Menakar Wacana Pembangunan Kawasan Industri Halal

Oleh : Dwi P. Sugiarti

 

Lensa Media News – Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menindaklanjuti pernyataan Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma’ruf Amin yang menilai bahwa Jawa Barat memiliki daerah yang berpotensi sebagai kawasan industri halal. Hal ini dikarenakan selain alasan kawasan, Jawa Barat memiliki fasilitas terjangkau mulai dari dekat dengan pelabuhan, bandara hingga akses jalan tol. Selain itu, dari segi infrastruktur seperti pasokan listrik, jaringan telekomunikasi juga memadai (Republika, 02/07/2020).

Di tingkat nasional sendiri Sekretaris Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Enoh Suharto Pranoto menilai, KEK industri halal memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia sebagai negara mayoritas muslim. Terlebih, industri halal tengah menjadi sorotan saat era kenormalan baru, ketika higienitas merupakan prioritas saat ini.

Wacana kawasan industri halal sebenarnya bukanlah hal baru. Sejak tahun 2019 Kementrian Perindustrian mulai mengakselerasi pembangunan kawasan industri halal di dalam negeri, dengan menargetkan empat kawasan yang masuk dalam rencana pengembangan kawasan industri halal. Potensi besar ini harus dikembangkan karena sumber daya yang memadai, alasan penting lainnya adalah berlakunya amanat Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) bahwa pemberlakuan sertifikasi produk halal yang wajib dilaksanakan sejak 17 Oktober 2019.

Jika dilihat, Indonesia memang cocok mengembangkan potensi ini. Dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia bisa menjadi trendsetter bagi negara lain. Berdasarkan data dari The Pew Forum on Religion & Public Life, jumlah penduduk Indonesia yang beragama Muslim adalah sebesar 209,1 juta jiwa atau 87,2 persen dari total penduduk Indonesia. Jumlah tersebut merupakan 13,1% dari seluruh umat Muslim di dunia. Hal ini tentu akan menjadi mesin pendorong tersendiri bagi industri produk halal. Sebagai negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangkan ekonomi syariah sebagai arus perekonomian baru yang dapat berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi di dunia. Meski faktanya, Indonesia belum dapat memaksimalkan potensi pasar tersebut. Hal ini terbukti dari Indonesia yang belum berada pada peringkat 10 besar untuk kategori produsen makanan halal (State of The Global Islamic Economy, 2017).

Namun, berdasarkan data dari “State of the Global Islamic Economy Report”, Indonesia menduduki peringkat kesepuluh dari 15 negara di dunia yang memiliki nilai GIE (Generate Islamic Economy) tertinggi. Artinya Hal ini merupakan pencapaian besar bagi industri halal Indonesia. Apalagi Permintaan akan produk dan jasa halal akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk beragama Muslim setiap tahunnya. Pariwisata halal yang dipicu oleh semakin meningkat dan berkembangnya tren konsumen halal lifestyle, sektor makanan dan minuman halal serta fashion muslim merupakan beberapa sektor yang akan mendukung industri halal di Indonesia.

Berdasarkan pemaparan di atas, potensi besar ini perlu didukung melalui regulasi dan kebijakan dari pemerintah. Di sisi lain dorongan untuk mengembangkan kawasan industri halal tentunya jangan hanya dilakukan karena ada potensi ekonomi saja. Sebab bagi seorang muslim kepastian terhadap perkara halal haram adalah bagian dari syariat islam. Artinya, perkara halal bukan dilihat dari apakah ia membawa manfaat dan maslahat tapi semata-mata karena ketaatan pada hukum syariat. Sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allâh apa yang tidak kamu ketahui.” [ QS: al-Baqarah 2:168-169]

Demikianlah semestinya seorang Mukmin, selalu memastikan apa yang masuk ke perutnya adalah barang-barang halal, menghindari sesuatu yang masih meragukan dan mencurigakan agar terhindar dari yang diharamkan Allâh Azza wa Jalla. Dorongan perbuatannya semata-mata karena perintah dari Allah SWT bukan sekedar karena tren apalagi adanya manfaat ekonomi semata.

Wallahu a’ lam bish showab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis