Bangga dengan Ledakan Utang?

Oleh: Ika Amalia

 

 

Lensamedia.com– Utang Indonesia terus bertambah, Apalagi selama pandemi Covid-19  yang berdampak besar kepada perekonomian tanah air. “Posisi utang pemerintah tercatat sekitar Rp 5.877,71 triliun per oktober. Angka ini setara 37,84 persen terhadap PDB _(Debt to GDP Ratio)_ Indonesia atau di bawah batas maksimum  undang-undang keuangan negara kisaran 60 persen PDB” (Tirto.id, 27/11/2020).

 

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan, artinya jika dibagi 270-an juta penduduk Indonesia maka setiap warga Indonesia menanggung kurang lebih skitar Rp 21 juta utang pemerintah, bahkan untuk bayi yang baru lahir sekalipun.
“Permasalahannya adalah dalam beberapa tahun sebelumnya ini ada kenaikan utang perkapita cukup tinggi, karena dua tahun sebelumnya masih Rp 16-17 juta ditanggung per orang, bahkan bayi baru lahir pun juga sudah menanggung utang pemerintah karena ada konskuensi pembayaran pajak dan semacamnya,” Ujar Bhima saat on air di Radio 107,5 PRFM News Channel, Selasa (20/10/2020).

 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjawab berbagai kritik pihak terkait peningkatan utang Indonesia di era Presiden Jokowi. Beliau berkali-kali menegaskan bahwa utang yang dilakukan pemerintah bukanlah pilihan melainkan keharusan. Terutama kondisi pandemi saat ini. Dimana pemerintah harus membantu masyarakat kelas bawah yang tertekan akibat pandemi. Oleh karena itu pemerintah mengambil kebijakan untuk berutang kepada asing.

 

Yang menjadi pertanyaan besar adalah, kenapa Indonesia sampai harus berutang kepada negara asing, sementara kekayaan alam Indonesia begitu melimpah. Padahal jika saja dikelola dengan benar, Indonesia bisa menjadi negara yang mandiri dan tidak bergantung kepada negara asing. Namun sayang, yang terjadi justru membiarkan sumber daya alam Indonesia dikuasai oleh negara asing. Ditambah lagi dengan penerapan sistem kapitalisme yang memang memberikan fasilitas kepada para pemilik modal untuk menguasainya.

Inilah yang membuktikan bahwa pemerintah Indonesia telah mengalami kegagalan dalam mengelola sumber daya alam. Sehingga Indonesia terlilit utang yang begitu besar. Kemudian mewajibkan setiap rakyatnya untuk membantu pembayaran utang negara tersebut. Yang rakyatnya sendiri tidak merasakan sepenuhnya uang yang telah dipakai. Seperti yang kita pahami saat ini, pemerintah Indonesia menggunakan sistem demokrasi. Yang katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tapi sistem saat ini selalu menyengsarakan rakyat dan tidak berpihak kepada rakyat, melainkan kepada penguasa sendiri dan pemilik modal.

 

Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia di berbagai wilayah sudah banyak yang dikuasai oleh asing. Kita tidur di atas emas, berenang di atas minyak. Tapi hasil dari kekayaan sumber daya alam tersebut tidak bisa kita rasakan. Semua telah dikuasai para pemilik modal dan asing. Sehingga negara tidak bisa lagi memenuhi tanggung jawabnya.

 

Menurut Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara. Yang hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta, apalagi asing.

 

Diantara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum menuju pada sabda Rasulullah SAW:
“Kaum muslimin berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api” (HR. Ibnu Majah)

 

Kemudian Rasulullah SAW juga bersabda:
“Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli: air, padang rumput, dan api” (HR. Ibnu Majah).

 

Dengan demikian ketika kita menerapkan sistem Islam secara kaffah, maka sumber daya alam akan dikelola sepenuhnya oleh negara. Tidak akan ada lagi utang negara yang melonjak ataupun kemiskinan yang terjadi. Melainkan kejayaan serta kesejahteraan setiap individu itu telah dijamin oleh negara.

Wallahua’lam bishshawab.

[Ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis