Oleh : Putri Umm as-Sulthany, S.Pd

(Kepala Sekolah SDIT Al-Ikhlas & Konselor Sekolah)

 

Parenting – Tak sedikit di antara murid bahkan orangtuanya yang belum memahami maksud di balik tindakan guru dalam mendisiplinkan murid. Tak sedikit pula yang belum memahami pentingnya menghormati dan menjaga adab kepada guru. Ketika guru mengajarkan ilmu di kelas, murid enggan memperhatikan dengan seksama.

Sebagian besar murid merasa haus kasih sayang, namun tak ada pemberian kasih sayang kepada gurunya. Guru diacuhkan, bahkan dibentak oleh muridnya. Kejadian seperti ini dilakukan oleh murid, namun tidak diketahui orangtuanya. Lalu orangtua berharap anaknya yang belum bisa ini dan itu, menjadi harus serba bisa. Padahal untuk mendidik murid, ada banyak sekali komponen yang diperhatikan.

Islam mengajarkan adab ta’lim muta’alim, yakni murid menghormati guru dan mengharapkan ilmu guru kepadanya menjadi keberkahan. Demikian pula orangtua murid tersebut menghormati guru karena berterimakasih telah mendidik anaknya dengan susah payah.

Apa jadinya jika orangtua enggan menghormati guru anaknya? Misalnya dengan mengucapkan kalimat yang menyakiti sang guru? Maka bisa jadi hal itulah yang membuat keberkahan ilmu tidak turun, sehingga anaknya sulit dalam mencerap ilmu, walau anak itu terlahir sebagai anak cerdas sekalipun.

Murid perlu diajarkan dan dikondisikan oleh orangtuanya di rumah untuk menghargai gurunya. Tanpa penghormatan dari murid kepada guru, ia tidak akan mengerti alasan dari pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh gurunya. Bahkan setiap tindak-tanduk guru, dibaliknya ada hikmah dan pengajaran bagi kebaikan dan kesuksesan anak.

Saat guru mengarahkan muridnya dan berbicara di depan kelas, ia bukannya minta diperhatikan. Namun, ia sedang mengajarkan bahwa murid perlu menghargai dan menghormati orang yang sedang berbicara. Sayangnya, seringkali murid abai pada pengajaran yang diberikan oleh guru.

Saat guru memberi hukuman yang wajar pada murid yang berbuat salah, bukan berarti guru jahat pada murid. Namun, hakikatnya guru ingin mengajarkan pentingnya kejujuran dan mengakui kesalahan. Sayangnya, murid lebih suka bersikap marah bahkan dendam pada gurunya sendiri.

Saat guru memberikan tugas dan PR kepada murid, bukan berarti guru tidak peduli pada murid dan hanya bisa memberi beban tambahan bagi murid. Namun, guru sedang mengajarkan kepada muridnya untuk mengisi waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat. Sayangnya, murid lebih suka bersantai dan menghabiskan waktunya untuk bermain.

Saat guru membuat jadwal piket kelas bagi murid atau meminta murid membersihkan lingkungan sekolahnya, bukan berarti guru seenaknya memerintah. Namun, guru sedang mengajarkan artinya tanggung jawab. Apa sulitnya membuang sampah pada tempatnya? Bukankah itu hasil sampah sendiri? Sayangnya, murid lebih suka bersikap manja dan berpikir nanti akan ada orang lain yang akan membersihkannya.

Saat guru berbicara keras/memarahi murid karena murid kurang memperhatikan, tidak tertib, tidak disiplin, mengganggu temannya yang sedang belajar, atau bahkan karena murid membantah gurunya, bukan berarti guru membenci murid. Namun, guru sedang mengajarkan kepada murid agar selalu sadar atas kesalahan yang diperbuatnya, tidak menganggap dirinya bersih dari perbuatan salah. Sayangnya, murid lebih suka merasa sakit hati bahkan mengadukannya ke orangtua agar mendapat pembelaan.

Saat guru melarang siswa melakukan hal-hal yang mungkin bagi murid menyenangkan, atau meminta murid melakukan hal-hal yang mungkin bagi murid tidak menyenangkan, bukan berarti guru tak mengerti kesenangan murid atau tak ingin murid senang. Namun, guru ingin mengajarkan pada muridnya untuk melihat masa depan yang lebih baik dan mengajarkan arti kedisiplinan dan kerja keras untuk mencapai kesuksesan. Sayangnya, murid lebih suka dengan gaya hidup bersenang-senang tanpa kerja keras.

Maka dari sini, menjadi cerminan bagi setiap orangtua. Sudahkah mengajarkan anak untuk menghormati gurunya? Sudahkah orangtua sendiri juga menghargai seorang guru dan mengerti hak-hak guru dari anaknya?

Mari bertanya pada mereka yang saat ini telah mencapai sukses, bagaimana peran gurunya dahulu? Apakah pantas mereka membenci gurunya? Bagaimana mereka bisa membalas jasa seorang guru yang telah mengajarkan anaknya membaca dengan lancar, menulis dan menghitung serta mengajarkan ilmu-ilmu Islam? Seandainya guru tak mau bersabar mendidik karena tidak dihargai oleh muridnya, apakah ia bisa mencapai sukses dunia akhirat?

Karena itu, muliakan guru sebab melalui lisannya, akan terdidik generasi Islam yang mampu menghafalkan kalamNya. Melalui ajarannya, akan tercipta anak-anak yang menguasai ilmu pengetahuan dan berbagai keterampilan yang berguna bagi kemajuan kehidupan. Melalui setiap teladannya, akan terwujud peradaban cemerlang di dunia pendidikan yang mampu menjadikan anak-anak terbina dengan keperibadian Islam dan akhwal Islam yang agung.

 

[lnr/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis