidup di alam bebas. Komodo pun merupakan hewan yang sensitif dan rentan stres jika mengalami gangguan. Namun, hari ini dengan adanya pembangunan Jurassic Park, komodo dipaksa berdampingan dengan proyek pembangunan dan keramaian.

 

Jika kondisi ini tidak segera diatasi bisa jadi justru mengantarkan pada kepunahan. Bagaimana mungkin pembangunan tetap dilakukan dengan berlindung di balik kata ‘merawat’ yang sejatinya hanya ingin mengeksploitasi. Bahkan meski banyak pihak menolak, pembangunan tetap saja dilakukan.

 

Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Arie Rompas menilai pemerintah menabrak regulasi mereka sendiri. Taman Nasional Komodo merupakan kawasan konservasi yang seharusnya tidak bisa diintervensi oleh manusia dan bisnis. Faktanya peraturan yang ada hanya sebatas formalitas.

 

Alhasil klaim menjaga keberlangsungan hewan sepertinya hanya omong kosong belaka. Keberlangsungan yang dimaksud justru mengarah kepada oknum yang memiliki kepentingan dalam pembangunan proyek ini. Asas manfaat begitu kental terasa. Meski begitu, pemimpin dalam sistem demokrasi justru membuka lebar bagi proyek sejenis ini dengan terbitnya UU Ciptaker.

 

Padahal dampak pembangunan proyek jurassic park tidak bisa dipandang sebelah mata. Perlu diwaspadai pula dampak turunan dari pembangunan tersebut. Yaitu semakin masifnya peredaran nilai-nilai kebebasan di masyarakat setempat. Dengan merangseknya pelancong ke tanah satwa langka.

 

Jangan sampai pembangunan yang diharapkan membawa kesejahteraan justru menjadi awal kerusakan. Karena tidak pekanya terhadap dampak yang mungkin bisa ditimbulkan. Serta minimnya antisipasi untuk penanggulangan.

 

Seharusnya kawasan konservasi seperti Taman Nasional Komodo (TNK) tidak dikomersilkan, tetapi mendapatkan perlindungan dari negara. Namun apatah daya, sistem demokrasi ala kapitalisme memberi peluang lahirnya undang-undang yang memihak para korporat. Sehingga negara tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

 

Hal ini berbanding terbalik dengan Islam. Dalam aspek pembangunan infrastruktur tak hanya mengejar untung, tetapi memperhatikan hak manusia, alam dan hewan. Negara akan memprioritaskan infrastruktur apa saja yang lebih utama untuk dibangun. Seperti membangun infrastruktur untuk kesehatan, pendidikan, jalan, energi, fasilitas umum, dan sebagainya. Bukan wahana wisata yang akan dijadikan sebagai sumber penghasilan negara.

 

Karena negara Khilafah memiliki sumber tetap perekonomian yang terdiri atas empat bidang, yaitu pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Selain itu, negara Khilafah juga memiliki sumber dana lainnya, yaitu harta fai’, kharaj, jizyah, ghanimah, zakat, dan dharibah. Di sisi lain, Khilafah akan menerapkan ekonomi Islam secara utuh. Mulai dari pengaturan kepemilikan, pengelolaan, hingga distribusinya.

 

Sehingga keberadaan satwa langka tidak akan dieksploitasi untuk menambah pendapat negara. Justru negara Islam hadir untuk memberikan perlindungan dengan batas yang jelas sebagaimana tercantum dalam syariat. Maka sangat jelas hanya Islam yang mampu memberi rahmat bagi alam semesta. Melalui penerapan Islam secara sempurna dalam segala aspek kehidupan. Wallahu’alam bishshawab. (RA/LM)

Please follow and like us:

Tentang Penulis