Mengatasi Balita yang Suka Berteriak
Oleh: Sri Purwanti, A.Md K.L
(Pegiat Literasi, Founder RumBa Cahaya Ilmu)
Parenting – Sebagian orang tua mungkin ada yang merasa malu, tidak nyaman, jengkel bahkan marah saat menghadapi balita yang suka berteriak. Apalagi jika anak melakukan semua itu di depan umum. Kebanyakan orang memang memiliki pandangan negatif ketika melihat anak yang memiliki kebiasaan berteriak ketika marah atau menginginkan sesuatu. Masyarakat cenderung memberi label bahwa anak tersebut tidak diajari adab dan sopan santun. Sebenarnya, wajarkah anak suka berteriak?
Kebiasaan berteriak pada balita merupakan salah satu bentuk tantrum. Hal ini juga salah satu bentuk komunikasi balita, supaya mendapatkan perhatian dari orang di sekelilingnya. Berteriak merupakan hal yang biasa jika masih dalam batas kewajaran. Seperti lawan bicara berjauhan. Namun, hal ini bisa abnormal jika anak berteriak terus menerus setiap kali mencari perhatian.
Untuk mengatasi hal seperti ini, orang tua perlu mengetahui penyebabnya, sehingga bisa mencari solusi dengan tepat.
Lalu, apa yang harus kita lakukan?
Pertama, cari sumbernya mengapa anak suka bereriak. Apakah dia sedang mencari perhatian, meniru orang lain, ingin menyampaikan sesuatu tetapi tidak ada yang memahami sehingga anak merasa frustasi atau justru anak tersebut sedang mempraktikan kemampuan berbicaranya.
Ketika sumber masalah sudah ditemukan, maka saatnya mencari solusi. Untuk anak yang sedang mencari perhatian, kita bisa menjelaskan bahwa tanpa berteriak pun mereka akan menjadi prioritas perhatian orang tua. Untuk anak yang berteriak karena meniru orang lain, maka orang tua harus memahamkan bahwa apa yang mereka tiru bukan contoh yang baik, sehingga anak tidak boleh meniru. Sementara untuk anak yang frustasi karena tidak bisa menyampaikan isi hatinya, maka orang tua perlu mengajarinya berbicara dengan cara yang mudah dipahami.
Kedua, pahamkan anak bahwa kebiasaan berteriak adalah perilaku yang kurang sopan dan bisa menggangu orang lain. Dukung anak untuk memperbaiki cara berkomunikasinya jika mau didengar dan diperhatikan. Pahamkan anak bahwa tanpa berteriak pun kita mendengar apa yang anak ucapkan. Orang tua bisa memberikan contoh cara berkomunikasi yang baik sekaligus mempraktikannya.
Ketiga, hindari membentak anak supaya mereka diam, karena hal ini justru akan terekam dalam memori anak yang kemungkinan besar justru akan mereka tiru. Gunakan bahasa yang lembut dan mudah dipahami sehingga anak akan mengerti apa yang kita sampaikan. Dengan begitu anak akan lebih mudah menangkap apa yang kita sampaikan.
Keempat, alihkan perhatian anak. Ketika anak berteriak disebabkan karena dia marah atau tidak suka terhadap sesuatu, orang tua bisa mengajaknya berbicara tentang hal lain yang menarik perhatiannya dan tidak berhubungan dengan sumber kemarahannya. Berbicara dari hati ke hati akan membuat anak leluasa mencurahkan apa yang mereka rasakan.
Kelima, mengubah kebiasaan anak berteriak dengan aktivitas lain, misalnya memperagakan cerita yang pernah disampaikan orang tua, bersalawat maupun murajaah dengan suara dikeraskan tanpa perlu berteriak. Orang tua juga bisa memberikan contoh intonasi bicara yang baik dan benar sehingga anak akan terbiasa berbicara tanpa perlu berteriak.
Keenam, latihlah anak supaya berani untuk belajar memilih untuk dirinya sendiri. Misalnya mainan, pakaian, maupun sepatu sehingga anak akan merasa berharga di hadapan orang tuanya. Dengan begitu akan meminimalisir kebiasaan berteriak untuk mencari perhatian.
Mengubah kebiasaan anak memang tidak mudah, perlu usaha keras, sabar dan sikap konsisten. Namun, jika kita bersabar dalam setiap prosesnya, Insya Allah anak-anak akan menjadi anak yang salih/salihah dan menyejukan pandangan kedua orang tuanya. Wallahu a’lam
[LM]