Raih Kemenangan Hakiki di Tengah Pandemi

Oleh : Arwiyanti

 

Lensa Media News – Tak terasa, Ramadan telah berlalu. Ada rasa sedih karena bulan yang penuh kemuliaan dan keberkahannya ini telah pergi, sementara tak ada jaminan bahwa kita akan bertemu kembali tahun depan. Namun di sisi lain, kita juga harus gembira menyambut datangnya hari raya Idul Fitri sebagai anugerah Allah SWT untuk kita.

Rasulullah SAW. bersabda, “Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya” (Muttafaq‘alaihi)

Orang berpuasa akan bahagia ketika bertemu dengan Allah, karena sudah dalam keadaan suci, bebas dari dosa. Rasulullah SAW. bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni” (HR. Bukhari dan Muslim) .

Kebahagiaan kedua adalah saat kembalinya kita berbuka (fitri). Maksudnya kita kembali tidak berpuasa. Karena itu, kita disyariatkan untuk menyambut Idul Fitri dengan penuh kegembiraan, selain sebagai bagian dari syiar Islam. Rasulullah SAW. pun menyebutkan bahwa hari raya Idul Fitri adalah lebih baik dari hari raya apapun dalam agama lain.

Dalam sebuah riwayat, Nabi SAW. datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha (hari Nahr)” (HR. An Nasai).

Idul Fitri juga sering disebut sebagai hari kemenangan, karena kaum muslimin sudah berhasil menundukkan hawa nafsu, tunduk terhadap perintah Allah. Mampu menahan apa yang Allah larang padahal sebelumnya Allah mubahkan. Semua itu tak akan pernah bisa dilakukan kecuali hanya atas dasar iman.

Namun kemenangan yang kita harapkan tentu bukan hanya kemenangan individu saja, tetapi juga masyarakat dan negara. Dalam surat Al-A’raf: 96, “Allah memerintahkan masyarakat untuk bertakwa. Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Sementara di surat Al-Baqarah ayat 178 Allah memerintahkan takwa kepada negara yaitu dengan menegakkan qishosh. Karena tak mungkin qishosh dilakukan oleh individu ataupun masyarakat.

Maka kemenangan hakiki adalah saat kaum muslimin menjalankan kepatuhan dan ketaatan kepada Allah dalam segala lini kehidupan, baik skala individu, masyarakat hingga negara. Jika ketakwaan itu terbentuk maka tidak ada penjajahan di negeri-negeri kaum muslimin serta paling penting adalah terbebas dari hukum kufur buatan manusia.

Maka dengan ucapan takbir, tahlil, tahmid yang dilantunkan kaum muslimin saat Idul Fitri tiba, harusnya menambah ketundukan mereka kepada Allah dan makin mengakui bahwa mereka makhluk yang lemah. Allah tegaskan dalam surat An-Nisa: 28, “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.”

Kita bisa saksikan betapa lemahnya manusia dalam menghadapi virus Covid-19 ini. Negara-negara besar dibuat jatuh bangun. Amerika dan Cina sebagai negara adidaya pun dibuatnya babak belur.

Sesungguhnya lafaz takbir adalah pengakuan kelemahan dan ketergantungan kita kepada Allah. Sudah seharusnya kita tunduk kepada syariat Allah secara total. Ucapan tahlil adalah penolakan total segala bentuk Ilahi kecuali pada Allah. Menolak penyembah kepada makhluk termasuk penolakan terhadap hukum-hukum buatan manusia. Ucapan tahmid adalah wujud syukur kepada Allah yang telah memberikan nikmat kepada kita dan nikmat terbesar adalah risalah Islam.

Wabah Covid-19 sesungguhnya memberikan kesempatan kepada kaum muslimin untuk kembali berkuasa. Karena secara kasat mata, kita bisa saksikan saat ini carut marutnya kebijakannya. Dan semua itu berawal dari adanya penelantaran terhadap syariat Islam.

Maka kita harus berusaha agar ada pemimpin yang akan menerapkan hukum islam secara total di masyarakat, sehingga kapitalisme yang saat ini mencengkeram negeri-negeri kaum muslimin, tak ada kesempatan untuk kembali berjaya. Kepemimpinan yang akan menyatukan seluruh potensi yang dimiliki umat Islam. Mulai dari SDA dan SDM yang berlimpah, letak geopolitik yang strategis, juga ditambah adanya kekuatan militer yang besar. Sistem kepemimpinan ini dalam fiqih Islam sering disebut sebagai khilafah atau imamah.

Wallahua’lambishawab.

 

[lnr/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis