Sampai Kapan Ajaran Islam Disudutkan?

Oleh: Kunthi Mandasari
Pegiat Literasi

 

Lensa Media News – Serangan kaum liberal tiada henti dilancarkan pada syariat Islam. Kali ini pembiasaan penggunaan jilbab pada anak-anak dipermasalahkan. Akun twitter @dw_indonesia milik Deutsche Welle (Gelombang Jerman) yang berada di Indonesia menjadi kontroversi. Sebuah video berdurasi 3 menit 31 detik pada Jumat (25/07) mencoba mengusik persoalan pelajaran akidah kepada anak-anak perempuan yang menggunakan jilbab, oleh orang tua mereka.

Bahkan dalam unggahan tersebut, DW Indonesia mencoba mempertanyakan apakah penggunaan jilbab merupakan pilihan anak itu sendiri? “Apakah anak-anak yang dipakaikan jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia kenakan?”.

Guna memperkuat pernyataan dan pertanyaan mereka, dalam video tersebut disambungkan dengan pendapat beberapa orang psikologi yang justru terlihat lebih berpihak pada postingan dan tujuan DW Indonesia. Seperti wawancara terhadap psikolog Rahajeng Ika. Ia menanyakan dampak psikologis bagi anak-anak yang sejak kecil diharuskan memakai jilbab.

“Mereka menggunakan atau memakai sesuatu tapi belum paham betul konsekuensi dari pemakaiannya itu,” kata Rahajeng Ika menjawab pertanyaan DW Indonesia. (jurnalgaya.pikiran-rakyat.com, 26/09/2020).

Masih dari sumber yang sama, DW Indonesia juga mewawancarai feminis muslim, Darol Mahmada tentang dampak sosial anak yang diharuskan memakai hijab sejak kecil. Menurut Darol Mahmada, wajar-wajar saja seorang ibu atau guru mengharuskan anak memakai hijab sejak kecil.

“Tetapi kekhawatiran saya sebenarnya lebih kepada membawa pola pikir si anak itu menjadi eksklusif karena dari sejak kecil dia ditanamkan untuk misalnya “berbeda” dengan yang lain,” kata Darol Mahmada.

Unggahan video ini menunjukkan betapa tidak konsistennya kaum liberal dalam mengusung ide kebebasannya. Selama ini mereka paling lantang menyuarakan kebebasan terutama dalam wilayah privat. Namun faktanya, kini justru lancang mencampuri urusan privat kaum Muslim. Pantas, jika unggahan video itu dihujat dan dikritik oleh banyak orang.

Video itu pun kental dengan nuansa kampanye kebebasan ala feminisme. Tercium pula aroma islamofobia yang sengaja dihembuskan kaum sekuler-liberal. Mereka begitu getol ingin menjauhkan kaum Muslim dari ajaran Islam.

Kaum liberal mungkin lupa, sejak lahir manusia tidak memiliki pilihan. Apakah ingin lahir menjadi orang berkulit putih atau berkulit hitam legam, lahir dengan warna kornea hitam, coklat, biru dll. Tidak pula bebas memilih suku, bangsa, dan rasnya. Hal ini menjadi prerogatif Sang Pencipta, yaitu Allah Swt.

Namun kecenderungan untuk taat merupakan fitrah manusia. Akal bisa digunakan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Di sinilah manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihannya.

Allah Swt berfirman:
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. al-Muddatstsir: 38).

Wajar jika kaum Muslim terutama orang tua mulai mengenalkan kewajiban menutup aurat pada anaknya sejak dini. Selain jilbab dan khimar merupakan identitas kaum Muslimah, pembiasaan sejak dini merupakan bentuk pendidikan orang tua terhadap anak.

Mengingat anak adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Penting bagi orang tua untuk menyiapkan putra dan putrinya agar terikat terhadap syariat. Mengingat ketaatan tidak bisa diperoleh dengan cara instan. Sedangkan ketaatan terhadap syariat merupakan manifestasi keimanan kaum Muslim itu sendiri.

Negara seharusnya hadir untuk mendukung pelaksanaan syariat Islam ini. Namun dalam negara yang menganut sistem sekuler, keberadaan negara hanya sebagai penjamin terlaksananya kebebasan. Adanya serangan terhadap syariat Islam tetap dibiarkan karena tidak merugikan banyak orang. Meski kaum Muslim banyak yang memprotes akan hal ini, tetap negara tidak bergeming.

Hari ini tentu bertolak belakang dengan masa khilafah. Sistem Islam yakni Khilafah menjamin pelaksanaan kewajiban menutup aurat. Bahkan khilafah melindungi para muslimah dalam menutup aurat. Seperti kisah di masa khalifah al Mu’tashim Billah. Akibat seruan seorang wanita yang ditawan di pesisir Kota Amuriyah, ribuan pasukan dikerahkan untuk menaklukan kota tersebut.

Begitulah seharusnya peran sebuah negara. Memberikan perlindungan bagi warganya dalam melaksanakan syariat Islam. Bukan memberikan label negatif apalagi mendiskriminasi pemakainya.
Wallahu a’lam bisshowab.

 

[LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis